Tak lama berselang, kabar getir datang. Hiroshi dan teman-temannya ditangkap. Kabar itu menyebar dengan cepat. Membuat semua orang di Kota Tsubaki mengumpat mereka.
Hari-hari berlalu Yumi makin pendiam dan tertutup. Mirei mendengar kabar itu dan menjumpainya di kelas Minato. Di luar kelas, Mirei menepuk lembut pundak Yori. Ia menganggukkan kepala dan mengusap kedua tangannya. Lalu membawanya masuk. Mereka menatap Yumi dengan iba.
"Yumi sayang!" Panggil Yori dengan nada lembut.
Yumi tidak menoleh. Perlahan mereka berjalan menghampirinya. Mereka sama-sama memegang tangan Yumi. Di sebelah kanan Yumi, Mirei mencium tangannya yang dingin. "Yumi, nak, katakan padaku apa yang kamu lihat di sana? Kenapa kamu sampai begini?"
Keheningan masih terjadi. Lalu Yori menggigit pelan bibir bawahnya. Wajahnya tertekan, alis matanya berkerut dan matanya sudah berkabut. Ia membuang wajahnya. Tak bisa menunjukkan air matanya yang teramat sakit melihat anak tunggalnya begitu.
Mirei mengulang perkataan Minato yang lalu. Katanya, "Yumi adalah gadis cantik ma. Dia sangat cantik di kota kecil Tsubaki ini. Setiap hari aku menantinya di Halte Akayashi. Menatapnya dengan sangat hormat. Bibirku tersenyum ketika bayangannya berdiri tegak bergandengan dengan bayanganku. Terkadang rambutnya tertiup angin hingga menyentuh wajahku, terkadang aku juga berkhayal membangun perahu rumah tangga bersamanya." Ungkap Mirei tak kuat menahan tangisnya.
Lalu melanjutkan lagi ungkapan hati Minato. Kali ini air mata Yumi jatuh. Tapi suaranya masih belum terdengar. Ibunya menoleh menatap Yumi yang sudah mengeluarkan ekspresi sedih. Biasanya hanya melihat wajah kosong tanpa napas kehidupan. Mirei melanjutkan lagi dengan suara bergetar, "Yumi selalu di Halte Akayashi pukul 06.30 Waktu TSubaki. Aku ingin bicara padanya, ma. Tapi aku selalu didahului oleh Hiroshi. Mungkin Hiroshi mencintainya ma. Makanya dia selalu ada di dekat Yumi. Ya mereka sangat dekat ma. Aku kadang gak bisa bicara karena Hiroshi dan teman-temannya selalu ada di sekeliling Yumi, Aku agak kecewa ma. Tapi aku yakin seiring waktu aku bakal bisa bicara dengan Yumi."
Saat Mirei hendak melanjutkan, Yumi menoleh. Bibirnya bergetar. Satu kata meluncur, "Minato..."
Mirei tersenyum, memeluknya dengan wajah basah oleh air mata. Yori juga ikut memeluk. Dalam pelukan itu, Yumi berkata, "Aku tidak tahu kalau Minato selalu memperhatikanku. Aku dan Hiroshi udah seperti saudara, bu."
"Jadi selama ini Minato salah mengartikan," gumam Mirei.
"Aku yang salah. Coba saja aku tidak terlambat datang waktu kejadian itu. Coba saja aku tidak cuek pada Minato. Coba aja aku berani berteman dengannya. Tapi aku waktu itu pemalu. Apalagi Minato cowok populer di sekolah. Terus waktu itu aku kebetulan datang ke kelasnya karena aku sedang mencari Hiroshi. Temannya bilang Hiroshi di kelas Minato."