Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Ilmuwan - Science and culture observer

Seorang peneliti lintasilmu, terus berlayar, tak pernah tiba di tujuan, pelabuhan selalu samar terlihat, the ever-expanding sky is the limit.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Vaksin-vaksin Covid-19 Unggulan Sudah Ada, tetapi Dunia Tetap Penuh Tanya

24 November 2020   16:40 Diperbarui: 1 Desember 2020   13:53 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pribadi, sumber data: The Lancet

20201126-203719-5fbfafdc8ede48100a21abb5.jpg
20201126-203719-5fbfafdc8ede48100a21abb5.jpg
Perlu diketahui, di China ada lima vaksin Covid-19 yang dikembangkan, yang satu sama lain berkompetisi, yang sejauh ini sedang menjalani uji klinis. Total, ada 10 perusahaan China yang terjun ke dalam usaha pengembangan vaksin-vaksin Covid-19.

Dunia real beda dari dunia uji klinis

Satu catatan penting. Persentase populasi yang terlindungi oleh vaksin Moderna dan vaksin Pfizer-BioNTech memang tinggi. Tetapi, hasil ini adalah hasil dari konteks uji klinis tahap akhir yang terkontrol dan terus dimonitor dengan ketat dan dekat, dengan para partisipan yang dipilih, dan yang dipersiapkan untuk suatu riset ilmiah yang terbatas. Konteks riset tentu berbeda dari konteks dunia nyata yang luas. Mari kita lihat hal ini lebih dekat.

* Dalam dunia real, orang yang perlu divaksinasi sangat beraneka ragam, mencakup semua golongan usia, dan banyak yang mengidap berbagai penyakit penyerta (komorbiditas), dan terdampak oleh kondisi kesehatan umum. Keadaan ini tidak ditemukan dalam konteks uji klinis tahap akhir kandidat vaksin-vaksin Covid-19.

* Berbeda dari yang berlangsung dalam uji klinis, dalam dunia nyata anggota masyarakat yang divaksinasi tidak dipantau dekat, cermat dan ketat dalam waktu lama oleh para ilmuwan. Perilaku orang di dunia real umumnya berbeda dari perilaku para relawan selama uji klinis vaksin-vaksin. Dr. Paul Offit, direktur Vaccine Education Center di RS Anak Philadelphia, menyatakan bahwa "di saat anda menempatkan suatu vaksin di dunia nyata, orang dapat berkelakuan berbeda."

* Selain itu, perilaku virus SARS-CoV-2 sangat "protean" (seperti dikatakan Dr. Anthony Fauci), sangat mudah berubah wujud dan sifat dari waktu ke waktu, sehingga menyulitkan para ilmuwan untuk mengenal dan tahu persis virus ini. Virus ini tidak bisa dimasukkan ke dalam kantung anda, lalu risleting kantung anda itu anda tarik tutup. Anda tidak bisa menguasainya. Dus, dalam jangka panjang, suatu vaksin yang efektif akhirnya tidak akan efektif lagi. Kondisi ini tidak muncul dalam uji klinis vaksin Covid-19 apapun, termasuk vaksin baru mRNA, yang berlangsung beberapa bulan saja.

* Satu poin lagi. Jika durasi atau durabilitas antibodi yang ditimbulkan vaksin ini tidak lama (hal ini sekarang belum dapat dipastikan), maka imunitas akan dapat lenyap. Saat ini terjadi, orang akan dapat terinfeksi kembali. Ini yang tidak dapat dialami dalam setiap uji klinis. Jadi, lambat laun efektivitas 90 % atau lebih akan turun.

Tapi, mengingat tidak adanya reinfeksi Covid-19 secara umum yang menyebar selama ini (sejak Januari 2020), dapat diharapkan durasi imunitas alamiah (tidak lewat vaksin) cukup bagus untuk dapat mempertahankan efektivitas vaksin-vaksin yang tinggi itu bahkan dalam dunia nyata. Sayangnya, kita masih harus melihat berapa lama imunitas yang ditimbulkan vaksin-vaksin Covid-19, lewat pembentukan antibodi-antibodi, akan bertahan dalam tubuh kita. Dalam hitungan bulan, atau dalam hitungan tahun, atau selamanya? For now, nobody knows.

Nah, akan bisa terjadi bahwa ketika vaksin Pfizer dan vaksin Moderna sudah dikerahkan ke masyarakat dan dunia luas, dan vaksinasi besar-besaran dijalankan di mana-mana, bertahun-tahun, persentasi populasi yang terlindungi ternyata turun dari 90 %, katakanlah menjadi 50 % atau 60 %. Lain halnya jika yang diandalkan adalah persentase serokonversi vaksin mRNA yang tinggi, yang tetap tinggi meskipun virus SARS-CoV-2 terus bermutasi.

Tetapi masalahnya tidak sesimpel itu. Ketika antibodi-antibodi dalam tubuh orang yang sudah sembuh (antibodi-antibodi humoral dan selular) makin berkurang dan akhirnya menghilang, tidak serta-merta tubuh mereka tak mempunyai kekuatan pelawan terhadap virus SARS-CoV-2 yang menginfeksi kembali, dan membuat mereka jatuh sakit kembali. Kenapa bisa begitu?

Karena sistem imun tubuh kita masih mempunyai sel-sel limfosit B dan sel-sel T (dalam kasus infeksi SARS-CoV-2, sel-sel T CD4+ dan CD8+) yang membentuk sel-sel memori. Sel-sel memori senantiasa mampu mengingat patogen-patogen yang pernah menyerbu atau menyusup kapanpun juga sebelumnya. Jadi, kalau terjadi reinfeksi (yakni virus SARS-CoV-2 kembali menyusup ke dalam tubuh orang yang telah sembuh dari Covid-19), sel-sel memori akan ingat dan mengenali si patogen, lalu dengan cepat memproduksi antibodi-antibodi kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun