Mohon tunggu...
Raditia Ivan Dita Ardiyesa
Raditia Ivan Dita Ardiyesa Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas wijaya kusuma surabaya

aku adalah mahasiswa baru fakultas hukum wijaya kusuma, hoby saya adalah bermain musik dan tidak hanya itu aku juga suka olaraga futsal dan memancing.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Keputusan Kontroversial Pengadilan Yang Mencoreng Marwah Peradilan Saat Menanggani Kasus Tom Lembong

21 Juli 2025   17:51 Diperbarui: 21 Juli 2025   17:51 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keputusan Kontroversial Pengadilan Yang Mencoreng Marwah Peradilan Saat Menanggani Kasus Tom Lembong

Di kutip dari KOMPAS.com - Mantan Menteri Perdagangan 2015--2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, resmi divonis pidana 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Jumat (18/7/2025). Vonis Tom Lembong ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta hukuman 7 tahun penjara. Berikut ini perjalanan kasus impor gula yang menjerat Tom Lembong hingga divonis empat tahun penjara.

Penyidikan hingga Penetapan Tom Lembong Jadi Tersangka Kasus ini bermula dari penyidikan Kejaksaan Agung pada Oktober 2023 terkait dugaan korupsi impor gula kristal mentah (GKM) periode 2015--2016. Setelah memeriksa 90 saksi dan menyita dokumen dari penggeledahan di Kementerian Perdagangan, Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka pada Oktober 2024.

Jaksa menilai Tom menyalahgunakan wewenangnya dengan memberikan izin impor 157.500 ton GKM tanpa rapat koordinasi antarmenteri dan tanpa rekomendasi Kementerian Perindustrian, yang seharusnya hanya memperbolehkan BUMN sebagai importir. Namun faktanya, izin impor justru diberikan kepada perusahaan swasta, disebut merugikan negara hingga Rp 578 miliar. Sidang dan Tuntutan terhadap Tom Lembong Dalam dakwaannya, jaksa menyebut Tom menerbitkan 21 persetujuan impor gula yang memperkaya pengusaha swasta. Meski Tom tidak menikmati keuntungan pribadi, kebijakannya dinilai melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jaksa menuntut Tom 7 tahun penjara, denda Rp 750 juta, dan menyebut kebijakannya tidak mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari korupsi. Pembelaan Tom Lembong Dalam pleidoinya, Tom dan tim kuasa hukum menolak semua dakwaan. Tom menegaskan kebijakan impor gula diambil sebagai langkah diskresi demi menjaga stabilitas harga pangan nasional, bukan untuk keuntungan pribadi. Ia juga menilai jaksa gagal membuktikan unsur niat jahat (mens rea) dalam kasus ini. "Tidak ada yang namanya mens rea. Itu saya kira paling penting," ujar Tom seusai sidang. Ia menyayangkan majelis hakim mengabaikan wewenang Mendag yang diatur UU, dan menyebut kasusnya lebih tepat sebagai ranah administrasi, bukan pidana.

Vonis Akhir dan Catatan Hakim soal Kasus Tom Lembong Hakim menyatakan Tom terbukti melanggar UU Perdagangan dan Permendag Nomor 117 Tahun 2015 karena mengimpor GKM (bahan baku gula kristal putih) yang bukan termasuk kebutuhan pokok. Majelis juga mencatat kebijakan itu tidak melalui koordinasi formal, memperkaya pihak swasta, dan merugikan negara Rp 194,72 miliar, nilai kerugian yang lebih kecil dari hitungan jaksa.

Setelah membaca berita tersebut, saya sebagai mahasiswa hukum akan menganalisis dan memberikan opini tentang pandangan saya melalui prespektif dan kacamata hukum yang saya telah pelajari saat ini. Putusan peradilan yang di berikan terhadap mantan mentri perdagangan yaitu Thomas Trikasih (Tom Lembong) yang di vonis 4 tahun 6 bulan penjara dan denda 750  juta. menjadi sorotan publik, banyak yang tidak setuju terhadap putusan pengadilan karena di anggap kurangnya bukti delik pidana yang di lakukan oleh Tom Lembong, mantan mentri perdagangan tersebut menegaskan bahwa semua kebijakan atau peraturan dan juga semua kegiatan eskpor dan impor telah di lakukan secara prosedural dan di ketahui oleh kepala negara, dari semua tuduhan dan bukti-bukti yang di dapat oleh penyidik, maka Tom Lembong kurang layak di sebut sebagai seorang tindak pidana, karena semua tuduhan tidak selaras dengan situasi yang terjadi di lapangan.

Putusan pengadilan juga melanggar asas-asas berikut, diantaranya asas legalitas (legality principle) yang berbunyi: tidak ada perbuatan yang dapat dipidana kecuali berdasarkan peraturan undang-undang. Namun, peraturan tersebut bertolak belakang dangan kasusnya Tom Lembong, karena banyak pihak menilai bahwa putusan ini melemahkan asas legalitas, karena kebijakan publik tidak otomatis merupakan tindakan pidana, kecuali jelas melanggar hukum. Selain itu putusan pengadilan juga tidak menerapkan asas Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan (No Liability Without Fault) yang berunyi: seorang hanya dapat di pidana jika ada unsur kesalahan (mens rea), namun asas tersebut tidak di terapkan baik oleh putusan pengadilan karena di kasusnya Tom Lembong Tidak adanya niat jahat (mens rea) seharusnya membebaskan dari pidana.  Ini juga menimbulkan pertanyaan: apakah seorang pejabat publik bisa dihukum karena kebijakan yang dianggap salah tanpa bukti niat jahat atau keuntungan pribadi?

Yang membuat saya resah adalah sebuah peradilan tidak di jalankan sesuai dengan peraturan dan yang keputusannya paling bertentangan pada saat peradilan berlangsung adalah Keputusan jaksa yang menuntut Tom Lembong dengan pidana penjara 7 tahun dan denda Rp 1 miliar karena dianggap menyalahgunakan kewenangannya dalam kebijakan impor gula saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan 2015--2016. Sedangkan BPK dan KPK tidak pernah menyatakan adanya kerugian negara dalam kebijakan impor tersebut. Dari sini terlihat jelas jika Keputusan peradilan banyak menimbulkan kontradiksi dan yang sangat di sayangkan adalah sebuah peradilan harusnya untuk menindak sebuah perkara agar mendapatkan keadilan hukum  dan juga menjatuhi hukuman yang benar-benar terbukti yang melakukan tindak pidana, setelah menangani perkara perihal kasus Tom Lembong pihak dari pengadilan harus banyak melakukan evaluasi agar kedepanya jika menangani sebuah perkara harus menjunjung tinggi keadilan dan benar-benar menjadi efek jera bagi yang melakukan tindak pidana, demi mewujudkan keadilan hukum di Indonesia agar tidak banyak orang yang melakukan tindak pidana atau prilaku kriminal.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun