Mohon tunggu...
Irfan Suparman
Irfan Suparman Mohon Tunggu... Penulis - Fresh Graduate of International Law

Seorang lulusan Hukum yang hobi membaca dan menulis. Topik yang biasa ditulis biasanya tentang Hukum, Politik, Ekonomi, Sains, Filsafat, Seni dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dunia Kotanya Kita

21 Juni 2020   15:43 Diperbarui: 21 Juni 2020   15:45 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di waktu matahari menuju tempat tenggelamnya, awan mulai menyemburat emas. Rona jingganya terkaca-kaca disisi gedung bertingkat. Nuansa letih dan frustasi penuh harapan terdengar lewat dentuman klakson kendaraan. Di tengah gemuruh klakson jalan raya, suara alunan adzan maghrib. Terdengar sedikit meredamkan suasana muaknya kota. 

Namun di sudut kota itu, di bawah jalan layang seorang gadis, penjual koran nampak terlihat bahagia sambil menikmati roti. Ada juga seorang anak laki-laki yang mengetuk sebuah kaca mobil -- dan beberapa anak lainnya bergerombol dengan pakaian lusuh. Ada juga orang tua renta bersandar di tembok bawah jembatan itu. Banyak tulisan di tembok itu, yang paling jelas dan terbaca adalah "DPR ANJING". 

Mungkin itu baru dibuat tadi malam, karena biasanya tulisan yang seperti itu lebih cepat hilang daripada "Joni Love Dina" atau "Rojali Sayang Rere". Lampu merah berubah menjadi hijau, klakson kendaraan mulai semakin membombardir jalan raya itu, pekingnya jadi penyejuk orang kolong itu, tak kuasa -- aku pun ikut memencet klakson karena bis di depanku berhenti mendadak. Setelah itu tujuanku adalah hanya pulang dan tidur.

Meliuk-liuk dijalanan kota dalam senja dengan motor supra. Debu jalanan melebur di muka. Akulah pengendara jalan raya. Dari kota yang penuh derita senja yang ku ceritakan menyisakan rona jingga yang dibaur merah muda dan sedikit violet meremang bersama gelapnya malam. Berkendara sambil melihat jalan raya adalah pemandangan indah. 

Di kota besar seperti kota ku ini, pemandangan waktu senja adalah pemandangan yang penuh nuansa frustasi, letih, dan spiritual. Para pengendara suka iba melihat orang yang mengadu nasib pada jalan raya padahal belum tentu mereka lebih bahagia. Senyum sapa dari satpam penjaga perumahanku diberikan guna melanggengkan silaturahmi tetap terjaga.

"Baru pulang, Don..."

"Iya, nih. Banyak kerjaan." Sambil motor melewati polisi tidur dengan helm sedikit kacanya diangkat dan menoleh kearah satpam, seketika melewati polisi tidur itu kaca helmku jatuh. Suara bising motor belum diservice seperti suara kecrekan ketika melewati polisi tidur. Entah mengapa namanya polisi tidur.

Sesampainya di kontrakan, benar saja. Setelah mandi untuk menyegarkan diri yang tersisa hanya indomie. Indomie kuah dan telur aku jadikan menu yang paling logis aku makan malam ini. Namun sayang disayang, gas elpiji baru saja habis. Untung aku masih punya penanak nasi yang bisa aku jadikan alternatif. 

Sedikit agak lama menunggu, makanlah aku dengan penuh rasa syukur. Dari pengendara jaln raya menuju pengelana mimpi. Ku putuskan tidur karena rasa kantuk yang berlebihan dari pikiran, memutuskan aku agar tidur jam sembilan malam.

***

Alarm dengan musik aliran death metal membangunkan pagiku. Setelah ku lihat androidku, hari ini adalah hari libur. Hampir setiap hari, aku dibangunkan dengan musik seperti ini. Tidak kenal hari, pokoknya bangun pagi. Ku matikan alarm dan kulanjutkan tidur. Baru lima menit saja ku tinggal tidur, alarm sialan itu bunyi lagi. Kali ini aku benar-benar bangun. Beginilah hidup membujang, makan sendiri, tidur sendiri, dibangunkan pun sendiri. Ini hanyalah upaya untuk menjadi mandiri.

Aku ambil handuk dan gayung yang berisi alat mandi. Didalamnya ada sabun batang, sikat gigi, pasta gigi dan sampo. Setelah mengantri dua kali, yang satu mandi dan yang satunya buang air besar. Sial, kamar mandi ini bau rokok. Tapi itulah resiko kalau mandi bekas orang BAB apalagi habis merokok namun aku sudah tidak peduli. 

Tujuanku hanyalah mandi, untunglah kamar mandi umum ini airnya selalu mengalir deras jadi aku bisa mandi dengan boros. Sial, sampo aku sudah keluar. Aku masukan air kedalamnya, isinya hanya sisa busah yang sedikit yang lebih mirip air. Segar rasanya setelah mandi, hari liburku aku mulai dengan jam delapan pagi.

***

"Beli..."

"Beli..."

"Mana sih yang punya warung?"

"Beli.."

"Bentar, ya..." terdengar suara dari dalam rumah si pemilik warung.

Kenapa pemilik warung rumahan selalu meninggalkan barang jualannya, padahal aku atau orang lain bisa saja mencuri. Di kota besar ini selain tempat mengadu nasib, kota juga bisa membuka jalan pada kriminalitas. Jadi bisa disimpulkan, tuh -- kalau kota juga memiliki kriminogen. 

Tapi pikiran jahatku selalu gagal karena aku orang baik. Karena sekali saja aku berbuat jahat, orang bisa habis-habisan memukulku sebelum akhirnya aku di kantor polisi. Bukan karena soal apa, tapi ini karena pelampiasan penegak hukum yang loyo-loyo. Akhirnya, perasaan itu dilampiaskan ke maling kecil deh.

"Beli apa, Don?"

"Anu, Beli... Indomienya satu, terus... sama itu deh, em.. Telor satu sama berasnya setengah liter ya.. biasa hehehe akhir bulan."

"Alah alesan bae lu, Don. Emang dasarnya kagak gableg duitkan. Ngirit lu mah, ngirit. Biar kata gaji lu sepuluh juta juga, lu, paling beli berasnye seliter."

"Ya.. namanya juga orang, emang ngape si.. repot amat."

"Ya, elu mah dibawa serius aje. Nih"

"Berape, mpok?"

"elah pake ditanya, duit lu udah ngepas itu."

"hehehe, kek, gak kenal aja mpok."

"Elu, udah tau belom?"

"Apaan, mpok?"

"Si Udin anaknya ketangkep polisi noh."

"gara-gara pada minum obat, noh. Obat apaan kali, ah. Ada-ada aja anak-anak sekarang pada bangor, ya." Lanjutnnya.

"Waduh. Kasian ya. Mana masih sekolah. Yaudah, mpok. Mau masak dulu." Responku ingin cepat-cepat pergi karena sudah lapar.

"Iya udah, jangan bawa cewek lu ke kontrakan. Ntar kayak si Ono, noh. Digrebek."

"Iya..." sambil meninggalkan warung dan berjalan menuju kontrakan.

***

Siang terik, baju-baju sehari-hari aku jemur. Sambil masih membilas baju kantor. Siang begitu panas di kota besar. Efek rumah kacanya semakin menembus lapisan ozon sehingga bumi ini semakin panas. Modernisme merusak ini semua. Omong kosong apa tentang modernism, aku menikmatinya. Menjadi budak korporasi dan bermimpi jadi salah satu penguasanya. 

Di hari minggu begini, memang paling enak mengenang zaman kuliah. Sewaktu masih ikut organisasi jurnalistik mahasiswa, aku sering meliput mencari berita di hari minggu. Kadang datang ke galeri seni yang baru saja melangsungkan pameran. 

Kota besar seperti ini sangat asik membicarakan kesenian, apalagi realisme. Aku paling suka aliran itu. Oh, sial, baju kantorku jatuh. Aku harus membilasnya lagi. Aku harus berhadapan dengan pakaian jatuh karena jepitan baju sudah tidak kuat lagi untuk menjepi baju.

Duduk, bersandar di tembok kontrakan berpetak-petak yang berwarna hijau ini membuatku nyaman. Di depannya ada pemandangan jemuran para penghuni kontrakan, mulai dari mahasiswa sampai kelas pekerja dan yang berumah tangga. 

Tapi sayang, mahasiswa yang di kontrakan Mr. Jona, ini tidak pandai bergaul. Akhirnya, membuat aku berasumsi bahwa dia adalah mahasiswa kupu-kupu. Yang kalau di kelas paling aktif bertanya kepada dosen untuk tujuan mengejar nilai.

Ku nyalakan, rokok Dji Sam Soe. Sebuah buku Sepotong Senja Untuk Pacarku tidur dipahaku. Dendangan dari speaker bluetooth yang mengeluarkan suara merdu dari Band Rumah Sakit. Dia nyanyikan, indahnya duniawi, menyejukan hati. Di hari minggu begini, ngerokok, sedikit membaca tulisan romansa dan kopi hitam diseduh bahagia plus ditemani musik. 

Musik bagi aku adalah pemersatu jiwa yang meronta-ronta, apalagi saban hari harus bermuram durja karena kerja. Ngomong-ngomong aku hanya dapat jatah satu hari dalam seminggu. Kapitalisme sungguh menyerapku untuk sayang pada kerjaan dan melupakan duniawi. Tapi, buat apa libur dua hari, toh, siapa yang mau aku kencani di malam minggu.

***

Bangun-bangun sudah jam lima sore saja. Seperti manusia modern abad 21 pada umunya, mengecek hp-nya walau tidak ada yang istimewa. Mulai dari WA, IG, Twitter sampai Tinder tamat. Tapi, saat buka tinder aku berharap bertemu jodoh, tapi kenyataanya tidak ada satupun. Walau ada yang match, kadang aku tidak tertarik dan tidak memiliki suatu percakapan basa-basi untuk memulainya mengajak kencan.

Aku maunya, langsung mengajak bertemu langsung tanpa basa-basi. Toh, pada dasarnya kita mencari pasangan. Tapi banyak yang iseng main-main saja padahal sudah beristri atau punya pacar. Sungguh dunia ini kalau dihuni oleh orang yang begitu tidak akan pernah bisa bahagia hidupnya.

Sebelum kembali mandi, aku membeli sampo dulu di warung Mpok Nani. Sampo sachetan-an. Cukuplah untuk kebutuhan sampoan sampai hari rabu. Lagi pula harganya murah, terjangkau untuk semua kelas pekerja.

"Mpok, sampo, sunsilk."

"Kayak perempuan lu, ini ada clearman"

"Ini wanginya enak, Mpok."

Tak banyak cakapku dengan Mpok Nani. Dia warung terbaik yang pernah aku temui di alam raya ini. Karena bisa dihutang. Bagiku, warung yang bisa dihutang adalah warung baik. Tapi, warungnya Mpok Nani yang terbaik untuk jagat raya ini.

Ku segayung air, ku isi kepada semprotan. Lalu aku mulai menyemprotkan kaktus-katusku yang sudah tiga hari tidak aku siram. Setalah puas menyiram, aku bergegas mandi karena takut keburu banyak yang mengantri.

Kota besar bukanlah kebaikan tapi belum tentu kejahatan. Mpok Nani adalah salah satu kebaikan yang tertanam di kota besar beserta para peminjam hutang lainnya. 

Mpok Nani adalah penyelamat aku dikala lapar mewabah pikiran. Bagiku mesias sesungguhnya adalah para Mpok Nani yang memberi hutang tanpa pernah menagih dan selalu baik walau aku membayarnya kadang telat sampai hampir aku lupa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun