Mohon tunggu...
Iwan Hendrawan
Iwan Hendrawan Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger Amatir

Selalu ada jalan kembali

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Penghujung Musim Kering

5 Januari 2024   04:12 Diperbarui: 5 Januari 2024   04:13 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Musim kering di kampung, disikapi biasa saja oleh kebanyakan orang di sini. Tidak mau repot berpkir dan mencari solusi keadaan yang terjadi. Kekeringan hanya dilihat sebagai tamu tahunan biasa, dibiarkan datang dan pergi, tanpa ada penyambutan khusus.

Musim kering telah mengusir banyak orang kampung. Khususnya para muda mudi. Mereka tak tahan dengan kondisi kampung yang kerontang dan gersang. Mungkin Bertani bukan selera mereka. Bekerja di kantoran atau di pabriklah cita-cita mereka. Meskipun banyak dari mereka tidak lulus sekolah menengah pertama. Seperti aku !

***

Abah akhirnya pulang ke rumah. Setelah seminggu menjalani pengobatan di Kota. Membawa hasil periksa yang tidak membahagiakan bagi keluargaku. Ternyata sakit Abah bukan sakit biasa. Ada penyakit parah yang bersarang di paru-paru Abah. Kebiasaan merokok Abah menjadi kambing hitamnya, dan mau tak mau Abah harus menjahui rokoknya.

Kabar lainnya Abah harus cepat di operasi. Hanya peluang ini yang bisa dilakukan untuk Abah bisa sembuh Kembali.

"Operasi Abah perlu banyak biaya Sep !" ucap Emak di suatu pagi di teras rumah.

"Surat Jaminan Kesehatan tidak bisa memenuhi semua biaya pengobatan Abah" lanjut Emak, dan selanjutnya tanpa diminta Emak pecah bercerita selama pengobatan Abah di rumah sakit.

Selama pengobatan Abah seminggu yang lalu di rumah sakit, telah menghabiskan seekor anggota keluarga Si Jalu. Itu digunakan untuk keperluan ini itu  Emak di sana. Untuk makan selama menunggui Abah. Membeli apa-apa yang tidak sempat Emak bawa dari rumah. Jumlah biaya yang tidak sedikit.

Aku hanya diam ketika Emak bercerita. Mendadak diriku mengering melebihi keringnya kampung di luar sana. Tak ada yang bisa aku katakan kepada Emak. Kesedihan berangsur-angsur gugur membayangkan kondisi abah.

"Sep, bagaimana Si Jalu dan anak-anaknya dijual saja?" Emak meminta pendapatku untuk menjual Si Jalu beserta keluarganya. Untuk tambahan biaya operasi Abah.

Aku tak mungkin membatah permintaan Emak. Abah harus sembuh!

Kami sekeluarga masih memerlukan keahlian Abah dalam mencari nafkah keluarga. Apapun akan kulakukan untuk Abah. Kalau nyawaku ada harganya, pasti akan kutawarkan pula ke Emak untuk dijual.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun