Senja adalah salah satu hal yang paling romantis bagi banyak penulis puisi. Senja datang perlahan membawa kehangatan, tetapi waktu yang singkat membawanya pergi menuju perpisahan. Joko pinurbo, merupakan salah satu penyair yang meromantisasikan senja. Beliau menjadikan senja sebagai tokoh dalam puisinya yang bukan hanya sekedar waktu saat terbenamnya matahari, tetapi sebagai kekasih. Dalam puisi "pacar senja" kita diajak untuk menyelam dalam percakapan yang halus antara cinta dan kehilangan. Melalui pendekatan pragmatik tulisan ini mencoba mengurai bagaimana bahasa yang tampaknya sederhana ternyata menyimpan maksud yang lebih dalam.
Menurut lafamane (2020), puisi adalah bentuk karya sastra yang dihasilkan dari ungkapan dan perasaan penyair menggunakan bahasa yang terikat pada rima, matra, rima penyusunan lirik dan baik serta penuh makna. Dalam menulis puisi biasanya beberapa penyair menggunakan gaya bahasa yang mengharuskan agar pembaca membaca berulang kali puisi tersebut untuk bisa memahami maksud dari puisi. Hal inilah yang beresiko memunculkan adanya pemahaman baru yang tidak sesuai dengan maksud yang ingin disampaikan oleh penulis. Pendekatan pragmatik bisa menjadi jalan yang tepat untuk memahami puisi secara lebih dalam.
Butler dalam dwi dkk (2024), menjelaskan bahwa terdapat tiga unsur pragmatik yang dapat digunakan dalam analisis karya sastra khususnya puisi. Tiga unsur pragmatik tersebut adalah makna konteks dan tujuan tuturan. Ketiga aspek tersebut dapat membedah bagaimana bahasa dalam puisi yang tidak hanya mengatakan sesuatu tetapi juga menyiratkan dan menyampaikan maksud yang ingin disampaikan penulis melalui diksi dalam puisi tersebut. Nurgianto dalam dwi dkk (2024) mengemukakan bahwa unsur pragmatik dapat diterapkan untuk menganalisis gaya bahasa metafora majas, dan aspek kebahasaan lainnya yang digunakan penyair dalam puisinya.
Puisi "Pacar Senja" karya Joko pinurbo terlihat menarik karena menghadirkan senja sebagai tokoh, bukan hanya sebagai simbol waktu. puisi ini menggambarkan hubungan simbolis dan emosional antara aku lirik dengan tokoh senja sebagai kekasih yang hanya datang sesaat lalu pergi tanpa kepastian. dalam puisi ini Joko pinurbo benar-benar merangkai setiap diksi untuk menggambarkan latar dan suasana sehingga membaca dapat merasakan suasana senja dan romantisme di pinggir Pantai.
Pacar Senja
Senja mengajak duduk-duduk di pantai.
Pantai sudah sepi dan tak akan ada yang peduli.
Pacar senja sangat pendiam: ia senyum-senyum saja
Mendengarkan gurauan senja. Bila senja minta peluk,
Setengah saja, pacar senja tersipu-sipu.
'Nanti saja kalau sudah gelap. Malu dilihat lanskap.'
Cinta seperti penyair berdarah dingin
yang pandai menorehkan luka.
Rindu seperti sajak sederhana yang tak ada matinya.
Tak terasa senyap pun tiba: senja tahu-tahu
melengos ke cakrawala, meninggalkan pacar senja
Yang masih megap-megap oleh ciuman senja.
'mengapa kau tinggalkan aku sebelum sempat
Kurapikan lagi waktu? Betapa lekas cium
menjadi bekas. Betapa curangnya rindu.
Awas, akan kupeluk habis kau esok hari.
Pantai telah gelap. Ada yang tak bisa lelap.
pacar senja berangsur lebur, luluh, menggelegak
Dalam gemuruh ombak.
(2003)
Dalam puisi tersebut terdapat setting fisik, setting waktu, dan suasana. Setting fisik terdapat pada bait pertama yaitu "pantai sudah sepi" dan "duduk-duduk di pantai". Dari kutipan puisi tersebut dapat tergambar bahwa seting tempat yang digunakan pada puisi adalah pantai. Latar suasana ini menghadirkan kesan yang intim, sunyi, dan penuh perenungan. Seting waktu pada puisi tergambar dari penggunaan diksi pada bait dua  "nanti saja kalau sudah gelap. Malu dilihat lanskap." Dan pada bait lima "pantai telah gelap. Ada yang tak bisa lelap." Kutipan kutipan tersebut menunjukkan bahwa adanya transisi waktu dari sore ke malam. Pada bait ketiga penggunaan diksi "nanti" menunjukkan bahwa gelap atau malam belum datang. Namun pada bait ke lima, penggunaan diksi "telah" menggambarkan bahwa gelap atau malam telah terjadi.
"mengapa kau tinggalkan aku sebelum sempat"
Dalam kutipan di atas dapat terlihat bahwa aku lirik dalam puisi ini bersifat eksplisit atau hadir di dalam teks puisi. Begitu pula dengan subjek yang hadir melalui kata "kau" dan "senja". Namun dalam konteks puisi ini, "senja" juga bisa diartikan sebagai metafora dari waktu, kenangan, atau perasaan yang tidak dapat dimiliki selamanya.
"Senja mengajak duduk-duduk di pantai"
Secara literal makna dari kata "senja" dalam kutipan puisi di atas merupakan personifikasi seolah-olah senja memiliki kemampuan untuk mengajak seseorang duduk bersama di pantai. Namun, secara implisit "senja" adalah lambang waktu yang singkat dan romantis. Adanya ajakan untuk duduk dapat diartikan sebagai ajakan untuk merenung bertenang dan menikmati kebersamaan yang fana. Di sisi lain, karena joko pinurbo menjadikan "senja" sebagai tokoh dalam puisi ini bisa saja yang mengajak duduk bukanlah senja yang sesungguhnya.
"....bila senja minta pelukÂ
setengah saja, pacar senja tersipu-sipu."
Secara literal kutipan di atas memiliki makna adanya permintaan dari senja untuk dipeluk, tetapi hanya setengah yang diberikan karena adanya rasa malu. Namun secara implisit maksud pelukan dalam kutipan puisi di atas adalah simbol ketertarikan emosional. Adanya penggunaan diksi "setengah", menandakan ketakutan akan ketertarikan penuh, atau adanya kesadaran bahwa hubungan dengan waktu yang bersifat sementara seperti layaknya senja.
"cinta seperti penyair berdarah dingin yang pandai menorehkan luka."
Kutipan di atas secara literal memiliki maksud bahwa cinta disamakan dengan penyair yang kejam namun terampil. Di samping itu, secara implisit diksi "penyair berdarah dingin" menciptakan kontras antara keindahan puisi dan kejamnya cinta. Seorang penulis terkadang juga menuliskan luka atau perasaan duka yang ia rasakan ke dalam tulisannya. Â Kutipan tersebut dapat dimaknai bahwa cinta sering mengindahkan rasa sakit hanya untuk keindahan pengalaman dan luka bersifat estetis karena diperlukan dalam mencintai.
"rindu seperti sajak sederhana yang tak ada matinya. "
Kutipan di atas secara literal memiliki makna bahwa rindu disamakan dengan puisi yang sederhana tapi abadi. Cara implisit maksud dari kutipan di atas adalah kehadiran rindu yang digambarkan sebagai perasaan mendalam yang terus mengalir dan tak ada habisnya bahkan dalam bentuk se sederhana sajak. Namun di sisi lain sebetulnya sajak juga tidak sesederhana tulisan dan rangkaian kata saja. Bisa jadi bentuk paling sederhana yang dimaksud adalah bentuk paling rumit yang terlihat sederhana. Oleh karena itu kutipan di atas dapat diartikan sebagai perasaan yang tak bisa diredam atau dipahami sepenuhnya.
"tak terasa senja pun tiba: senja tahu-tahu melengos ke cakrawala, "
Secara literal kutipan di atas memiliki makna bahwa senja menghilang begitu cepat menuju cakrawala. Secara implisit diksi "melengos" memberikan kesan bahwa senja pergi tanpa pamit. Hal ini menandakan adanya waktu atau momen indah yang selalu meninggalkan kita tiba-tiba, sebelum kita benar benar sempat menyadarinya.
"pacar senja berangsur lebur, luluh, menggelegak dalam gemuruh ombak. "