Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Pembubaran OJK atau Pertegas Sanksi bila Tak Mampu Mengawasi LJK

23 Januari 2020   15:30 Diperbarui: 25 Januari 2020   09:58 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mencuatnya kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) membuat anggota DPR mengusulkan agar OJK dibubarkan| Sumber foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra

Respon DPR atas kasus yang melilit beberapa perusahaan asuransi, terbilang keras. Bahkan sampai ada suara yang meminta agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas dibubarkan saja.

Membubarkan OJK tampaknya belum menjadi kesimpulan DPR. Tapi ancaman yang disampaikan Wakil Ketua Komisi XI Eriko Sotarduga, Selasa (21/1/2020) itu bukan mustahil terwujud, bila OJK tidak memperbaiki kinerjanya.

Memang menjadi pertanyaan seberapa sering dan seberapa dalam OJK memelototi Jiwasraya atau perusahaan lain yang punya kasus serupa, sehingga akhirnya meledak saat kerugian sudah demikian besar.

Bukankah memadamkan api akan lebih gampang sewaktu kecil. Jika api sudah terlanjur membesar, tindakan yang dilakukan hanya tinggal menyelamatkan barang yang masih sempat dikeluarkan.

Perlu diingat, OJK terbentuk karena amanah perundang-undangan yang tentu juga melibatkan DPR. Adalah UU Nomor 21 tahun 2011 yang mendasari kelahiran OJK.

Jauh sebelum ada OJK, juga banyak muncul kasus. Saat Bank Indonesia (BI) menjadi lembaga yang berwenang mengawasi semua bank, betapa banyak bank yang bangkrut. 

Masih segar dalam ingatan kita tentang krisis moneter 1998 yang memakan korban sejumlah bank yang harus dilikuidasi. Tentu juga amat banyak nasabah yang tidak bisa mencairkan uang yang disimpannya di bank-bank yang collapse tersebut, mengingat ketika itu belum ada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Tapi bila kita fokus membicarakan perusahaan asuransi karena sekarang yang lagi hot adalah kasus Jiwasraya, Bumiputera, dan diduga juga melanda Asabri dan Taspen, dulu pengawasnya bukan di bawah BI. Departemen Keuangan lah yang dulu punya kewenangan.

Nah, OJK terbentuk sekaligus untuk menghimpun pengawasan atas semua Lembaga Jasa Keuangan (LJK), baik berupa bank, asuransi, multi finance dan LJK lainnya, termasuk yang marak sekarang ini, perusahaan teknologi finansial yang antara lain menyediakan pinjaman online.

Memang dengan bertubi-tubinya perusahaan asuransi yang mengalami kerugian besar, agak sulit memakai alasan kalau OJK kecolongan.

Kemungkinan besar terdapat kelemahan yang signifikan dalam pelaksanaan pengawasan oleh OJK, sehingga terkesan kualitas pengawasannya masih terbilang rendah.

Maka bila terbukti OJK lalai, bukan OJK yang harus dibubarkan. Justru sebaiknya makin dipertegas wewenang dan tanggung jawabnya, antara lain dengan sistem reward dan punishment yang jelas dan dilaksanakan secara tegas. 

Soalnya selama ini tidak terdengar berita adanya pejabat OJK yang menerima sanksi bila tidak mampu melakukan pengawasan, yang antara lain indikatornya adalah masih terjadinya LJK yang tertimpa kasus besar.

Pun kalau personil OJK dinilai tidak mampu dalam melakukan pengawasan, juga bukan pembubaran yang menjadi solusi. Memperbanyak pelatihan atau melakukan rekrutmen baru dengan sasaran para auditor berpengalaman, mungkin bisa menjadi jawaban.

Bayangkan, Kantor Akuntan Publik (KAP) saja sudah banyak yang dihukum, seperti yang menimpa KAP yang mengaudit Laporan Keuangan Garuda Indonesia tahun 2018.

Ketika itu Garuda Indonesia yang seharusnya merugi, bisa "disulap" jadi memperoleh laba. Untung hal ini ketahuan, sehingga laporan keuangannya harus dikoreksi dan KAP-nya mendapat sanksi.

Jadi, bila auditor KAP bisa terkena sanksi, kenapa auditor OJK tidak? Tentu bukan dalam kasus Garuda, karena Garuda bukan LJK dan karenanya tidak diawasi OJK.

Pertanyaannya, lembaga mana yang berwenang menjatuhkan sanksi bagi OJK, mengingat statusnya sebagai lembaga independen? Ini yang menjadi pekerjaan rumah buat DPR.

Yang jelas DPR memegang peranan kunci atas kelancaran operasional OJK, karena anggaran tahunan OJK memerlukan persetujuan DPR. Bila DPR tidak puas dengan kinerja OJK, bisa berbuntut terkendalanya pembahasan anggaran tahunan OJK.

Dok. Tempo.co
Dok. Tempo.co
OJK sendiri dalam membiayai operasionalnya, antara lain berasal dari iuran semua LJK. Jadi polanya mirip dengan KAP yang dibayar oleh perusahaan yang diauditnya. 

Hanya saja bila KAP dibayar sesuai kontrak setelah negosiasi harga, iuran tahunan LJK sudah ditetapkan besarnya 0,045 persen dari total aset masing-masing LJK.

OJK juga mendapat penerimaan tambahan dari denda yang dijatuhkannya pada LJK yang terlambat menyampaikan laporan atau yang laporannya tidak akurat. Wajar juga jika OJK sering mendenda LJK, sesekali OJK-nya yang didenda bila melakukan kesalahan.

Kembali ke soal tuntutan pembubaran OJK, sekadar informasi, tuntutan agar OJK dibubarkan bukan kali ini saja. Tempo.co (15/8/2019) pernah memberitakan aksi unjuk rasa dari massa yang tergabung dalam Gerakan Bela Korban Pinjaman Online. 

Massa meminta OJK dibubarkan karena dinilai tidak menjalankan tugasnya dengan baik sebagai regulator dan juga sebagai pengawas.

Tapi terkait pengawasan terhadap perusahaan asuransi, ada berita terbaru seperti yang dimuat harian Kompas (23/1/2020). Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan pihaknya akan mereformasi industri keuangan nonbank (IKNB), termasuk asuransi.

Tiga fokus utama OJK dalam melakukan reformasi IKNB adalah penguatan pengawasan berbasis risiko yang meliputi aspek kehati-hatian dan tata kelola manajemen risiko, reformasi institusional yang meliputi penetapan status pengawasan, serta reformasi infrastruktur yang meliputi sistem informasi dan pelaporan kepada OJK.

Semoga reformasi di atas bisa berjalan dengan baik sehingga kepercayaan masyarakat kepada perusahaan asuransi kembali pulih. Sekaligus pulih pula kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan OJK dalam mengawasi LJK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun