Mohon tunggu...
Iwan Setiawan
Iwan Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk Indonesia

Pustakawan, dan bergiat di pendidikan nonformal.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Cerita Mudik Yu Narsih

15 April 2023   21:22 Diperbarui: 15 April 2023   21:24 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana mudik  bersama (sumber photo: Okezone.com)

Ada juga Mas Sudaryanto di sana. Ia berasal dari Yogya. Berusaha dengan berjualan kain batik. Ia sudah berkeluarga. Istri dan dua anaknya tinggal di kampung. Ia lelaki yang penuh kasih sayang. Perkataannya lembut, suaranya pelan. Saat mengobrol terkadang perkataannya tidak terdengar.

Mang Aan kerap bermain ke tempat kontrakan. Ia gemar membercandai Yu Nar. Bukan hal yang aneh. Di kampung yang terbilang baru ini, Yu Nar jadi idola. Setiap pemuda dan orang tua jatuh hati padanya. Penjual jamu yang ayu, seperti tokoh Juminten dalam sinetron di televisi.

Kadang kulihat Mang Aan mengintip di kisi-kisi jendela dapur. Pandangannya ia arahkan ke rumah bedeng kontrakan. Ia mengamati Yu Nar yang sedang menjemur baju. Ia berbusana setengah telanjang dengan berkain handuk. Sepertinya ia baru keluar dari kamar mandi yang pintunya mengarah ke dapur rumah kami. Mang Aan kerap mewanti-wantiku, agar kelakuannya itu tidak dilaporkan kepada bapak.

Pernah satu kali kulihat bapak juga mengendap endap seperti Mang Aan. Ia tak tahan melewatkan kesempatan menyaksikan ritual Yu Nar menjemur baju. Namun malang nasib bapak. Mamah memergoki aksinya dan meletuslah perang dunia ke tiga di rumah kami. Sejak itu, bapak tak kulihat mengulangi aksinya.

Rumah kontrakan itu perlahan ditinggal para penghuninya. Hal ini berlangsung setiap bulan Ramadan. Mereka pada pulang kampung untuk berlebaran di kampung halamannya. Mereka pergi bersama-sama. Seperti telah dijadwalkan sebelumnya.

Biasanya Yu Nar pamit ke rumah kami ketika hendak pulang. Ia mengucapkan terima kasih kepada keluarga kami yang jadi pelanggan setianya. Ia meminta maaf dan memohon doa restu agar selamat di perjalanan. Kepadaku, Yu Nar menmberikan selembar uang.

"Ini buat Dek Ira jajan", katanya. Ia mengusap dan mencium kepalaku.

Kepada Mamah yang melepasnya pergi, Yu Nar bercerita dengan riang. Bila ia selama ini tak mengeluarkan uang sepeser pun untuk ongkos mudiknya. Ia hanya mengeluarkan uang sekedarnya untuk bekal selama perjalanan. Untuk membeli air minum dan makan di perjalanan. Selain itu, semua ditanggung panitia.

Sebagai penjaja jamu,Yu Nar mendapat fasilitas mudik gratis dari perusahaan jamu ternama. Setiap tahun ia menjalani rutinitas ini. Perusahaan yang produk jamunya dijajakan Yu Nar keliling kampung ini boleh disebut pelopor kegiatan mudik cuma-cuma ini. Setiap pemberangkatan, berhimpun ribuan penjual jamu seperti Yu Nar.

Tidak tanggung-tanggung, kendaraan yang dipakai mudik berjemaah ini adalah bis-bis paling bagus. Kendaraan yang dilengkapi fasilitas kelas non ekonomi. Yu Nar menikmati perjalanannya dalam kesejukan ruang berpendingin udara. Duduk di kursi empuk yang dilengkapi bantal. Di hadapan mereka terpasang layar tv dan microphon. Kapan saja fasilitas ini dapat mereka pakai.

Mudik dengan kenyamanan seperti ini adalah kemewahan yang dinikmati kaum pendatang. Mereka yang pergi merantau guna meraih penghidupan yang layak. Setiap hari bersimbah peluh. Berusaha menjalankan kewajiban mencari nafkah. Sepeser demi sepeser rupiah mereka tabung. Mereka simpan untuk dibawa saat mudik Lebaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun