Mohon tunggu...
M. Irham Jauhari
M. Irham Jauhari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Pendiri Terapifobia.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Kamu Tidak Sehebat Itu

9 Maret 2023   00:20 Diperbarui: 9 Maret 2023   00:25 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Mario MB PHOTO'graphie (pexels.com)

Kamu berteriak seolah kamu yang paling benar. Telingamu hanya mendengar perkataanmu sendiri. Kau berbicara bagaikan kamu sedang bermimpi.

"Bangun, bangun...!"

Kamu bangun pagi menunggu matahari tepat di atas kepala. Kau mendongak dan tak melihat apa-apa.

Sebenarnya apa yang kamu cari. Apakah cinta. Tetapi dari gerak-gerik tubuhmu. Kamu sedang gelisah.

Wajahmu tertawa tapi pandangan matamu menunduk. Kamu berjalan tegak sedangkan hatimu remuk.

Kamu tampil terlalu percaya diri. Tetapi kamu sendiri tidak percaya kata-katamu sendiri.

Apa jadinya dunia ini, jika semua orang sepertimu. Oh aku lupa, ternyata tidak sedikit orang sepertimu. 

***

Sambil memandang Aldo berjalan menjauh darinya. Rina bergumam tak tentu arah.

Aldo, sahabat masa kecilnya sampai lulus sarjana. 

Rina lebih suka menjadi sastrawati. Orang yang bermain dengan kebenaran. Memasak kata-kata sampai matang. Ia membenci politikus. Karena politik itu kotor, keji dan tak punya nurani.

Politik adalah alat merampok rakyat. Itulah keyakinan Rina. Terlahir dan besar di keluarga politikus. Ia paham betul masalah orang-orang pengejar kekuasaan.

Ilmu strategi politik sudah menjadi bagian dari hidupnya. Bahkan sejak ia belum terlahir ke dunia. 

Takdir membawanya berkenalan dan tenggelam dalam sari pati kehidupan politikus. Ia makan dari hasil pekerjaan seorang politikus. Ia minum dari ibu yang menjadi istri setia seorang politikus.

Bagi Rina, politikus adalah pembohong.

***

"Aku ingin menikahimu. Aku selama ini memendam perasaan ini kepadamu. Sejak duduk di bangku SMP. Aku tidak pernah bisa mencintai orang lain."

Itulah perkataan Aldo kepada Rina. Sebelum Aldo berjalan membelakangi Rina.

Rina tak menjawab sepatah pun kata. Antara tidak percaya. Ingin Ia tertawa terbahak-bahak. Namun melihat ekspresi Aldo yang tampak bersungguh-sungguh. Rina tak sampai hati mentertawakan Aldo.

***

Masalahnya sebenarnya sederhana. Hari ini Rina akan berangkat ke Paris untuk mengejar S2 Bidang Seni Sastra. Aldo mengantar Rina sampai ke Bandara.

Beberapa saat sebelum Rina naik ke pesawat. Aldo tiba-tiba mengatakan hal yang musykil itu.

"Ahhh perjalanan kali ini menyedihkan" gumam Rina dalam hati. Lalu mengetik di medsos, update status.

Baru beberapa detik Aldo sudah muncul di nomor satu orang yang melihat status itu. Buru-buru Rina menghapus statusnya.

***

Layar telepon pintar itu sekarang tampak tidak asyik lagi. Sampai ketika perjalanan di udara sudah boleh menggunakan gawai. Muncul notifikasi. 

Sebuah pesan singkat dari Aldo.

"Aku harap kamu tidak terlalu lama membuang-buang waktu." Begitulah pesan Aldo.

Rina hanya mengangguk pelan.

***

Telepon pintar semakin terlihat membosankan. Kini Ia tidak punya alasan lagi untuk tetap memegang telepon pintarnya.

Ia lalu menggambar bebas di buku sketsanya. Setelah puas. Ia mengarang puisi bebas.

***

Setiap tanya akan melahirkan jawaban.

Meski tak selalu berupa kata-kata.

Pancaran pandangan pun jawab.

Namun pasti kau tak tau artinya.

Karena kamu bukan cenayang.

***

Usianya memang sudah hampir berkepala tiga. Tapi berkeluarga bukanlah satu-satunya hal yang bisa membuat seorang manusia menjadi bahagia. Begitulah pikirnya.

Pendidikan akan membuat seorang manusia bahagia secara konstan dari waktu ke waktu. Tanpa pendidikan seorang manusia akan selalu gelisah gundah merana. Lalu menciptakan kata-kata yang hanya terdengar hebat. 

Rina sudah tahu jawabannya. Tapi Ia seperti harus memiliki hidup atau mati. Aldo membuat perjalanan menuju Kota Cinta ini menjadi suram.

***

"Aku bisa membuatmu, jatuh cinta kepadaku meski kau tak cinta, kepadaku..."

"Beri sedikit waktu, biar cinta datang karena terbiasa...!!!"

Momen ini membuatnya mengingat sebuah lagu Dewa 19 yang sering Ia nyanyikan bersama Aldo yang sama-sama penggemar Dewa 19.

***

Tujuh belas jam tiga puluh menit perjalanan pesawat. Itulah jarak antara Aldo dan Rina.

Namun sejak menginjakkan kaki di tanah Paris. Ingatan tentang Aldo selalu menjadi bayang-bayang yang tidak menyenangkan.

***

Tanpa sekalipun mengabari Aldo. Waktu telah berjalan tujuh belas hari dan tiga puluh menit. 

Rina sudah tidak tahan. Mimpi-mimpi buruknya selalu tentang Aldo. 

Kali ini Ia insomnia dan hanya memikirkan Aldo. Memikirkan bagaimana cara mengatakan isi hatinya kepada Aldo.

Untuk itu Ia melatih dengan berbicara di depan cermin sambil memegang telepon pintar yang ditempelkan ke telinga.

Ia berlatih sampai pagi.

***

Setelah Ia sudah merasa cukup berlatih. Ia memegang telepon genggamnya dengan kedua tangan. 

Rina mencari kontak Aldo. 

"Maaf."

***

Tak sampai hati Ia mengatakan lewat panggilan telepon. Apalagi video call. Sepatah kata itu telah berhasil menjelaskan semuanya tanpa perlu menjelaskan semuanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun