Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Ilmuwan - Science and culture observer

Seorang peneliti lintasilmu, terus berlayar, tak pernah tiba di tujuan, pelabuhan selalu samar terlihat, the ever-expanding sky is the limit.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Vaksin-vaksin Covid-19 Unggulan Sudah Ada, tetapi Dunia Tetap Penuh Tanya

24 November 2020   16:40 Diperbarui: 1 Desember 2020   13:53 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pribadi, sumber data: The Lancet

Akan lenyapkah Covid-19 dari muka Bumi, dari dunia kita? Jawabnya bergantung pada keamanan dan efektivitas vaksin-vaksin, ketersediaan dan keterjangkauan (jarak dan lokasi geografis dan harga) vaksin-vaksin, level imunogenisitas vaksin-vaksin, daya tahan dan durabilitas imunitas yang dibangkitkan oleh vaksin-vaksin yang aman dan efektif yang telah disuntikkan ke dalam tubuh, perilaku manusia dalam interaksi dengan lingkungan hidup, alam dan teknologi, kesediaan manusia untuk divaksinasi, persentase "herd immunity" yang tercapai, dan perilaku dan resiliensi virus SARS-CoV-2 dan mutasi-mutasinya yang akan terus berlangsung.

Skenario yang perlu siap kita jalani adalah vaksin-vaksin yang ada hanya akan mengubah Covid-19 menjadi Covid musiman, sehingga kita nantinya perlu satu atau dua tahun sekali divaksinasi ulang sebagai booster atau dengan vaksin-vaksin generasi-generasi berikutnya yang responsif dan efektif dalam melawan virus corona baru yang terus bermutasi.

Hal itu tentu bergantung pada durasi atau durabilitas antibodi total (humoral dan selular) yang diproduksi sistem imun manusia ketika kita sudah menerima vaksinasi. Berapa lama total antibodi yang dihasilkan sistem imun "bawaan" dan sistem imun "adaptif" akan bertahan dalam cairan tubuh kita ("humoral antibodies") dan dalam sel-sel tubuh ("cellular antibodies"), setahun, dua tahun, enam tahun, atau seumur hidup? Ini yang belum bisa dijawab. 

Pilih vaksin yang mana?

Nah, dari tiga vaksin unggulan (Arcturus, Moderna, dan Pfizer-BioNTech), bahkan empat atau lima vaksin, manakah yang nanti Indonesia pilih?

Kandidat vaksin Arcturus baru akan selesai menjalani uji klinis akhir 2020. Jika efektivitas (serokonversi) vaksin ini dalam uji klinis tahap 3 nanti ditemukan sama atau dekat dengan yang sudah ditemukan dari uji praklinis, katakanlah antara 95% hingga 100 %, tentu Indonesia, seperti Singapura, perlu memilih vaksin Arcturus. Kenapa?

Karena, selain serokonversi yang tinggi, vaksin Arcturus cuma perlu disuntikkan 1 kali ("one shot", tidak "two shots") dengan dosis yang rendah (2 mikrogram atau 2 ug). Belum diketahui, vaksin ini harus disimpan dalam suhu refrigerator berapa. Apakah suhu sangat rendah di bawah 0 °c seperti vaksin Pfizer (minus 70 °c), atau suhu rata-rata penyimpanan vaksin-vaksin lain pada umumnya, seperti vaksin Moderna yang perlu disimpan pada suhu minus 20 °c.

Perlu diingatkan lagi bahwa efektivitas tinggi vaksin Pfizer (95%) dan vaksin Moderna (94,5%) mengacu ke persentase populasi (dalam uji klinis tahap 3, ke para relawan) yang terproteksi oleh vaksin-vaksin ini, tidak merujuk ke serokonversi. Jadi, apakah dua vaksin ini tidak akan menghasilkan antibodi yang banyak dan komplit? Oh tidak demikian.

Persentase populasi yang tinggi juga berarti dua vaksin ini bekerja efektif; dus, tentu menghasilkan antibodi-antibodi dalam jumlah yang signifikan juga. Cuma tidak terdata berapa % serokonversi vaksin-vaksin produk Pfizer dan Moderna. Pendekatan dua perusahaan ini adalah pendekatan kesehatan publik, bukan pendekatan imunologis seperti dilakukan Arcturus.

Kalau vaksin Arcturus, dalam uji praklinis, cukup 1 suntikan dalam dosis rendah untuk menimbulkan antibodi total (dalam tubuh hewan-hewan pengerat), dua vaksin lainnya yang bersaing memerlukan 2 suntikan pada satu orang, dus berarti memerlukan dosis yang besar. Ini kelebihan kandidat vaksin Arcturus.

Harap diingat, Indonesia juga memilih vaksin konvensional terinaktivasi (bukan vaksin mRNA) produk Sinovac Biotech China (yang memerlukan suhu penyimpanan 2 hingga 8 °c) yang memperlihatkan serokonversi sekitar 90 % (hasil uji klinis tahap 2). Vaksin Sinovac ini diberi nama CoronaVac. Pilihan Indonesia ini sudah benar. Uji klinis tahap 3 vaksin ini sedang dijalankan Indonesia. Selain itu, Indonesia juga memilih dua vaksin China lainnya, produk Cansino dan Sinopharm. Oh ya, Indonesia juga sedang mengembangkan vaksin buatan sendiri yang diberi nama vaksin Merah Putih yang diperkirakan baru pada tahun 2022 akan memperlihatkan hasil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun