Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

[Resensi] Mengenal Tradisi Upacara Rambu Solo dari "Puya ke Puya"

13 Oktober 2021   07:00 Diperbarui: 13 Oktober 2021   07:02 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebetulnya ada banyak moral yang bisa dipetik dari cerita yang ditulis dengan sangat menarik oleh Faisal Oddang ini. Tapi menurut saya ada 3 pelajaran penting yang bisa kita renungkan, yakni:

Perlunya Memandang Adat Istiadat secara Objektif

Sebagai masyarakat Indonesia yang hidup di tengah keberagaman budaya, sudah sepatutnya kita mempertahankan dan melestarikan adat istiadat dan budaya suku kita. Karena bagaimanapun, hal itulah yang akan menjadi identitas kita dimanapun kita berada.

Namun demikian, ada kalanya kita terbentur dengan biaya maupun hal-hal yang berkaitan dengan kepraktisan, sehingga pelaksanaan adat tertentu dianggap sudah tidak lagi sesuai dengan kondisi di masa sekarang.

Kebimbangan dan kemarahan tokoh Allu akibat tradisi Rambu Solo dalam buku ini, mengingatkan tradisi budaya suku saya sendiri.

Sebagai Boru Batak, saya sudah sering melihat fenomena yang mirip dengan kondisi yang dikisahkan dalam buku ini. Prosesi adat yang tidak praktis dan memakan waktu berjam-jam, bahkan berhari-hari, otomatis akan membuat biaya yang ditanggung semakin besar. Belum lagi masih adanya sebagian orang yang mengedepankan gengsi dalam pelaksanaan adat, supaya disanjung orang lain. Yah yang bikin mahal bukan adatnya, tapi gengsinya kan?

Lalu bagaimana jalan keluarnya? Tak lain tak bukan adalah musyawarah dan kerendahan hati untuk berlapang dada. Dalam penyelenggaraan adat, sudah sepatutnya kita berunding dengan keluarga dan pihak-pihak yang berkepentingan, dengan tetap mempertimbangkan kondisi ekonomi, waktu, dan kepraktisan, namun tanpa menghilangkan esensi suatu tradisi. Dan pastinya semua pihak tidak boleh mengedepankan egonya masing-masing hanya demi gengsi, supaya tercapai win-win solution.

Pertimbangan matang sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan besar

Dalam buku ini, saya melihat tokoh Allu sangat tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Pertemuannya kembali dengan Malena membuat Allu sangat emosional karena takut kehilangan gadis yang dicintainya.

Penyelenggaraan Rambu Solo dan acara pernikahan sama-sama merupakan momen yang dalam pelaksanaannya harus dirundingkan dengan masak oleh seluruh pihak keluarga. Acara besar yang diselenggarakan secara tergesa-gesa berpotensi menemui hambatan. Entah besar atau kecil.

Oleh sebab itu, ada baiknya kita tidak mengambil keputusan secara tergesa-gesa apalagi dalam kondisi emosional untuk suatu hal yang penting dan menyangkut orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun