Mohon tunggu...
Irwan Siswanto
Irwan Siswanto Mohon Tunggu... Jurnalis

Saya suka menulis. Menulis untuk menyuarakan kebaikan dan kebenaran. Amar maruf nahi munkar.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Audit BPK Seharusnya Membatalkan Seluruh Tuduhan: Kasus Andri Bukti Negara Tak Percaya Auditnya Sendiri

13 Juli 2025   20:29 Diperbarui: 14 Juli 2025   06:01 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Andri Tedjadharma, pemohon uji materi UU 49/1960 tentang PUPN (dok. Pribadi) 

Ketika institusi negara mulai mengabaikan audit resmi dari lembaga sekelas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), maka yang dipertaruhkan bukan hanya kredibilitas pemerintah, tetapi juga masa depan penegakan hukum di republik ini. 

Itulah gambaran situasi yang sedang terjadi dalam kasus penyitaan aset pribadi Andri Tedjadharma, pemegang saham Bank Centris Internasional, yang ditagih oleh PUPN, Satgas BLBI dan KPKNL, tanpa dasar hukum yang sah dan objektif, dan kini bergulir di Mahkamah Konstitusi dalam uji materi UU 49 (Prp) tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). 

Andri Tedjadharma menyampaikan kepada penulis bahwa ia memiliki dua dokumen audit resmi BPK yang seharusnya membatalkan seluruh tuduhan terhadap dirinya:

Pertama, audit BPK yang menjadi dasar gugatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) terhadap Bank Centris di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tahun 2000. Dalam audit itu dinyatakan secara eksplisit bahwa Bank Centris Internasional tidak menerima dana BLBI dari Bank Indonesia. Penerima dana justru adalah entitas bernama Centris International Bank, sebuah "rekening jenis individual" yang tidak dikenal secara resmi dalam sistem perbankan nasional[^1].

Kedua, audit BPK tahun 2006 yang mengevaluasi pelaksanaan tugas BPPN dalam menyelesaikan kasus-kasus PKPS (Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham). Dalam laporan ini, Bank Centris tidak masuk dalam daftar bank yang ditangani BPPN. Bank Centris Internasional telah dialihkan penanganannya ke Kejaksaan Agung, dan menunggu proses di Mahkamah Agung. Hal ini semakin diperkuat oleh fakta Bank Centris Internasional tidak pernah menandatangani APU, MSAA, atau MRNIA---dokumen hukum yang menjadi dasar penagihan negara dalam skema PKPS[^2].

Semua temuan tersebut telah dipaparkan dalam permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, ironisnya, hingga kini pemerintah melalui KPKNL Jakarta, masih tetap melanjutkan penagihan dan penyitaan bahkan pelelangan, seolah audit BPK tidak memiliki kekuatan hukum apa pun.

Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi 

Di sinilah bahayanya. Bila Mahkamah Konstitusi mengabaikan audit BPK yang sah dan resmi, maka putusan MK nanti akan menjadi yurisprudensi berbahaya---bukan untuk memberantas korupsi, melainkan justru menjadi jalan keluar bagi pelaku korupsi yang cerdik. Mereka cukup menolak hasil audit BPK yang memberatkan, lalu membangun narasi sendiri tanpa dasar audit. 

Di luar itu, jika negara sendiri tidak menghormati auditnya, mengapa pelaku korupsi harus takut pada audit di masa depan? Apa jadinya sistem hukum jika lembaga auditor tertinggi negara tidak lagi dipercaya oleh otoritas negara itu sendiri?

Kasus Andri Tedjadharma adalah peringatan serius. Jika audit BPK tidak dihormati, maka siapapun juga bisa menjadi korban berikutnya. Negara hukum berubah menjadi negara tafsir, dan penyelesaian korupsi tidak lagi berbasis fakta, melainkan asumsi kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun