Oleh; Jass Moekmien
Aku menulis ketika ingin memahamimu secara utuh agar kisah ini bisa diceritakan oleh mereka yang belum mengenal kita, karena tak ada sastrawi terhebat yang mampu mengulas tuntas tentang perasaan pasangannya lewat kata-kata.Untuk itulah aku memilih diam. Diam-diam penaku menari di atas kertas putih mengikuti dendang hatiku dengan nyanyian purbasangka sebelum tuduhan dunia datang mengendalikan emosi kita.
Aku pernah lupa ketika ingin merindukanmu padahal pikiranku selalu terjaga dari keberpalingan perasaan. Aku melupakan sebuah nama yang dari ingatannya aku ada. Pikiranku seperti panas yang mampu membakar air dingin dalam periuk kehidupan.
Aku kembali diam ketika semakin mencintaimu. Sekali lagi, diam-diam aku tersenyum saat menikmatimu karena berkata-kata bukan lagi urusanku. Aku kini disadarkan oleh jiwaku;Â
"Akhir dari semua senyuman adalah tangisan".
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!