Pada tahun 1949 ketika Soekarno-Hatta beserta seluruh jajaran staff  kabinet RI harus kembali ke Jakarta, aku menyampaikan pesan perpisahan dengan sangat berat hati, "Yogyakarta sudah tidak memiliki apa-apa lagi, silakan lanjutkan pemerintahan ini di Jakarta". Demikianlah aku menjalankan sabda pandita ratu, sesuai telegram yang kukirim dua hari setelah proklamasi, bahwa aku "sanggup berdiri di belakang pimpinan Paduka Yang Mulia".
  Saat itu, Indonesia sedang mengalami fase pasang surut. Di ujung berakhirnya era Orde Lama,  ketika Soeharto mengambil alih kendali pemerintahan, kepercayaan negara-negara dunia kepada Indonesia sedang berada di titik terendah. Tak satupun pemimpin dunia yang mengenal Soeharto.  Indonesia sebagai negara juga sedang dijauhi karena sikap anti-asing yang sangat kuat di era akhir Order Lama. Di saat seperti ini, aku pun menyingsingkan lengan bajuku, keliling dunia untuk meyakinkan para pemimpin negara-negara tetangga bahwa Indonesia masih ada, dan aku tetap bagian dari negara inu. Dengan demikian kepercayaan internasional pelan-pelan dapat dipulihkan kembali.