Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kuota Haji Nganggur: Perlu Terobosan Regulasi

17 Agustus 2019   21:38 Diperbarui: 17 Agustus 2019   21:49 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (tengah). Dalam 4 tahun terakhir, ada 2.866 kuota haji yang nganggur. Yang tidak terpakai. Ini melemahkan diplomasi kita untuk minta tambahan kuota haji ke Arab Saudi. Padahal, Presiden Joko Widodo terus melakukan berbagai upaya diplomasi, agar kuota jamaah haji Indonesia menjadi 250 ribu jamaah per musim haji. Foto: detik.com

Ini respon untuk Dizzman, yang menulis Menyoal Kuota Haji yang Nganggur, yang merupakan tanggapan atas postingan saya Kuota Haji Nganggur, Kenapa Dibiarin? Semoga ini menambah pemahaman kita bersama.

Beragam Sebab Pembatalan

Terima kasih untuk Dizzman dan Kompasiana. Langsung saja, kuota haji nganggur pada tahun 2016, mencapai 759 kuota. Tahun 2017, ada 935 kuota. Tahun 2018, ada 648 kuota. Dan, pada tahun 2019, ada 524 kuota yang tak terpakai. Total dalam 4 tahun terakhir, ada 2.866 kuota haji yang nganggur. Yang tidak digunakan oleh Indonesia.

Jika menggunakan regulasi yang sekarang, tidak ada cara untuk meniadakan kuota haji nganggur, kecuali berdoa sekhusyuk-khusyuknya agar tidak ada seorang pun calon jamaah haji yang membatalkan diri. Menurut saya, potensi calon mengundurkan diri, pasti ada. Salah satunya, karena calon meninggal dunia. Bukan kah rezeki, maut, dan pertemuan adalah urusan Allah?

Memang, ada mekanisme yang mengatur: calon yang meninggal digantikan oleh ahli waris yang bersangkutan. Tapi, ahli waris itu seringkali tidak bisa segera disiapkan oleh keluarga calon yang meninggal. Apalagi jika calon meninggal di saat-saat menjelang keberangkatan. Akibatnya, kuota yang bersangkutan nganggur. Tidak terpakai.

Ada lagi pembatalan yang terjadi pada saat keberangkatan, karena tidak lolos screening kesehatan akhir. Misalnya, karena ketahuan hamil atau sakit berat. Alasan pembatalan lainnya, karena ada urusan kantor dan karena merasa belum siap pergi haji tahun ini, mereka menunda tahun depan. Intinya, ada beragam alasan pembatalan yang dikemukakan calon jamaah haji.

Sekali lagi, jika menggunakan regulasi yang sekarang, itu tak kan mampu mengatasi kuota haji nganggur. Kenapa? Karena, regulasi yang ada, tidak cukup lengkap mengatur respons terhadap berbagai sebab pembatalan, yang dari tahun ke tahun kian beragam. Faktor regulasi itulah yang menjadi sebab utama terjadinya kuota haji nganggur.

Untuk diketahui, acuan regulasi sebelumnya adalah UU No 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Kemudian diperbarui dengan Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang disahkan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Kamis (28/03/2019). Pengesahan tersebut, setelah ada kesepakatan bersama antara Pemerintah dan Komisi VIII DPR RI.

Kuota Nganggur Tak Diatur    

Perlu kita cermati, proses pembaruan Undang-undang tersebut, sudah berlangsung sejak tahun 2016 dan baru disahkan tahun 2019. Ini setidaknya menjadi penanda tentang betapa alotnya perdebatan di Kompleks Parlemen tersebut. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin juga mengakui, dinamika pembahasan RUU hingga disahkan menjadi UU, cukup alot.

Ada 12 poin penting yang diatur dalam Undang-undang yang baru tersebut, yang tidak diatur di Undang-undang yang lama. Itu dikemukakan Ali Taher Parasong, Ketua Komisi VIII DPR, saat membacakan laporan di depan seluruh peserta rapat paripurna. Saya menelusuri sejumlah pemberitaan terkait hal tersebut. Dan, saya tidak menemukan poin kuota haji nganggur di 12 poin penting tersebut.     

Maksudnya, tidak ada aturan yang menyebutkan, apa yang harus dilakukan Kementerian Agama selaku penyelenggara haji, jika ada kuota haji yang tidak terpakai. Karena itulah di tulisan saya Kuota Haji Nganggur, Kenapa Dibiarin? saya pertanyakan, kenapa dibiarin? Padahal, kuota haji nganggur itu ada setiap tahun. Total dalam 4 tahun terakhir, ada 2.866 kuota haji yang nganggur. Yang tidak digunakan oleh Indonesia.

Makanya, di tulisan terdahulu, saya sarankan, perlu terobosan strategis. Dengan aturan yang ada saat ini, memang sulit sekali mengatasi kuota haji nganggur. Saya sepakat dengan Lukman Hakim Saifuddin. Tapi, itu bukan berarti tidak bisa diatasi. Bukan berarti tidak ada solusi.

Salah satunya, dengan cara menciptakan regulasi. Bisa regulasi baru, bisa pula dengan merevisi regulasi yang sudah ada. Terobosan regulasi harus dilakukan, agar kuota yang tersedia terserap 100 persen. Nah, dengan tidak adanya aturan tentang kuota haji nganggur di 12 poin penting tersebut, menurut saya, Kementerian Agama dan DPR abai tentang hal itu.

Padahal, kuota haji nganggur selalu terjadi tiap tahun. Masak sih dibiarin begitu saja? Masak sih Kementerian Agama dan DPR tidak berupaya mencari solusinya? Kementerian Agama dan DPR harus menyadari, bahwa terjadinya kuota haji nganggur tiap tahun, bisa memperlemah diplomasi kita ke pemerintah Arab Saudi. Bukan kah kita terus berusaha meminta tambahan kuota haji?

Kuncinya Antisipasi Regulasi 

Dizzman dalam Menyoal Kuota Haji yang Nganggur menyebut, kuota kosong per kloter hanya satu orang berbanding 393 jemaah. Artinya, jumlah kuota kosong tersebut sangatlah kecil presentasenya dibandingkan yang berangkat. Apalagi bila dibandingkan dengan total jemaah yang berjumlah 213 ribu orang, tentu sangat-sangat kecil, hanya 0,24 persen saja, jauh dari margin error 1-3 persen alias masih dalam batas wajar.

Hal senada juga dikemukakan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pada Selasa (06/08/2019) malam waktu Makkah. Saya tidak sepakat dengan argumen tersebut. Menurut saya, bagaimana kita menilai masih dalam batas wajar, lha tentang kuota haji nganggur saja tidak dibahas kok? Tidak dibicarakan oleh Kementerian Agama dan DPR. Tidak dibuat pengaturannya.

Saya tidak mau menuduh Kementerian Agama dan DPR tidak peduli tentang kuota haji nganggur, karena tidak punya cukup bukti tentang itu. Tapi, saya peduli pada keberlangsungan pelaksanaan ibadah haji. Saya peduli pada diplomasi kita ke Arab Saudi, untuk meminta tambahan kuota haji. Saya peduli pada Presiden Joko Widodo yang terus melakukan berbagai upaya diplomasi, agar kuota jamaah haji Indonesia menjadi 250 ribu jamaah per musim haji.

Terjadinya kuota haji nganggur tiap tahun, tidak adanya pengaturan terhadap hal tersebut, tidak pantas dilindungi dengan argumen margin error. Di era digital kini, tingkat presisi harus tinggi, harus maksimal. Sesuatu yang seharusnya bisa diantisipasi sejak awal ya harus diantisipasi. Dengan antisipasi regulasi, misalnya. Menurut saya, Kementerian Agama dan DPR belum maksimal menyikapi kuota haji nganggur tersebut.

Ini link tulisan saya terdahulu Kuota Haji Nganggur, Kenapa Dibiarin?
Ini link tulisan Dizzman Menyoal Kuota Haji yang Nganggur

isson khairul --dailyquest.data@gmail.com

Jakarta, 17 Agustus 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun