Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Raperda Anti-LGBT Kota Depok, Kasihan Waria Akan Terusir

28 Juli 2019   21:47 Diperbarui: 28 Juli 2019   21:59 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: medicalxpress.com)

Tragis benar nasib waria di Kota Depok, Jabar, jika rancangan peraturan daerah (Raperda) Anti-LGBT disahkan jadi peraturan daerah (Perda) karena sebagai transgender mereka tidak diterima lagi hidup sebagai makhluk Tuhan di Kota Depok.

Soalnya, dalam LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender) yang kasat mata hanya transgender yaitu waria. Sedangkan lesbian, gay dan biseksual tidak bisa dikenali dari fisiknya.

Lagi pula sebagai orientasi seksual lesbian, gay dan biseksual (catatan: transgender bukan orientasi seksual tapi identitas gender) ada di alam pikiran sehingga tidak bisa dilarang. Yang perlu dilarang adalah perilaku seksual dalam bentuk homoseksual yaitu seks oral dan seks anal di dalam dan di luar nikah.

[Baca juga: LGBT Sebagai Orientasi Seksual Ada di Alam Pikiran]

Pemrakarsa Raperda Anti-LGBT, Hamzah, anggota Fraksi Partai Gerindra, mengatakan: "Prilaku LGBT dinilai telah bertentangan dengan Pancasila sila pertama dan kedua." (jabar.suara.com, 21/7-2019).

Tidak jelas apa perilaku LGBT yang disebut Hamzah bertentangan dengan sila pertama dan kedua Pancasila (Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab).

Kalau yang dimaksud Hamzah adalah seks oral dan seks anal, maka hal ini juga dilakukan oleh kalangan heteroseksual. Bahkan, tidak sedikit pasangan suami-istri yang melakukan seks oral dan seks anal, bahkan dalam posisi "69".  Banyak istri yang mengeluh karena dipaksa suami melayani seks oral dan seks anal. Ini termasuk 'marital rape' yaitu perkosaan dalam pernikahan.

Dalam berita Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Depok dikatakan menyebut: "Tercatat 2014 ada 4.932 gay dan bertambah, kini ada sekitar 5.791 gay."

[Baca juga: AIDS di Kota Depok, "Tembak" LGBT Abaikan Heteroseksual]

Secara fisik gay tidak bisa dikenali. Apakah 5.791 warga yang disebut KPA Kota Depok itu mengaku bahwa mereka gay sebagai sumber primer? Adalah hal yang tidak masuk akal ada 5.791 warga Kota Depok yang menyatakan diri sebagai gay.

Sedangkan Dinas Sosial Kota Depok mengungkapkan ada 114 orang dari 222 orang yang mengindap HIV adalah para gay.

Jika disimak dari aspek epidemiologi HIV/AIDS data ini sangat baik karena HIV/AIDS pada gay ada di terminal terakhir di komunitasnya. HIV/AIDS pada gay tidak perlu dikhawatirkan karena mereka tidak punya istri sehingga tidak ada jembatan penyebaran ke masyarakat.

Disebutkan bahwa Dinas Kesehatan Kota Depok juga mencatat kasus HIV/AIDS priode September 2018 sebanyak 168 yang terbanyak adalah gay. Ini juga kabar baik bagi penanggulangan HIV/AIDS di Kota Depok karena mereka tidak mempunyai istri sehingga tidak akan banyak lagi ibu hamil yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS yang pada akhirnya bayi yang lahir dengan HIV/AIDS pun akan turun.

Jika Raperda Anti-LGBT itu pada akhirnya dikaitkan dengan HIV/AIDS, maka tidak akan ada gunanya dalam konteks penanggulangan HIV/AIDS karena laki-laki heteroseksual justru lebih banyak yang melakukan perilaku berisiko tertular HIV/AIDS daripada gay.

Dalam kegiatah sharing dengan 2 pekerja seks komersial (PSK) dan 1 waria yang beroperasi di Kota Depok pada "Pelatihan Media dan CSO" dengan tema "Pemberitaan Media yang Positif bagi ODHA" yg diikuti oleh wartawan dan pendamping Odha diprakarsai oleh Indonesia AIDS Coalition (IAC)/Koalisi AIDS Indonesia di Kota Depok tanggal 18-20 Juli 2019 di Hotel Bumi Wiyata, Kota Depok, Jawa Barat, terungkap bahwa pelanggan mereka justru kebanyakan lagi-laki beristri.

Satu dari 2 PSK itu dan 1 waria mengidap HIV/AIDS, tapi tetap saja ada pelanggan yang menolak memakai kondom. Itu artinya banyak laki-laki dewasa beristri warga Kota Depok yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS.

Apakah dengan Perda Anti-LGBT penyebaran HIV/AIDS di Kota Depok bisa ditanggulangi? Tentu saja tidak bisa. Itu aritnya penyebaran HIV/AIDS di Kota Depok (akan) terus terjadi yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun