Mohon tunggu...
Muhammad Isnaini IqbalAlfarisi
Muhammad Isnaini IqbalAlfarisi Mohon Tunggu... Mahasiswa - iqbal

pelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Munasabah Al-Qur'an

16 Agustus 2021   07:26 Diperbarui: 16 Agustus 2021   07:29 1205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

MUNASABAH AL-QUR'AN

Pendahuluan

           Al-Qur'an yang secara harfiah berarti "bacaan sempurna" merupakan suatu nama pilihan Allah yang begitu tepat, karena tiada suatu bacaan apa pun sejak manusia mengenal tulis baca. lima ribu tahun yang lalu yang dapat membandingi Al-qur'an al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia itu. Tiada bacaan semacam Al-Qur'an yang dibaca oleh ratusan juta orang yang tidak mengerti artinya dan atau tidak dapat menulis dengan aksaranya. Bahkan dihafal huruf demi huruf oleh orang dewasa, remaja dan anak-anak.

         Tiada bacaan seperti Al-Qur'an yang dipelajari bukan hanya susunan redaksi dan pemilihan kosa katannya, tetapi kandungannya yang tersurat, tersirat bahkan  sampai kepada kesan yang ditimbulkannya. Semua dituangkan dalam jutaan jilid buku, generasi demi generasi. Apa yang dituangkan dari sumber yang tak pernah kering itu, berbeda-beda sesuai dengan perbedaan kemampuan dan kecenderungan mereka, namun semua mengandung kebenaran. Al-Qur'an layaknya sebuah permata yang memancarkan cahaya yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang masing-masing.

          Al-Qur'an mempunyai sekian banyak fungsi diantaranya menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW. Bukti kebenaran tersebut dikemukakan dalam tantangan yang sifatnya bertahap. Pertama, menantang siapapun yang meragukan untuk menyusun Al-Qur'an secara keseluruhan (baca Q.S Yusuf [52]:34); ketiga, menantang mereka untuk menyusun satu surah saj  semisal Al-Qur'an (QS. Yunus[10]:38); dan keempat, menantang mereka menyusun sesuatu seperti atau lebih kurang sama dengan satu surah dari Al-Qur'an (Q.S Al-Baqaarah [2]23)

          Orientalis H.A.R. Gibb pernah menulis bahwa:"Tiada seorang pun dalam seribu lima ratus tahun ini telah memainkan "alat" bernada nyaring yang demikian mampu dan berni, dan demikian luas getaran jiwa yang diakibatkannya, seperti yang dibaca Muhammad (Al-Qur'an)." Demikian terpana dalam AL-Qur'an keindahan bahasa, ketelitian, dan keseimbangannya, serta kemudahan pemahaman dan kehebatan kesan yang ditimbulkannya.


           Kitab suci Al-Qur'an yang diturunkan selama 22 tahun lebih beberapa bulan terdiri dari 114 surat dan 6.666 ayat (versi lain 6236) dan sekitar 78.000 kata, berisi berbagai petunjuk dan peraturan yang di syariatkan karena beberapa sebab dan hikmah yang bermacam-macam. Ayat-ayat yang diturunkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang membutuhkan. Susunan ayat-ayat dan surahnya ditertibkan sesuai dengan yang terdapat dalam lauhil mahfudh. Sehingga tampak adanya persesuaian antara ayat yang satu dengan ayat yang lain dan antara surah yang satu dengan surah yang lain.

            Ayat-ayat Al-Qur'an telah tersusun sebaik-baiknya berdasarkan petunjuk dari Allah SWT, sehingga pengertian tentang suatu ayat kurang dapat dipahami begitu saja tanpa mempelajari ayat-ayat sebelumnya. Kelompok ayat yang satu tidak dapat dipisahkan dengan kelompok ayat berikutnya. Antara satu Ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya mempunyai hubungan yang erat dan kait mengait, merupakan mata rantai yang sambung berambung. Karena itu timbullah cabang dari Ulumul Qur'an yang khusus membahas persesuaian-persesuian tersebut, yang disebut dengan Ilmu Munasabah atau Ilmu Tanaasub al-Ayati Wa Suwari.

Pengertian Munasabah

             Secara etimlogi Munasabah berarti al-musyakalah (keserupaan) dan al-muqarabah (kedekatan). Ahmad Izzan mengartikan bahwa munasabah secara bahasa artinya cocok , patut atau sesuai, mendekati. Jika dikatakan bahwa A munasabah dengan B, berarti A mendekati atau menyerupai B. Dengan lain pekataan bahwa munasabah berarti persesuaian antara ayat/surah yang satu dengan ayat/surah yang sebelum atau sesudahnya.

              Ilmu Munasabah adalah ilmu yang menerangkan hubungan antar ayat/surah yang satu dengan ayat/surah yang lain. Karena itu, sebagian pengarang menamakan ilmu ini dengan "Ilmu Tanasubil Ayati Was Suwari," yang artinya juga sama, yaitu ilmu yang menjelaskan persesuaian antar ayat atau surah yang satu dengan ayat atau surah yang lain. Senada dengan itu Syadali mengatakan bahwa munasabah ialah ilmu yang menerangkan korelasi atau hubungan antara suatu ayat dengan ayat yang lain, baik yang ada di belakangnya atau ayat yang ada dimukanya.

                Dalam pengertian Terminologi (peristilahan), ada beberapa pendapat yang dikemukakan para ahli bahasa. Menurut Manna al-Qaththan, Munasabah berarti segi-segi hubungan antar satu kata dan kata lainnya dalam satu ayat, antar satu ayat dan ayat lainnya, antar satu satu surah dan surah lainnya. M. Hasbi Ash Shiddiqy, membatasi pengertian munasabah ialah hubungan yang mencakup antar ayat antar surah. Ibn Al-Arabi: Munasabah adalah keterikatan ayat-ayat Al-Qur'an sehingga seolah-olah merupakan suat unngkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung. Al-Biga'i, Munasabah adalah suat ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan dibalik susunan atau urutan bagian-bagian Al-Qur'an, baik ayat dengan ayat atau surat dengan surat. Az-Zarkasyi: munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala dihadapkan kepada akal, pasti akal itu akan menerimanya.

                Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa munasabah adalah ilmu yang membahas tentang segi-segi hubungan antar ayat atau beberapa surah Al-Qur'an. Apakah hubungan itu berupa kaitan antara 'am (umum) atau khas (khusus) atau antara abstrak dan konkrit, atau antara sebab akibat, atau antara illat dan ma'lulnya, atau antara rasionil dan irasionilnya, atau antara dua hal yang kontradiktif.

                Jadi pengertian munasabah itu tidak hanya sesuai dalam arti yang sejajar atau paralel saja, melainkan yang kontradiksi pun termasuk munasabah, seperti sehabis menerangkan orang-orang mukmin, lalu orang-orang kafir dan sebagainnya. Sebab ayat-ayat  Al-Qur'an itu kadang-kadang merupakan takhsish (pengkhususan) dari yang umum dan kadang-kadang sebagai penjelasan yang kongkrit terhadap hal-hal yang abstrak. Sering pula sebagai keterangan sebab dari sesuatu akibat seperti kebahagiaan setelah amal sholeh dan seterusnya. Jika ayat itu hanya dilihat sepintas, memang seperti tidak ada hubungan sama sekali antara ayat yang satu dengan ayat yang lain, baik dengan yang sebelumnya maupun dengan yang sesudahnya. Karena itu tampaknya ayat atau surah itu seolah-olah terputus dan terpisah satu sama lain. Tetapi kalau diamati secara teliti, akan tampak adanya munasabah atau kaitan yang erat antara yang satu dengan yang lain.

               Karena itu, ilmu munasabah merupakan ilmu yang penting, karena ilmu ini bisa mengungkapkan hikmah korelasi urutan ayat al-Qur'an, rahasia kebalaghahan al-Qur'an dan menjangkau sinar petunjuknya. Lebih dari pada itu dengan ilmu ini, akan menghindarkan seseorang untuk terjerumus pada pemahaman-pemahaman yang keliru, par-sial (sepotong-sepotong) terhadap berbagai ayat Allah. Manfaat lain dengan ilmu ini, rahasia ilahi dapat terungkap dengan sangat jelas yang dengannya sanggahan dari-Nya bagi mereka yang selalu meragukan keberadaan al-Qur'an sebagai wahyu akan tersampaikan.

Sejarah Perkembangan Munasabah.

                Menurut asy-Syahrastani, seperti yang dikutip oleh az-Zarkasyi dalam al-Burhan, orang pertama yang menampakkan munasabah dalam penafsiran Al-Qur'an adalah Abu Bakar an-Nasaiburi (w.324H). Sayang kitab tafsir an-Nasaibury yang dimaksud sangat sulit dijumpai sekarang seperti yang dinyatakan oleh Adz-Dzahibi. Sedemikian besar perhatiannya An-Nasaiburi terhadap munasabah tampak jelas pada ungkapan as-Sayuthi:"Setiap kali ia (An-Naisaburi) duduk diatas kursi, bila dibacakan al-Qur'an kepadanya, beliau berkata: mengapa ayat ini diletakkan disamping ayat ini dan apa rahasia diletakkan surat ini disamping surat ini?. "beliau sering mengkritik ulama baghhdad karena mereka tidak mengetahui (tentang masalah itu).

                 Tindakan an-Naisaburi merupakan kejutan yang sangat menarik dan langkah baru dalam dunia tafsir waktu itu. Beliau mempunyai kemampuan yang istimewa untuk menyingkap persesuaian, baik antarayat maupun antarsurat, terlepas dari segi tepat-tidaknya dan pro-kontra terhadap apa yang dicetuskan beliau. Atas dasar prestasi itu,beliau dipandang sebagai Bapak Ilmu Munasabah.

                 Dalam perkembanganya munasabah meningkat menjadi salah satu cabang dari ilmu-ilmu al-Qur'an. Ulama yang datang kemudian menyusun pembahasan munasabah secara khusus. Diantara kitab yang secara khusus membicarakan munasabah ialah al-Burhan fi Munasabati tartib al-Qur'an susunan Ahmad Ibn Ibrahim al-Andalusi (w.807 H). Menurut pengarang tafsir an-Nur, penulis yang membahas munasabah dengan sangat baik ialah Burhanuddin al-Biqa'i dalam kitab Nazhm ad-Durar fi Tanasubil Ayati was Suwar.

                  As-Suyuthi membahas tema munasabah dalam kitab al-Itqan dengan topik khusus yang berjudul Ma'rifatul Munasabat Bainal Ayati sesudah membahas Asbab An-Nuzul. Subhi al-Shaleh memasukan pembahasan munasabah dalam bagian ilmu Asbab An-Nuzul, meskipun tidak dalam satu pasal tersendiri. Manna' al-Qaththan yang menulis terkemudian dari subhi al-Shaleh tetap menempatkan munasabah dalam satu pasal tersendiri. Sebaliknya, Said Ramadlan al-Buthi tidak membicarakan munasabah dalam buku Min Rawai'il Quran.

                   Ada beberapa istilah yang digunakan para mufasir mengenai munasabah Ar-Razi menggunakan istilah ta'aluq sebagai sinonimnya. Ketika menafsirkan ayat 16-17 surat Hud (12) beliau menulis: " Ketahuilah bahwa pertalian (ta'aluq) antara ayat ini dengan ayat sebelumnya sudah sangat jelas, yaitu apakah orang kafir itu sama dengan orang yang mempunyai bukti yang nyata dari Tuhannya; apakah sama dengan orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya; dan mereka tidaklah memperoleh diakhirat kecuali neraka".

                    Sayyid Quthub menggunakan lafal irthibath sebagai pengganti munasabah. Tentang masalah ini dijumpai ketika beliau menafsirkan surat al-Baqarah (2) ayat 188: "Pertalian (irthibath) antara bagian ayat tersebut sudah sangat jelas, yaitu antara bulan baru (ahillah) waktu bagi manusia dan haji, serta antara pendapat Jahiliyah, khususnya dalam masalah haji, serta antara pendapat jahiliyah, khususnya dalam masalah haji sebagaimana yang diisyaratkan dalam bagian ayat kedua". Jika Sayyid Quthub hanya menggunakan satu istilah, Sayyid Rasyid Ridha menggunakan dua istilah, yaitu al-ittishal dan at-ta'lil. Ini terlihat jelas ketika murid Muhammad Abduh yang menulis kitab al-manar ini menafsirkan surat an-Nisa (4) ayat 30:

                                     "Hubungan persesuian (ittishal) antara ayat ini dan ayat sebelumnya sangat nyata...".

                   Al-Alusi menggunakan istilah yang hampir sama dengan istilah yang digunakan Sayyid Quthub yakni tartib, ketika menafsirkan keterkaitan antara surat maryam dan Thaha: "Aspek tertib itu bahwa Allah mengemukakan kisah beberapa orang nabi dalam surat Maryam. Selanjutnya, Dia menerangkan terperinci seperti kisah-kisah Zakaria dan Isa. Begitu selanjutnya mengenai nabi-nabi yang lain.

Macam-macam Munasabah

               Munasabah atau persesuaian atau persambungan atau kaitan bagian al-Qur'an yang satu dengan yang lain itu bisa bermacam-macam, jika dilihat dari berbagai seginya.

a)Macam-macam sifat munsabah

Jika ditinjau dari sifat munasabah atau keadaan persesuian dan persambunganya, maka munasabah itu ada dua macam, yaitu:

  1. Persesuaian yang nyata (dzahirul irtibath) atau persesuaian antar bagian al-Qur'an yang satu dengan yang lainnya tampak jelas dan kuat, karena kaitan kalimat yang satu dengan yang lainnya erat sekali, sehingga yang satu tidak bisa menjadi kalimat yang sempurna, jika dipisahkan dengan kalimat yang lain. Maka deretan beberapa ayat yang menerangkan sesuatu materi itu kadang-kadang

        ayat yang satu beupa penguat, penafsir, penyambung, penjelas, pengecualian atau pembatas dari ayat yang lain. Contoh persambungannya antar ayat 1 surah al-isra:                                                                                                                                                                                                                                          

Artinya: "Maha suci Allah yang telah memperjalankan hambanya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang kami berkelahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepada mereka sebagian tanda-tanda kebesaran kami. Sesungguhnya Dia maha mendengar lagi maha melihat".

Ayat tersebut menerangkan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW dan di dalam ayat 2 surat al-isra Allah berfirman:ayat ini menjelaskan diturunkannya kitab Taurad kepada Nabi Musa a.s Persesuaian antar keduannya ialah tampak jelas diutusnya kedua orang nabi/rasul tersebut.

2. Persambungan yang tidak jelas (khafiyul irtibath) atau persesuaian antara bagian al-Qur'an dengan yang lain, sehingga tidak nampak adanya pertalian untuk keduanya, bahkan seolah-olah masing-masing berdiri sendiri, baik karena ayat satu bertentangan dengan yang lain.

 Sebagai contoh antara ayat 189 surat al-Baqarah dengan ayat 190 surat al Baqarah. Ayat 189 pada surat al-Baqarah berbunyi:  

Artinya: "Maka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah bulan tsabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi) ibadah haji".

Ayat tersebut menerangkan bulan tsabit atau tanggal-tanggal untuk tanda-tanda waktu dan untuk jadwal ibadah haji sedang ayat 190 surat al-Baqarah berbunyi:

Artinya: "Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampaui batas."

Ayat tersebut menerangkan perintah yang menyerang umat islam. Sepintas, antara kedua ayat tersebut seperti tidak ada hubungannya atau hubungannya samar. Padahal sebenarnya ada hubungan antara keduanya, yaitu ayat 189 al-Baqarah mengenai soal waktu untuk haji, sedang ayat 190 perintah perang.

Sebenarnya waktu haji umat islam dilarang berperang, tetapi jika ia diserang lebih dahulu, maka serangan-serangan musuh itu harus dibalas, walaupun pada musim haji.

 b) Macam-macam materi munasabah

Ditinjau dari segi materinya, maka munasabah itu ada dua macam, sebagai berikut:

   1. Diathafkan ayat yang satu kepada ayat yang lain seperti munasabah antar ayat 103 surat Ali Imran:    

Artinya: Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai berai."

dengan ayat 102 surat Ali Imran:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali- kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama islam.

        Faidah dari munasabah dengan athaf ini ialah untuk menjadikan dua ayat tersebut sebagai dua hal yang sama (An-Nadzirani).         Ayat 102 surat Ali Imran menyuruh bertakwa dan ayat 103 Ali Imran menyuruh berpegang teguh kepada agama Allah, ada hal yang sama.

Tidak diathafkan ayat yang satu kepada yang lain seperti munasabah antar ayat 11 surahAli Imran :

Artinya : Keadaan mereka) adalah sebagai keadaan kaum fira'un dan orang-orang yang sebelumnya, mereka mendustakan ayat-ayat kami..

dengan ayat 10 suratAli Imran :

Artinya : Sesungguhnya orang-orang kafir, harta benda dan anak-anak      mereka sedikit pun tidak dapat menolak (siksa) Allah dar mereka.         Dan Mereka itulah bahan bakar api neraka.

Dalam munasabah ini, tampak hubungan yang kuat antara ayat yang kedua (ayat 11 AliImran) dengan ayat sebelumnya (ayat 10 Ali Imran), sehingga ayat 11 itu  dianggap sebagai bagian kelanjutan dari ayat 10.

Digabung dua hal yang sama, seperti persambungan antara rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya.

dengan ayat 5 surat al-Anfl:

Artinya : Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian disisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.

Kedua ayat ini sama-sama menerangkan tentang kebenaran.Ayat 5 surat al Anfl itu menerangkan kebenaran bahwa Nabi diperintahkan hijrah dan ayat 4 surat Al-Anfl tersebut menerangkan kebenaran status mereka sebagai kaum muslimin.

2. Dikumpulkan dua hal yang kontradiktif (al-Mutashaddatu).Seperti    dikumpulkan ayat 95 surah al-Araf :

Artinya:Kemudian kami ganti kesusahan itu dengan kesenangan hingga    keturunan dan harta mereka bertambah banyak, dan mereka berkata:    Sesungguhnya nenek moyang kami pun telah merasakan  penderitaan     dan  kesenangan.
dengan ayat 94 surat al-'Araf :

Artinya : Kami tidaklah mengutus seseorang Nabi pun kepada suatu negeri , (lalu penduduknya mendustakan nabi itu) melainkan kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dengan merendahkan diri..

Ayat 94 surat al-Arf tersebut menerangkan ditimpakannya kesempitan dan penderitaan kepada penduduk, tetapi ayat 95 menjelaskan kesusahan dan kesempitan itu diganti dengan kesenangan.

   3. Dipindahkan satu pembicaraan ayat 55 surat Shd:

                                                                                                               

Artinya : Beginilah (keadaan mereka). Sesungguhnya bagi orang-orang yang durhaka, benar-benar (disediakan) tempat kembali yang buruk.

Dialihkan pembicaraan kepada nasib orang-orang yang

durhaka yang benar-benar akan kembali ke tempat yang buruk, dan pembicaraan ayat 54 surah Shd yang membicarakan rejeki dari para ahli surga:

                                                                                                             

Artinya : Sesungguhnya ini adalah benar-benar rezeki dari kami yang tiada habis-habisnya.

 Munasabah antar surah, yaitu munasabah atau persambungan antar surah yang satu dengan surah yang lain.

Munasabah kedua ini ada beberapa bentuk, sebagai berikut :

  1. Munasabah antar dua surah dalam soal materinya, yaitu materi surah yang satu sama dengan materi surah yang lain. Contoh, seperti surah kedua al-Baqarah sama dengan isi surah yang pertama al-Fatihah. Keduanya sama-sama menerangkan tiga hal kandungan al-Qur'an, yaitu masalah akidah, ibadah, muamalah, kisah dan janji serta ancaman. Dalamsuratal-Fatihahsemuaituditerangkansecararingkas, sedang dalam surat al-Baqarah dijelaskan dan dirinci secara panjang lebar.

  2. Persesuaian antara permulaan surah dengan penutupnya surah sebelumnya. Sebab, semua pembukaan surah itu erat kaitannya dengan akhiran dari surah sebelumnya, sekalipun sudah dipisah dengan basmalah. Contohnya seperti awal dari surah al-An'm ayat 1 yang berbunyi :surah sebelumnya. Sebab, semua pembukaan surah itu erat  kaitannya dengan akhiran dari surah sebelumnya, sekalipun  sudah dipisah dengan basmalah. Contohnya seperti awal dari surah al-An'm ayat 1 yang berbunyi :

                                                                   

Artinya : Segala puji bagi Alah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menjadikan gelap dan terang."

Awalan surah al-An'm tersebut sesuai dengan akhiran surah al-Midah 120 yang berbunyi :

                                                                                       

Artinya : Kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada didalamnya, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Dan seperti antara awalan surah al-Hadd ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut :

                                                                                   

Artinya : Bertasbih kepada Allah semua yang berada di langit dan dibumi.

Awalan surah al-Hadd ayat 1 tersebut sesuai dengan akhiran surah al-Wqi'ah ayat 96 :

                                                                                                           

Artinya : Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar.

Dan seperti awalan surah al-Quraisy :

                                         

Artinya : Karena kebiasaan orang-orang Quraisy.

Awalan surah al-Quraisy tersebut sesuai dengan surah al-Fl :

                                                         

Artinya : "lalu Dia menjadikan mereka seperti daun daun yang di makan ulat.

  3. Penyesuaian antara pembukaan dan akhiran sesuatu surah. Sebab semua ayat dari sesuatu surah dari awal sampai akhir itu selalau         bersambung dan bersesuaian. Contohnya, seperti kesesuaian antara awal surah al- Baqarah :

                                                                                                     

Artinya:Alif, Lam, Mim. Kitab(Alqur'an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa.

Awal surah al-Baqarah tersebut sesuai dengan akhiran al-Baqarah 286 yang selalu memerintahkan supaya berdo'a agar tidak disiksa Allah, bila lupa atau bersalah :

                                                                                             

Artinya : Beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami, Engkau penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum-kaum kafr.

Dan seperti persesuaian antara awal surah Al-Mukminun:                        

yang menjanjikan orang yang beriman itu akan berbahagia, dengan akhiran surah tersebut :  yang menjajikan orang beriman itu akan berbahagia, dengan akhiran surat tersebut:   yang menegaskan bahwa orang-orang yang tidak beriman itu tidak akan berbahagia. Rasihan Anwar, (1999). dalam bukunya Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur'an menyebutkan bahwa di dalam al-Qur'an sekurang-kurangnya terdapat 8 macam munasabah, yaitu:

 a) Munasabah antara satu surat dengan surat sebelumnya.

 Menurut pendapat Al-Suyuthi bahwa munasabah antar satu surat dengan surat sebelumnya memiliki fungsi menerangkan ungkapan pada surat sebelumnya dan memiliki fungsi menerangkan ungkapan pada surat sebelumnya sebagai contoh al-Qur'an surat al-Baqarah (152), yang berbunyi:

                                                                                             

Artinya: " karena itu, ingatlah kamu kepadaku niscaya Aku ingat (pula) padamu, dan bersyukurlah kepadaku, dan janganlah kamu mengingkari (ni'mat) Ku.

 b) Munasabah antara nama surat dengan tujuan turunnya

Setiap surat mempunyai tema pembicaraan yang menonjol, dan itu tercermin pada namanya masing seperti surat al-Baqarah, surat Yusuf, surat an-Naml dan surat al-Jin. Tujuan dari surat al-Baqarah adalah tentang keesaan dan kekuasaan Allah. Surat an-Naml menonjolkan cerita tentang semut dan surat al-Jin

tentang jin.

c)  Munasabah antar kalimat dalam suatu ayat.

Kadang munasabah jenis ini tampak dan mudah untuk dikenali, tapi kadang sebaliknya. Kadang munasabah jenis ini tampak dan mudah untuk dikenali, tapi kadang sebaliknya. Yang pertama biasanya ditandai dengan adanya huruf. Dalam hal ini kita harus memperhatikan dan munasabah antar keduanya dapat dilihat dari bentuk al-Tadhadat (perlawanan) seperti ungkapan rahmat dengan azab dan janji sebagai contohnya dilihat pada surat al-Hadd ayat 4:

           

"Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Kemudian Dia bersemayam diatas Arsy, Dia mengetahui apa yang masuk ke bumi dan turun dari langit dan apa yang naik kepadaNya. Dan Allah melihat apa yang kamu kerjakan. ( QS. al-Hadd : 4 )

Antara kata yaliju (masuk) dan yakhruju (keluar) serta kata yanjilu (turun) dan ya'ruju (naik) terdapat korelasi perlawanan. Contoh lainnya adalah kata al-Adzab dan ar-Rahman dan janji baik setelah ancaman.

d) Munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan.

 Munasabah antar ayat menggunakan pola tafsir apabila makna satu ayat atau bagian ayat tertentu ditafsirkan oleh ayat atau bagian ayat disampingnya. Sebagian contoh kata muttaqin pada surat al-Baqarah ayat 2, ditafsirkan maknanya oleh ayat ketiga.

Munasabah antar ayat menggunakan pola satu ayat atau bagian ayat mempertegas arti ayat yang terletak disampingnya. Contohnya ungkapan ashshirath  al- mustaqim pada surat al-Fatihah ayat 6 dipertegas oleh

ungkapan shirathalladzina... ....

  e) Munasabah antara suatu kelompok ayat dengan kelompok ayat disampingnya.

Dalam surat al-Baqarah ayat 1 s/d ayat 20, umpamanya Allah memulai penjelasanNya tentang kebenaran dan fungsi al-Qur'an bagi orang-orang yang

bertaqwa.

f) Munasabah antar fashilah ( pemisah ) dan isi ayat.

Jenis munasabah ini mengandung tujuan tertentu. Diantaranya adalah menguatkan (tamkin) makna yang terkandung dalam suatu ayat contohnya dalam surat al-Ahzb [33] ayat 25,:

                                                                           

Artinya : "Dan Allah menghalau orang-orang yang kapir itu yang keadan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apa pun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.

Dalam ayat ini Allah menghindarkan orang-orang mukmin dalam peperangan, bukan menganggapnya lemah, melainkan karena Allah maha kuat dan maha perkasa. Jadi, adanya fashilah diantara kedua penggalan ayat dimaksudkan agar pemahaman terhadap ayat tersebut manjadi lurus dan sempurna.

g) Munasabah antar awal surat dengan akhir surat yang sama.

Contoh munasabah ini terdapat di surat al-Qashash yang diawali dengan penjelasan perjuangan Nabi Musa ketika berhadapan dengan kekejaman Fir'aun atas perintah dan pertolongan Allah, Nabi Musa berhasil keluar dari Mesir setelah mengalami berbagai tekanan. Dalam awal surat ini juga menjelaskan bahwa Nabi Musa tidak akan menolong orang yang kafir. Pada akhir surat, Allah menyampaikan kabar gembira kepada Nabi Muhammad yang menghadapi tekanan dari kaumnya dan janji Allah atas kemenangannya.

 

h)Munasabah antara penutup suatu surat dengan awal surat berikutnya.

Jika memperhatikan setiap pembukaan surat, kita akan menjumpai munasabah dengan akhir surat sebelumnya, sekalipun tidak mudah untuk mencarinya, contohnya pada permulaan surat al-Hadd ayat dimulai dengan tasbih.

                                                                                                       

Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Ayat ini bermunasabah dengan akhir surat sebelumnya, al-Wqiah ayat 96 yang memerintahkan bertasbih.              

                                                                                                                         

                                                                      "Maka bertasbihlah dengan nama Tuhanmu yang maha Agung"

 

Urgensi dan Kegunaan Ilmu Munasabah

Faedah mempelajari ilmu munasabah antara lain, sebagai berikut :

1. Dapat mengetahui persambungannya/hubungan antar bagian al-Qur'an, baik antar kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surah-surah nya yang satu dengan yang lain, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab al- Qur'an dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjzatannya. Karena itu Izzuddin Abd. Salam mengatakan , bahwa ilmu munasabahitu adalah ilmu yang baik sekali. Ketika menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain, beliau mensyaratkan harus jatuh pada hal-hal yang berkaitan betul-betul, baik diawal maupun diakhirnya.

2. Dengan Ilmu Munasabah, dapat diketahui mutu dan tingkat kebalaghahan bahasa al-Qur'an dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lain, serta persesuaian ayat/surahnya yang satu dari yang lain, sehingga lebih meyakinkan kemukjizatannya, bahwa al-Qur'an itu betul-betul wahyu dari Allah SWT, dan bukan buatan nabi Muhammad. Karena itu Imam Fakhruddin Ar-Razi mengatakan, bahwa kebanyakan keindahan-keindahan al-Qur'an itu terletak pada susunan dan persesuaiannya, sedangkan susunan kalimat yang paling baligh (bersastra) adalah yang saling berhubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.

3. Dengan Ilmu Munasabah akan sangat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an, setelah diketahui hubungan sesuatu kalimat /sesuatu ayat dengan kalimat/ayat yang lain, sehingga sangat mempermudah pengistimbatan hukum-hukum atau isi kandungannya.

4. Para ulama merasa puas terhadap suatu prinsip bahwa al-Qur'an ini, yang diturunkan dalam tempo 20 tahun lebih dan mengandung bermacam-macam hukum oleh sebab yang berbeda-beda, memiliki ayat-ayat yang mempunyai hubungan erat. Dengan demikian tidak perlu lagi mencari asbabun-nuzul, hal yang lebih utama adalah mengemukakan munasabah.

5. Pengetahuan munasabah pun dapat membantah sebagian anggapan orang bahwa tema-tema al-Qur'an kehilangan relevansinya antara satu bagian dengan bagian yang lainnya. Bagi  kita, munasabah dapat dipergunakan sebaik mungkin bilamana  ia tidak menyimpang dari apa yang telah diterangkan dalam  asbabun nuzul.

Dasar Pemikiran Adanya Munasabah

            Asy-Syatibi menjelaskan bahwa satu surat walaupun dapat mengandung banyak masalah, namun masalah-masalah tersebut berkaitan antara satu dengan yang lainnya, sehingga seseorang hendaknya jangan hanya mengabaikan pandangan pada awal surat, tetapi hendaknya memperhatikan akhir surat atau sebaliknya, karena bila tidak demikian akan terabaikan maksud ayat-ayat tersebut.

             Mengetahui adanya hubungan antara ayat-ayat dan surat-surat itu dapat membantu kita memahami dengan tepat ayat-ayat dan surat-surat yang bersangkutan . Ilmu ini dapat berperan mengganti ilmu Asbabun Nuzul apabila kita tidak dapat mengetahui sebab turunnya suatu ayat, tetapi kita bisa mengetahui adanya relevansi

ayat itu dengan ayat lainnya.

Beberapa pemikiran para ulama tentang adanya munasabah:

1. Abu Bakar al-Naisabury (wafat pada tahun 324 H) adalah ulama yang pertama kali memperkenalkan di Baghdad. Ia mengkritik ulama di Baghdad, karena mereka tidak tahu adanya relevansi antara ayat-ayat dan surat-surat.

2. Muhammad'Izah Darazah menyatakan, bahwa semula orang mengira tidak ada hubungan antara satu ayat/surat dengan ayat/surat lain. Tetapi sebenarnya ternyata bahwa sebagian besar ayat-ayat dan surat-surat itu ada hubungannya antara satu dengan yang lain.

3. Subhi Al-Shalih dalam kitabnya mengemukakan bahwa mencari hubungan antara satu surat dengan surat lainnya adanya sesuatu  yang dicari-cari tanpa ada pedoman, kecuali hanya didasarkan atas tertib surat-surat yang taufiqi itu.

Relevansi Ilmu Munasabah dengan Tafsir Al-Qur'an

            Pendapat para ulama mufassir tentang munasabah, secara garis besar terbagai menjadi dua kelompok. Kelompok pertama menampung dan mengembangkan munasabah dalam menafsirkan ayat, sedang kelompok lain tidak memperhatikan munasabah sama sekali dalam menafsirkan sebuah ayat..Ar-Razi adalah orang yang sangat menaruh perhatian kepada munasabah penafsiran, baik hubungan antar ayat maupun hubungan antar surah. Sebaliknya Nizhamuddin an-Naisaburi dan Abu  Hayyan al-Andalusi hanya menaruh perhatian besar kepada munasabah antar ayat. Al-Zarqani, seorang ulama ahli ilmuAl-Qur'an yang hidup pada abad ke empat belas hijriyah menilai bahwa kitab-kitab tafsir yang beliau jumpai penuh dengan pembahasan munasabah.

            Lebih jauh menurut Imam Muhammad Abduh, suatu surat mempunyai satu kesatuan makna dan erat pula hubungannya dengan surat sebelum dan sesudahnya. Apabila suatu ayat belum atau tidak diketahui asbabun nuzulnya, atau ada asbabun nuzul tetapi riwayatnya lemah, maka ada baiknya pengertian suatu ayat ditinjaudarisudutmunasabahnyadenganayatsebelumnyamaupun dengan sesudahnya.

           Jumhur ulama berpendapat bahwa "menjelaskan ayat dengan mencari asbabun nuzulnya adalah jalan yang kuat dalam memahami makna al-Qur'an atau sebagaimana kata Ibnu Taimiyah " mengetahui sebab nuzul sangat membantu dalam memahami ayat". Akan tetapi, tanpa asbabun nuzul pun suatu ayat dapat dipahami maknanya asal seorang mufasir mempunyai pengetahuan yang luas tentang munasabah.

             alah seorang mufassir kontemporer yang kurang setuju kepada analisis munasabah adalah Syekh Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir yang memiliki berbagai karya tulis diberbagai cabang ilmu termasuk Tafsir Qur'an. Ia kurang setuju terhadap seorang mufassir yang membawa kontak munasabah dalam menafsirkan al-Qur'an. Tokoh yang paling keras dalam upaya menentang penggunaan munasabah adalah Ma'ruf  Dualibi dengan menyatakan: "Termasuk usaha yang sia-sia untuk mencari hubungan apa diantara ayat-ayat dalam surat sebagaimana jika urusan itu dalam satu hal saja dalam topik tentang akidah, atau kewajiban-kewajiban atau urusan budi pekerti atau mengenai hak-hak. Sebenarnya, kita mencari hubungannya atas dasar satu atau beberapa prinsip.

             Menurut Ma'ruf Dualibi, dalam berbagai ayat, al-Qur'an hanya mengungkapkan hal-hal yang bersifat prinsif (mabda') dan normatif yang bersifat      umum (qaidah). Jadi tidaklah tepat jika orang bersikeras dan mengharuskan adanya keterkaitan antarayat yang bersifat tafsil. Pendapat beliau ditampung oleh As-Syatibi dalam kitab Muwafaqat. Al-Qur'an menggariskan prinsip-prinsip, terutama masalah hubungan antarmanusia dan kaidah-kaidah umum, ia membutuhkan penjelasan Rasulullah Saw, dan ijtihad beliau. Keberadaan as-Sunnah justru untuk mengemban fungsi meluruskan apa yang ringkas, merinci apa yang masih global, serta menjelaskan hal-hal yang sulit dipahami.

 
PENUTUP

               Al-Qur'an diyakini sebagai kitab suci umat Islam yang berfungsi sebagai petunjuk dan tuntunan hidup bagi manusia yang mengimaninya. Al-Qur'an juga berfungsi sebagai mukjizat kebenaran Rasulullah sebagai rasul Allah dan kebenaran risalah yang dibawanya. Sebagai mukjizat, al-Qur'an tidak saja memiliki keindahan dan kemerduan bacaannya, gaya bahasa yang digunakan, tetapi juga dari sudut keteraturan dan hubungan antar ayat dan antar surah. Kemukjizatan dan keagungan luar biasa yang dimiliki oleh al-Qur'an membuat orang yang mengkajinya merasa semakin merasa akan kekurangan dan kelemahan yang terdapat pada diri-nya, dan akan semakin terasa keagungan dan Maha Besarnya Allah swt.

 

DAFTAR PUSTAKA

 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an, Bandung: Mizan, 1999, cet. XX, hlm. 27.

 Quraish Shihab,Wawasan Al-Qur'an, Bandung: Mizan, 1998, cet. VIII, hlm.5.

 Murtadha Muthahhari, Manusia dan Alam Semesta, Jakarta, PT. Lentera Basritama,

2002, cet. III, hlm. 166.

 Rosihan Anwar, Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur'an, Bandung: Pustaka Setia, 2000, hlm. 305

 Ahmad Izzam, Ulumul Qur'an, Telaah Tekstualitas dan Kontekstualitas Alqur'an,

Bandung: Tafakur, 2005, hlm.187.

 Abdul Jalal, Ulumul Qur'an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2000, hlm. 154.

 Ahmad Syadali, Ulumul Qur'an I, Bandung, Pustaka Setia, 1997, hal. 168

 Ahmad Izzam, op.cit., hlm.187

 Anwar. Rasihan, op.cit., hlm.84-86

 Ahmad Izzan, op.cit., hlm 187.

 Ibid., hlm. 188

 Ibid., hlm.190-191

 Abdul Djalal, Ulumul Qur'an, Surabaya,: Dunia Ilmu, 2000, cet. II. Hal. 155-164

 Rosihan Anwar, Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur'an. Bandung: Pustaka Setia, 1999. hlm., 92

 Abdul Djalal, Ibid., hlm 164-165.

 Rosihan Anwar, op.cit., hlm.100-101.

 Syadili, op. cit., hlm.168.

 Ibid.,hlm. 170-171

 Ibid., hlm. 180-181.

 Ahmad Izzam, op.cit., hlm 191

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun