Mohon tunggu...
Ira Uly Wijaya
Ira Uly Wijaya Mohon Tunggu... Penulis

You not alone, Allah be with you

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Batas Jeneponto

15 Juli 2022   15:46 Diperbarui: 15 Juli 2022   15:56 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

oleh Ira Uly Wijaya

 "Bu bukankah sekarang ibu akan berobat ke rumah sakit?" Ucapku sembari merapikan tempat tidurku.

"Bukannya ini hari minggu Byeol? Kamu lupakah hari ini Joon Woo akan pergi ke Sulawesi. Apa tidak sebaiknya kamu ikut dengannya?"

"Ya Allah aku bukannya lupa bu. Ibu tahu sendirikan, ibu dan aku hanya berdua di sini. Kalau aku pergi terus bagaimana dengan ibu?"

Beberapa saat ibu terdiam. Ia menghampiriku dan duduk di sisi tempat tidurku di bagian kiri paling bawah. Diambilnya kain sarung yang berada di hadapannya. Lalu dilipatnya hingga aku pun sedikit resah dengan perilaku ibu yang diam saja. Ku sapa ibuku lagi dengan suara yang agak pelan.

"Ibu aku sudah pernah bilang dengan Joon Woo kalau aku tidak ingin ke sana. Dia emang teman dekatku yang baik padaku."

"Terus kenapa kamu ragu untuk pergi dengannya ke Sulawesi? Kalian tidak berdua aja kok berangkat ke sana. Galin, Malik, dan Hyura juga ikut kok."

Aku tersenyum saja seraya merapikan tempat tidurku.

"Byeol! Byeol!"

"Itukan Hyura," gumamku seraya meloncat dari tempat tidur.

Ibu ikut keluar kamar bersamaku. Kami menatap Hyura yang berdiri di ruang tamu. Wajahnya terlihat begitu bahagia. Kedua tangannya menggenggam tote bag dan buket bunga mawar kesukaanku. Dia menghampiriku dan memberikan bunga mawar itu padaku.

"Aku kan udah lewat ulang tahunnya Hyura. Kenapa kamu jadi romantis gini sih?"

"Nak Hyura silakan duduk dulu. Ibu akan bikinin kamu minuman dulu."

"Aku aja bu," ucapku seraya menaruh bunga itu di atas meja.

Hyura masih tersenyum. Dia seperti gadis remaja yang baru saja diberikan uang saku yang banyak. Pipinya yang merona itu makin membuatku resah. Entah apa yang mempengaruhinya. Sehingga pagi-pagi begini ia datang dengan membawa sebuket bunga favoritku.

Ku percepat langkahku memberikan teh hangat kepada hyura. Hyura terlihat begitu bahagia. Ia bicara dengan ibuku sampai terbahak-bahak. Tak pernah ku lihat momen langka ini sebelumnya. Biasanya sih ibu menonton Tv jam segini. Menonton acara favoritnya rumah Mamah Dedeh. 

"Eh Byeol kok kamu lama banget sih bikin tehnya. Cepat kamu duduk. Aku mau bilang sesuatu," ucap Hyura membenahi roknya.

"Kamu minum dulu Hyura. Nanti aja kamu ceritanya. Aku mau mandi dulu ni. gerah banget rasanya," ucapku sembari memberikan teh kepada Hyura.

"Duduk sebentar dulu kenapa sih? Kamu ini emang kebiasaan deh pergi di saat aku mau bicara."

"Pasti kamu bicara tentang aktivitasmukan hingga kamu sampai ke sini? Kamukan suka bicara begitu. Udah aku mandi dulu aja," ucapku datar.

"Eh byeol tunggu dulu!"

Aku tak peduli dengan ucapan Hyura. Aku tetap melangkah ke kamar mandi dengan perasaan yang biasa saja. Ku dengar Hyura agak sedikit kesal dengan sikapku setelah beberapa kali ia memanggilku.

"Jangan lama mandimu Byeol," teriak ibu.

"Bu bagaimana apakah si Byeol setuju?"

"Ibu rasa dia itu..."

Ibu menghentikan ucapannya. Dia menatap bunga mawar di atas meja. Sesekali ia melirik ke jam dinding. Hyura sampai mendehem menanti jawaban ibu. Aku yang masih berada di dapur, melihat gerak-gerik ibu yang penuh dengan kecemasan. Ku tarik napasku dan ku letakkan handupku di atas bahuku. Aku berjalan menghampiri ibu.

"Ibu aku minta maaf banget. Kali ini gak bisa dengar ucapan ibu."

 "Nak Hyura apa tidak sebaiknya kalian pergi saja sekarang?"

"Maksud ibu gimana?" Ucapku bingung.

"Byeol akan ikut bersama kalian. Kamu sekarang harus yakin bahwa Byeol adalah sahabat karibmu yang pantas untuk kamu bawa ke sana. Lagi pula kalian ramai dan biaya juga ditanggung oleh Joon Woo."

"Alhamdulillah benar sekali bu." 

"Kamu ganti baju aja sekarang juga byeol. Bajumu udah ibu siapin di tempat tidurmu."

"Ibu bilang apa sih. Aku gak mau ke sana bu. Aku gak bakal pergi. Titik," ucapku berlari ke kamarku.

***

"Kamu mikir apa lagi Joon Woo? Ayo cepat berkemas. Hari ini kamu dan Byeol akan tunangan," ujar Galin berdiri di hadapan Joon Woo.

 "Menurut aku ini bukan hanya tentang perjodohan. Ini juga sebagai penanaman modal dalam berbisnis. Kita semua akan tetap melanjutkan pendidikan S2 di Sulawesi Selatan. Sementara Joon Woo akan bekerja di sana. Ya emang ikatan kalian sudah ada nanti. Tapi kamu juga harus mikir kamu akan melakukan pekerjaan ke desa-desa di Sulawesi Selatan," ucap Malik.

"Wajar aja Joon Woo mengajak Byeol tunangan sekarang. Pekerjaan Joon Woo sebagai dokter sudah sangat menjanjikan. Bukan hanya itu. Kamu juga sudah sangat peduli dengan Byeol. Byeol tidak akan jauh dari kamu nanti dan hubungan kalian pun tak akan putus begitu saja. Benarkan Joon Woo?" Ucap Galih tersenyum.

"Kamu mikir pa sih Joon Woo? Bentar lagi jam Sembilan. Kita udah telat ni. Aku dengar Hyura juga udah nyampai ke rumah byeol," ucap Galih lagi dengan wajah yang berubah kesal.

"Apa kamu bilang? Aku lupa. Aku harus buru-buru ni. Aku gak mau Byeol menunggu lama,," ucap Joon Woo bergegas lari menuju pintu kamarnya.

"Eh kamu melupakan sesuatu. " ucap Galih menatap kearah jas Joon Woo.

"Oh iya jasku."

"Ini anak. Tas dia pun gak dia ingat."

"Kalian bawa aja entar ya. Aku duluan," teriak Joon Woo.

Badannya yang tinggi dengan langkah kaki yang besar membuatnya cepat sampai menuruni tangga. Ia meninggalkan kedua temannya begitu saja. Tanpa pikir panjang, ia melajukan mobilnya menuju arah rumahku. Sesampai di rumahku, Joon Woo berdiri agak lama di depan jendelaku. Ia mengatur irama napasnya yang masih terengah-engah. Rambutnya yang kering itu sekarang tampak basah akibat cucuran keringatnya. 

Beberapa menit kemudian Hyura menghampirinya. Mereka berdua masuk ke rumah. Ibu menyambut Joon Woo dengan hati berbunga. Joon woo makin terenyuh. Matanya masih memandang kearah kamarku yang berada di lantai dua. Aku yang baru saja selesai berias membuatku masih bertanya-tanya mengenai riasan dan penampilanku yang begitu anggun. Aku masih seperti berada dalam sebuah ilusi. Ku tatap dari kejauhan ibuku yang masih tersenyum-senyum melihat dan menantikan aku yang sedang menuruni tangga.

"Hyura coba lihat Byeol sangat cantik," ucap ibu menatapku dengan semangat.

Aku tersipu malu menatap Joon Woo yang tak berkedip melihatku. Pikirku mulai melayang. Bagiku ini pertama kalinya ada seorang laki-laki yang menatapku seperti ini. Awalnya sih aku hanya seorang perempuan sederhana dengan kaca mata bulat seperti pantat botol. Tapi sekarang aku seperti seorang Cinderella. Betapa indah pagi ini yang menyinariku yang kian terbang ke angkasa. Jantungku berdegup kencang dengan situasi sekarang.

"Nak Joon Woo bagaimana? Apakah kalian bisa berangkat sekarang?"

Joon woo masih terpaku menatapku. Aku bahkan sulit untuk berbicara padanya. Ia menatapku sangat lama. Hyura saja terus cengar-cengir menatap Joon Woo yang kelihatan mematung. Ibuku tak sanggup membuyarkan lamunan Joon Woo. Pada akhirnya Joon Woo tersadar ketika aku tak sengaja menginjak kakinya. 

"Aduh kok sakit banget sih," gumam Joon Woo menatap kakiku yang berada di atas kakinya.

"Ayo kita berangkat sekarang," ucap Hyura menggandeng tanganku.

"Ini kita mau kemana? Kenapa aku harus berpenampilan seperti ini sih?" Ucapku berontak ketika Hyura membawaku pergi.

Ibuku hanya tersenyum menatapku yang agak rewel. Sedangkan Joon woo berjalan di belakangku. Aku makin resah juga dengan semua yang terjadi. Di halaman rumah tampak olehku mobil Galin. Malik turun dari mobil Galin. Dia menghampiri Joon Woo tanpa menatapku.

"Ini ada apa sih? Apa yang mereka sembunyikan dariku? Katanya mau ke Sulawesi. Tapi kok ini malah seperti mau berpesta aja," gumamku seraya masuk ke mobil milik Hyura.

"Kamu jangan khawatir Byeol. Ibumu akan pergi bersama Joon Woo. Oh ya nanti kamu pasti bahagia. Aku rasa kamu akan terbangun dari mimpi indah ini. Maksudku semua akan menjadi nyata."

"Hyura kamu ini dari pertama datang ke rumahku terus saja main teka-teki. Ayo cepat kamu ceritakan sekarang. Kamu mau aku jadi orang penasaran seperti ini? Tega banget lihat aku jadi seperti orang bodoh."

"Yaelah sabar dong sahabatku," ucapnya sembari mengemudikan mobil dengan laju yang agak perlahan.

***

2 Tahun Kemudian

Mawar merah yang katanya lambang cinta. Katanya juga penuh dengan makna kasih sayang. Kini baru dapat aku kecup wanginya dan suci cintanya yang memudar. Bahkan di saat-saat terakhir pertemuan itu, aku harus rela bahwa dia bukan milikku. Aku pun sadar bahwa dia itu banyak kegiatan yang tak dapat ditinggalkan. Aku pikir sih dia itu hanya laki-laki remaja yang baru tumbuh menjadi laki-laki dewasa. Ternyata dia kini adalah calon imamku. 

Banyak kelopak yang harus gugur di saat tiada air dan udara yang datang berkunjung. Merah merona yang katanya adalah sebuah ujian baginya kini pun harus terkurung dalam sebuah bingkai kerinduan. Waktu bukan untuk disesali saja. Sekedar basa-basi dia terus bergurau tentang betapa besarnya cinta yang ia simpan di relung sukmanya. Hatiku bahkan berkata ini adalah ujian. Ujian yang akan mengkokohkan cinta kami.

"Byeol apakah kamu tidak ingin shopping atau nonton di bioskop?" Ucap Hyura menatapku yang terpaku di depan cermin.

"Hyura sampai kapan dia terus bekerja di Jeneponto? Aku inikan tunangannya. Aku pun juga butuh dirinya. Apakah aku tidak penting baginya?"

"Kamu bicara apa sih. Dia itukan dokter. Wajar aja dia gak hubungi kamu."

"Apa yang membuatmu merasa setenang ini Hyura? Apakah kamu masih punya teka-teki lain yang belum dipecahkan? Rahasia apa lagi yang belum aku ketahui. Awalnya sih aku pikir aku bakalan ke Sulawesi Selatan bareng sama kalian. Eh ternyata kalian malah merencanakan pertunanganku tanpa sepengetahuanku. Kamu, Galin, dan Malik melanjutkan pendidikan S2 kalian di sana. Aku bukannya iri dan marah. Aku hanya benci dengan situasi yang memenjarakan aku seperti ini," ucapku dengan suara lirih.

"Aku mungkin sahabatmu yang teramat menyebalkan bagimu Byeol. Tapi untuk sekarang ini aku harap kamu harus tabah. Aku sepakat dengan ide ini ya karena aku rasa ini rencana yang amat indah untuk hidupmu.

Air mataku menetes jatuh mengenai pipiku yang tirus. Ku sandarkan diriku di tembok dekat jendela. Ku raih ponselku yang berada di saku piyamaku. Ku tatap kota kecil di Sulawesi Selatan itu dengan hati teriris. Hyura mendekapku seraya berbisik padaku. Ia seperti hendak memberikan kode padaku.

"Arlojiku mulai berhenti ketika tetes air matamu mulai memainkan peran di rasa yang perih ini. Begitu rancu aku dalam sebuah kalimat cinta yang tak ku temui titik keberadaanmu sekarang ini."

Aku seperti terbius dengan puisi yang baru ku dengar itu. Itu adalah puisi Joon Woo tentang ketiadaannya apabila tak menemukan bahagianya. Ku genggam tangan Hyura dan memaksanya untuk bicara tentang kabar Joon Woo. Dia tak berkata apapun selain meneteskan air mata. Di depan pintu tampak olehku ibuku yang berjalan dengan wajah tertunduk.

"Nak yang sabar ya," ucap ibu dengan suara serak.

Aku masih belum mengerti dengan teka-teki ini. Hyura pun berkata "Joon Woo ingin membahagiakanmu dengan caranya. Dia bahkan rela jauh dari keluarganya itu untuk kamu Byeol. Dia ingin membeliin kamu rumah dan ingin kamu gak akan kekurangan apapun saat kalian menikah nanti."

"Tapi kenapa harus begini? Tanpa kabar dan rahasiain semuanya dari aku."

"Nak Joon Woo ingin kamu itu tidak cemas. Insyaalah besok dia akan kemari," ucap ibu tersenyum. 

"Tapi gak seorang diri. Dia akan datang dengan seseorang," ucap Hyura juga ikut tersenyum.

Kali ini aku hanya dapat mengingat ketika Joon Woo berkata bahwa aku adalah berlian di hidupnya. Ucapan itu masih terngiang di telinga dan pikiranku.

"Maukah kamu menikah denganku? Ucap Joon Woo sembari mengeluarkan kalung berlian Heart of the Ocean."

Kenangan itu masih hangat ku rasa. Seperti baru kemarin terjadi. Namun saat ini aku harus melupakannya. Dia sudah menemukan penggantiku.

"Kok malah murung gitu sih kamu Byeol. Calon imammu akan datang sama ibunya dan keluarga besarnya untuk nentuin tanggal pernikahan kalian," ucap Hyura sambil tertawa kegiran.

Aku tertawa mendengar ucapan Hyura dan merangkul ibuku. Ini bukan hanya kejutan saja. Aku bahkan merasakan ini seperti mimpi indah. Aku dan Joon Woo akan menikah. Setelah sekian lama menabung rindu. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun