"Kenapa? Belum pernah melihat tangan sekasar ini?"Â
Aku diam, tetapi jemariku mengusap-usap bagian permukaan yang kapalan dengan perasaan yang tak bisa kujelaskan.Â
"Saya bekerja dengan tangan ini, Young Lady. Bekerja di puncak heli, mesin-mesin. What do you expect?"
"Jangan katakan itu lagi. Kamu sudah berkata itu kira-kira dua ratus kali," protesku.
"Is it? Siapa suruh menghitung! Sekarang kamu percaya yang saya katakan?"
Boarding. Suasana tenang di pesawat. Setiap orang mengurus diri sendiri. Pesawat akan melayang sekitar empat puluh menit ke depan. Aku melamun di sisi jendela. Langit gelap. Tampak di ujung sana setitik sinar merah, tanda pesawat lain sedang terbang di antara awan. Tiba-tiba Thiru menyentuh lenganku, aku menoleh, membiarkan dia meraih tanganku, mengangkatnya sampai ke bibir dan menghirup udara di sana.
"Bagaimana kita sampai ke hotel, Darling?"
Nah, itu lagi. Jantungku berdentum. Masalah-masalah harga akan belum selesai.Â
"Kita dijemput," kataku datar.
"Siapa yang jemput?"
"Petugas hotel."