Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Literasi yang Kini Hilang di Kala Rayakan Idul Fitri dan Perayaan Lain

24 Maret 2025   11:31 Diperbarui: 24 Maret 2025   14:59 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana acara "Nunggu Bedug Makin Seru di Bukber Kompasianer" pada 22/3/2025 di O2 Corner Area Gedung Kompas Gramedia (Foto: Dok/Syaiful W. Harahap) 

Sekarang ini sejak ada Internet kegiatan menulis surat, mengirim kartu pos, mengirim telegram indah sudah lenyap.

Padahal, berkirim surat untuk berbagai tujuan merupakan bagian dari literasi (KBBI: kemampuan menulis dan membaca), seperti menyampaikan pesan, mengucapkan selamat ulang tahun, menyampaikan salah perkenalan, menceritakan kehidupan di rantau dan seterusnya.

Ketika menulis surat yang muncul di atas kertas adalah curahan hati dengan bunga-bunga bahasa yang diolah dengan rasa (taste). Hal ini jelas tidak bisa disampaikan pada teks melalui surat elektronik (Surel), SMS/Short Message Service) atau postingan di WA, Instagram dan X (d/h Twitter).

Ilustrasi: Menulis sebuah surat (Sumber: sunshinehouse.com)
Ilustrasi: Menulis sebuah surat (Sumber: sunshinehouse.com)

Ada apologia (pembelaan) bahwa warga di Indonesia enggan menulis surat karena sudah ada e-mail, SMS dan postingan di media sosial. Tapi, mengapa di negara lain berkirim surat dan kartu pos tetap ada?

Padahal, densitas telepon, PC, laptop dan Ponsel di negara lain jauh lebih tinggi daripada di Indonesia. Tentu saja ada faktor yang membuat warga Indonesia tidak berkirim surat lagi.

Celakanya, di sekolah dasar (SD) dan SMP sederajat tidak ada lagi pelajaran membaca dan menulis. Padahal, masyarakat dunia yang maju memulai kehidupan dengan membaca (reading society -- masyarakat gemar membaca) dilanjutkan ke jenjang menulis (writing society -- masyarakat yang gemar menulis) baru masuk ke ranah filming society (masyarakat yang gemar menonton film).

Kompasiner di acara
Kompasiner di acara "Nunggu Bedug Makin Seru di Bukber Kompasianer" pada 22/3/2025 di O2 Corner Area Gedung Kompas Gramedia (Foto: Dok/Ist)

Yang bikin celaka di Indonesia masyarakat belum masuk ke ranah reading society sudah dicekoki dengan sinetron, termasuk opera sabun (soap opera), sehingga merusak jalan ke reading society.

Baca juga: Televisi Mengubah Media Habit Masyarakat* (Kompasiana, 23 April 2011)

Di beberapa negara sekolah mulai ke ranah Calistung (membaca, menulis dan berhitung). Ketika di SMP akhir tahun 1960-an penulis masih mengalami pelajar menulis cerita sebagai bagian dari pelajaran Bahasa Indonesia. Ada pula pelajaran membaca novel dan karya sastra. Selain itu ada kalimat buta yaitu cerita yang ditulis semua dengan huruf kecil tanpa tanda baca. Tugas murid adalah merangkainya jadi cerita dengan alinea dan tanda baca.

Di acara "Nunggu Bedug Makin Seru di Bukber Kompasianer" - Ketemu di Ramadan: Merayakan dengan Hati, Bukan Sekadar Tradisi pada Sabtu, 22/3/2025, di O2 Corner Area Gedung Kompas Gramedia, Palmerah, Jakarta Barat, ada materi yang disampaikan oleh Arienda Anggraini, M.Psi, Psikolog (Psikolog Kompas Gramedia & Mental Health Practitioner), yang dipandu Amalia Permata H. (Tenteram Kompas Gramedia) terkait dengan masalah yang dihadapi pada silaturrahmi saat lebaran.

Ilustrasi -- Telegaram Indah (Sumber: batamclick.com)
Ilustrasi -- Telegaram Indah (Sumber: batamclick.com)

Sejatinya, berkumpul di saat rayakan lebaran jadi suasana yang menyenangkan, tapi tidak jarang pula terjadi membuat sebagian orang justru merasa tidak nyaman karena dihadapkan dengan pertanyaan yang sensitif terkait dengan privasi, seperti sekolah, kuliah, pekerjaan dan soal pernikahan.

Arienda memberikan tips menghadapi suasana yang tidak nyaman agar suasana lebaran tetap menggembirakan. Hanya saja Arienda memakai sudut pandang yaitu dari orang-orang yang diperkirakan akan merasa tidak nyaman.

Itulah sebabnya ada yang justru mengindar tidak mengikuti acara keluarga di saat merayakan lebaran karena sudah berpikir negatif yaitu akan menghadapi pertanyaan atau candaan yang sensitif. Untuk itu "Cobalah mengubah pikiran negatif jadi positif," pinta Arienda.

Misalnya, jika ada sindiran, cibiran, candaan atau pertanyaan yang sensitif dihadapi atau dijawab dengan candaan atau justru meminta mereka membantu, semisal dengan doa, agar apa yang ditanya bisa terwujud.

Yang perlu diingat adalah 'kita tidak bisa menghindari semua masalah' sehingga perlu cara-cara yang arif dan bijaksana menghadapinya bukan menutup diri atau menghindar.

Kompasiner di acara
Kompasiner di acara "Nunggu Bedug Makin Seru di Bukber Kompasianer" pada 22/3/2025 di O2 Corner Area Gedung Kompas Gramedia (Foto: Dok/Ist)

Kalau saja Arienda memakai perspektif sehingga perlu juga mengingatkan setiap orang agar suasana lebaran tidak dimanfaatkan jadi ajang untuk menyindir atau bertanya dengan pertanyaan yang sensitif yang terkait dengan privasi.

Selain itu perbincangan terkait nostalgia rayakan lebaran dulu dan sekarang. Bisa jadi ketika Kompasianer anak-anak, remaja, dewasa dan setelah berkeluarga.

Baca juga: Korespondensi dengan Surat dan Kartu Pos serta Telegram yang Kini Tinggal Kenangan (Kompasiana, 15 Maret 2024)

Yang teringat adalah soal berkirim surat atau kartu pos ke orang tua, teman dan sahabat. Juga tentang telegram indah yang kini telah tiada.

Sudah saatnya pemerintah kembali menghidupkan kegemaran berkirim surat, kartu pos dan telegram indah di saat lebaran, ulang tahun dan perayaan lain. Dalam hal ini tentu saja peran sentral ada di pundak PT Pos Indonesia. <>

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun