Di beberapa negara sekolah mulai ke ranah Calistung (membaca, menulis dan berhitung). Ketika di SMP akhir tahun 1960-an penulis masih mengalami pelajar menulis cerita sebagai bagian dari pelajaran Bahasa Indonesia. Ada pula pelajaran membaca novel dan karya sastra. Selain itu ada kalimat buta yaitu cerita yang ditulis semua dengan huruf kecil tanpa tanda baca. Tugas murid adalah merangkainya jadi cerita dengan alinea dan tanda baca.
Di acara "Nunggu Bedug Makin Seru di Bukber Kompasianer" - Ketemu di Ramadan: Merayakan dengan Hati, Bukan Sekadar Tradisi pada Sabtu, 22/3/2025, di O2 Corner Area Gedung Kompas Gramedia, Palmerah, Jakarta Barat, ada materi yang disampaikan oleh Arienda Anggraini, M.Psi, Psikolog (Psikolog Kompas Gramedia & Mental Health Practitioner), yang dipandu Amalia Permata H. (Tenteram Kompas Gramedia) terkait dengan masalah yang dihadapi pada silaturrahmi saat lebaran.
Sejatinya, berkumpul di saat rayakan lebaran jadi suasana yang menyenangkan, tapi tidak jarang pula terjadi membuat sebagian orang justru merasa tidak nyaman karena dihadapkan dengan pertanyaan yang sensitif terkait dengan privasi, seperti sekolah, kuliah, pekerjaan dan soal pernikahan.
Arienda memberikan tips menghadapi suasana yang tidak nyaman agar suasana lebaran tetap menggembirakan. Hanya saja Arienda memakai sudut pandang yaitu dari orang-orang yang diperkirakan akan merasa tidak nyaman.
Itulah sebabnya ada yang justru mengindar tidak mengikuti acara keluarga di saat merayakan lebaran karena sudah berpikir negatif yaitu akan menghadapi pertanyaan atau candaan yang sensitif. Untuk itu "Cobalah mengubah pikiran negatif jadi positif," pinta Arienda.
Misalnya, jika ada sindiran, cibiran, candaan atau pertanyaan yang sensitif dihadapi atau dijawab dengan candaan atau justru meminta mereka membantu, semisal dengan doa, agar apa yang ditanya bisa terwujud.
Yang perlu diingat adalah 'kita tidak bisa menghindari semua masalah' sehingga perlu cara-cara yang arif dan bijaksana menghadapinya bukan menutup diri atau menghindar.
Kalau saja Arienda memakai perspektif sehingga perlu juga mengingatkan setiap orang agar suasana lebaran tidak dimanfaatkan jadi ajang untuk menyindir atau bertanya dengan pertanyaan yang sensitif yang terkait dengan privasi.
Selain itu perbincangan terkait nostalgia rayakan lebaran dulu dan sekarang. Bisa jadi ketika Kompasianer anak-anak, remaja, dewasa dan setelah berkeluarga.