Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Senja dari Tirai Karantina

2 Agustus 2021   19:26 Diperbarui: 2 Agustus 2021   23:42 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Senja dari tirai karantina di Jakarta 2/08/2021 | Dokumen pribadi oleh Ino

Senja suatu hari di Jakarta menjadi kenangan tak terlupakan, pertama dalam cerita di alam prahara ziarah hidup fana.

Senja lukisan kenangan tentang cinta dan ibu yang menjadikan semua begitu tanpa banyak kata dan alasan.

Jakarta pada 2 Agustus 2021 ditatap dari tirai gelisah, kenapa senja pergi semakin menjauh dan tenggelam?

Jakarta dari pusaran metropolitan, terbersit gagasan dan tanya, mengapa rona abu-abu mendarat di atas kota Jakarta?

Jakarta, wajah penuh misteri tentang cinta dan perjuangan, keselamatan dan setumpuk aturan.

Jakarta dalam cerita hari ini, dari sorotan kaca tanpa jendela gajah mada.

Senja dan Jakarta berpadu tanpa kata janji hingga seiya sekata melukis warna angkasa.

Berpadu warna dalam hening yang misterius menatap perginya sang mentari di barat sana.

Sesekali tenggelam dalam arus mudik tak beraturan sang awan tebal, namun ia muncul kembali dengan polesan wajah yang semakin merah.

Rona wajah yang semakin merah ketika semakin dekat dengan kepergiannya.

Entahkah itu simbol duka? Mungkinkah helai awan terlepas abu-abu tua itu adalah tudung duka?

Misterimu kapan tersingkap? Wahai langit, senja dan Jakarta?

Dari tirai kamar karantina cuma ada cerita tentang pergimu hari ini dengan wajah ceriah merah.

Engkau menghilang dari gugusan terpisah awan-awan kecil di barat.

Menyelinap sunyi pergi tanpa pamit dari riuh duka dan harapan tentang akhir dari covid19 di negeri tercinta ini.

Mengapa engkau pergi tinggalkan kami di kamar sunyi ini?

Adakah setiamu nanti mengunjungi masa depanku?

Adakah fajar ceria dan harapanmu mengetuk jendela kamarku sekali lagi nanti?

Tolonglah, beri aku waktu. Waktu untuk mengunjungi dan menjumpai sang ibu yang tertidur dengan kata sunyi, "aku menunggumu"

Tak tahu pada siapa aku harus katakan semua rinduku hari ini.

Kutemui kamu yang paling setia menemaniku saat pagi sebagai sang fajar dan saat sore sebagai sang senja.

Engkau setia menemani aku dan mereka dalam lara, lelah dan sulitnya hadapi pandemi ini.

Ubahlah sejauh itu selaras cinta-Mu.

Perbaharuilah semuanya agar jadi baru bukan karena cita-citaku, tetapi karena rencana dan cinta-Mu.

Salam berbagi, ino, 2.08.2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun