Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mimpi Petani Desa Menuju Bisnis Waralaba

23 September 2021   19:58 Diperbarui: 24 September 2021   10:41 1351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tentang mimpi petani desa menuju bisnis waralaba dari usaha kebun sayur milik bpk Kanis Tiga, warga desa Kerirea | Dokumen pribadi oleh Ino

Saya masih ingat di tahun 1989 harga cengkeh tiba-tiba jatuh, bahkan pada waktu muncul pembicaraan di kalangan masyarakat sampai pada tingkat kebencian pada tanaman. Tidak heran, para petani yang punya kebun cengkeh dirasuk dengan pola pikir yang salah, hingga marah dan menebas semua cengkeh mereka.

Pola pikir dan pendirian masyarakat pedesaan seakan-akan sangat mudah dipermainkan oleh pihak-pihak pembeli yang datang dari kota. Fenomena seperti itu masih terjadi hingga sekarang ini. Cuma bedanya bahwa petani di desa tidak begitu emosional sampai menebas tanaman mereka, yang biasa terjadi adalah mereka menelantarkan tanaman yang harga sudah jatuh di pasaran. 

Pertanyaan terkait hal ini , siapa pemain harga pasar komoditi masyarakat hingga lingkaran setan itu terus berulang dari tahun ke tahun? Anehnya, masyarakat desa tidak pernah menganalisis dan protes, tetapi berusaha menerima begitu saja. 

Mengapa keadaan seperti itu dibiarkan terjadi atau terus terjadi? Sebetulnya karena pemerintah sendiri tidak punya kendali terhadap permainan pihak yang punya modal penguasa pasar.

Keadaan tidak terkendalikan itu terjadi karena regulasi dari pemerintah terkait penentuan harga jual beli komoditi masyarakat itu sama sekali tidak ada, sehingga pembeli begitu liar bermain harga sesuka hati mereka.

Logika pasar hingga terjadi seperti ini di mata para pembeli, "Jika komoditi masyarakat berlimpah-limpah, ya kita turunkan harga pembelian dari petani atau penjual pertama. Dengan pertimbangan kita akan menjual lagi dengan perolehan keuntungan yang sangat besar."

Dalam konteks seperti itu, sebetulnya bisnis waralaba menjadi begitu menguntungkan karena proses jual beli masuk ke dalam regulasi resmi yang dilindungi dan diakui pemerintah dan bukan liar.

Mimpi masyarakat desa sebenarnya terbentuknya suatu wadah yang mengatur dan menata pasar jual komoditi masyarakat secara resmi tanpa kompromi dan manipulasi suka-suka dari pihak pemilik modal.

5. Kegalauan hidup karena budaya tiru

Kehidupan masyarakat pedesaan sangat kuat dipengaruhi oleh budaya dan adat istiadat mereka masing-masing. Faktor budaya dan adat istiadat itu cukup kuat memengaruhi pola pikir dan rencana hidup untuk suatu perubahan dan masa depan.

Masyarakat pedesaan cukup sering dipengaruhi oleh budaya tiru. Artinya, jika seseorang melihat tetangganya punya usaha seperti itu, maka yang lain akan juga melakukan hal yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun