Mohon tunggu...
Iwan Setiawan
Iwan Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk Indonesia

Pustakawan, dan bergiat di pendidikan nonformal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Diajeng Puspa Parasayu

23 Januari 2024   14:41 Diperbarui: 23 Januari 2024   15:04 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 "Iya, maaf Mih". 

Di hadapan mobil yang kami tumpangi terbentang spanduk besar. Iklan sebuah restoran yang menyajikan menu khas Jogja. Aku mengajak Mamih untuk singgah. Memuaskan dahaga yang kurasa sedari tadi. Juga aku ingin membawa Mamih bernostalgia makan Mie Jogja. Ia kayaknya telah hapal luar kepala jenis makanan ini. Dan mengenang Brian tentunya.

 "Gimana rasanya Mih?"

 "Kalau ini sih, oyee banget!" 

Kami tertawa bersama. Kedekatan dengan Mamih seperti ini adalah kemewahan bagiku. Sebagai ibu muda yang merantau ikut suami tentu tak banyak kesempatan bersua Mamih. Kesibukan bekerja menambah peluang kecil itu semakin kecil. Bertemu Mamih paling kujalani saat mudik Lebaran. 

"Terus, gimana Mih upaya lanjutan Brian?" 

"Hmm, ia sungguh lelaki yg sangat baik". 

Mamih melanjutkan, "Sore itu Mamih hendak pulang ke Jogja. Masa SMA telah usai, Eyangmu menyuruh Mamih pulang. Brian menemui Mamih di terminal bis. Di tengah hujan deras, ia berlari dari tempat parkir motor. Ia menyongsong Mamih yang telah duduk di kursi bis. Ia terlihat gagah mengenakan jaket jkuliahnya yang warna khaki. Ia memberikan kantong berisi buah jeruk dan apel. 

"Ini buat di jalan", katanya. 

Bis bertolak dgn tergesa, menyudahi obrolan singkat kami. Mamih melaju dalam bis malam berkursi empuk. Dari jendela Mamih memandangi Brian yang melambaikan tangan. Rambut panjangnya basah diguyur air hujan. Namun ia tidak beranjak selangkah pun sampai bis jauh melaju.

Semula Mamih mengira kepulangan sore itu adalah kepulangan biasa. Seperti lazimnya kunjungan tiap usai kenaikan kelas. Namun Romo telah memilki rencana. Rencana yang ia buat  bersama ibu perihal masa depan Mamih. Mereka telah memilihkan jodoh buat Mamih. Lelaki menak Jawa yang kini jadi ayahku dan ke enam kakak. Hubungan Mamih dengan Brian serta merta terputus. Puluhan surat yang dikirim Brian terhenti di tangan kedua orang tua Mamih. Sementara Mamih tak bisa berbuat banyak. Sebagai seorang gadis Jawa, dengan penanaman adat yang ketat, Mamih hanya bisa manut. Pernikahan Mamih dan Raden Supardjo Joko Lelono pun berlangsung dengan meriah. Suasana agung dan sakral demikian terasa. Eyang meyembelih dua sapi miliknya sebagai kaul. Ungkap syukur ke hadiratNya yg telah memberi kesempatan untukk menikahkan Mamih, putri bungsunya. Sejak itu, Mamih memulai hidup yang baru. Ia berbahagia disamping sang suami. Sementara nun jauh di Kota Kembang, Bandung, seorang perjaka tengah menunggu kabar dengan setia. Dengan sabar dijalaninya hari, dengan harapan yang tak kenal padam, Brian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun