Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Merilis Rindu di Musim Gugur

16 Oktober 2021   16:11 Diperbarui: 16 Oktober 2021   16:22 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Merilis Rindu di Musim Gugur| pincamp.de

Pagi itu kabut tebal membalut sudut kota, hingga lupa di manakah rumah tua itu? 

Udara dingin menyengat kulit hingga menggigil sambil menunduk berjalan ke sebuah sudut kota.

Terlihat daun-daun kuning tergeletak tanpa berisik suara mereka. Semuanya terhempas begitu sepi pagi itu.

Pejalan-pejalan kaki tidak sudi tentang apa artinya daun-daun kuning itu bisa ada di sana. 

Berjalan melintas, berlalu pergi selalu dalam hening tanpa melepas satu tatapan gelisah, mengapa sudah berubah?

Terlintas tanya dalam benak yang terhimpit dingin dan kabut hari itu, kenapa musim berlalu dalam sunyi?

Mengapa gejolak musim gugur disambut dengan kabut dan dingin? 

Tak menyesal dengan semua yang terjadi, kemudian terus pergi ke sudut kota itu.

Di bawah kolom jembatan kecil, tertidur sepi pemuda kulit putih.

Tanpa desis tangis, ia terbaring damai di tempat itu. Tak ada protes dan tanya datang darinya.

Perubahan musim di satu sisi dan pengemis yang tampak terlantar di sana, berjalan dalam kesunyian sudut kota.

Kota kecil yang berdamai dengan iklim dan pilihan orang-orang pinggiran.

Tiga jam berlalu, kabut pun pergi. Rasa hangat semakin menghampiri dinding kamar, merayu untuk katakan rindu.

Terbentang bayangan di dinding tentang daun-daun terbang kembali menyatu dengan sang cinta, bumi.

Ini bukan kisah tentang kejatuhan, tetapi tentang kembalinya lembaran hidup kepada Sang Cinta, di bumi.

Daun-daun kering bukan hanya berhenti dalam kata yang biasa tentang gugur, tetapi tentang kembali menyelimuti bumi.

Oh bumi ku yang semakin kering, sudah saatnya engkau dibalut dengan rasa rindu dan sayang semalam-malaman.

Biar hangatmu menahan terik mentari yang mungkin membakar wajah indah dan pesona ramah untuk siapa saja.

Bumi diujung musim panas, telah disambut dengan dekapan sayang sang musim gugur.  

Saat daun-daun ikhlas menyeka wajahmu yang lama merilis rindu menekan emisi benci ini.

Oh indahnya datangmu kini. Datang untuk merilis kembali rinduku yang berlalu dan beku waktu itu. 

Kau hadir untuk merilis rinduku saat ini, rindu mengungkapkan kata-kata cinta dan sentuhan kasih sayang pada wajah bumi.

Kutitipkan satu pesan, "jangan lupa kembalikan pikiran yang melepaskan emisi benci dalam kata-kata.

Kembalilah merilis rindu untuk mencintai bumi tempat kakimu berpijak kini.

Salam berbagi, ino, 16.10. 2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun