29 April 2013: Kejaksaan Agung menetapkan Susno sebagai buronan, setelah sehari sebelumnya tidak menemukan Susno di dua rumahnya di Wijaya dan Cilandak (Jalan Wijaya X No 1, Jakarta Selatan; Jalan Abuserin No 2b Cilandak, Fatmawati, Jakarta Selatan).
30 April 2013: Pengacara Yusril Ihza Mahendra menayangkan artikel di Kompasiana berjudul "Mengapa Kejaksaan Tidak Konsisten?". Dia mengkritik kejaksaan yang membatalkan putusan PK Mahkamah Afung karena tidak karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 197 ayat 1 huruf d KUHAP. "Kalau Putusan Tommy Suharto tidak mememuhi ketentuan Pasal 197 ayat (2) huruf d, sementara Putusan Susno tidak memenuhi ketentuan yang sama huruf k KUHAP, yang menurut PS 197 ayat 2 sama-sama batal demi hukum," tulisnya.
1 Mei 2013: Kabiro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Ridwan Mansyur menerangkan, penolakan kasasi oleh MA dapat dimaknai bahwa Kejaksaan harus melaksanakan Putusan Pengadilan Tinggi. Sementara mantan Ketua Mahkamah Agung Harifin Andi Tumpa menandaskan, tidak dicantumkannya Pasal 197 ayat 1 huruf (k) tidak membuat putusan cacat hukum karena pasal itu bersifat alternatif, artinya tidak mutlak dan sifatnya pesistis.
2 Mei 2013: Susno menyerahkan diri dan dijemput oleh tim kejaksaan yang ditunjuk Jaksa Agung Basrief Arief secara diam-diam (karena waktu itu Kejagung dan Polri masih memburunya sebagai buronan). Dia lalu dijebloskan ke LP Cibinong Klas II B, persis seperti permintaan yang disampaikan kuasa hukum keluarganya kepada Jaksa Agung, beberapa jam sebelumnya. Kuasa Hukum Susno mengatakan akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
3 Mei 2013: Presiden SBY angkat bicara. Dia meminta kasus Susno ditangani secara profesional dan proporsional sesuai dengan asas hukum yang berlaku. Sementara itu, Yusril Ihza Mahendra menilai langkah Susno menyerahkan diri untuk dieksekusi tidak menunjukkan dirinya bersalah. Dia menyerahkan diri karena berhadapan dengan kekuasaan dan pembentukan opini luar biasa yang menyalahkannya. Pada hari yang sama, KPU memastikan akan mencoret caleg dari Partai Bulan Bintang ini dari daftar caleg 2014.
Lantas, apakah lakon sang jenderal akan berakhir dengan penahanan? Tentu tidak, karena pihak Susno masih akan menempuh jalur hukum berikutnya: Peninjauan Kembali (PK).
Catatan:
Dalam sebuah wawancara eksklusif bersama KOMPAS.com dan KOMPAS TV, 6 Desember 2012, Susno Duadji menjelaskan kembali soal istilah Cicak dan Buaya: "Itu kan sudah berkali-berkali saya jelaskan bukan cicak versus buaya dalam statement resmi saya. Ada semacam pembelokan. Waktu itu memperbandingkan alat sadap. KPK baru beli alat sadap, Polri sudah punya alat sadap. Ditanya, sehebat apa alat sadap Polri dan KPK? Saya bilang, saya itu enggak tahu kekuatannya berapa. Tapi, kebetulan di akuarium (di ruang kerja Kabareskrim) itu ada cicak. Saya bilang kalau diumpamakan binatang kayak cicak dan buaya. Tapi akhirnya menjadilah polisi itu buaya, cicak itu KPK."
Kronologi lengkap lainnya: