Di Jakarta sendiri praktek pelacuran yang terjadi di kos-kosan melalui media sosial dibongkar polisi. Pemprov DKI Jakarta melakukan langkah-langkah konkret yang melibatkan RT dan masyarakat untuk mencegah agar kos-kosan tidak dijadikan sebagai tempat pelacuran.
Kalau Pemkot Surabaya dan Pemkot Bandung menyiratkan dengan menutup lokasi pelacuran selesailah sudah tugas mereka memberantas pelacuran. Ya, secara de jure benar, tapi secara de facto pelacuran terus terjadi.
Menyiratkan tidak ada lagi pelacuran bukan realitas, tapi hiperrealitas. Penggiringan opini bahwa kalau tidak ada tempat atau lokasi pelacuran terbuka, maka tidak ada pula pelacuran. Ini ada di ranah fantasi karena secara de facto pelacuran terjadi setiap saat.
Diberitakan oleh kompas.com (7/1-2016): “PDI-P Surabaya Keberatan jika Risma (Walikota Surabaya, Tri Rismaharini-pen.) Jadi Calon Gubernur DKI 2017”. Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya Whisnu Sakti Buana, mengatakan: “ .... mereka berdua baru saja memenangi pilkada tersebut pada Desember 2015. Oleh sebab itu, ia merasa harus menjalankan amanat itu.”
“Teman Ahok”
Dalam berita kompas.com tadi disebutkan bahwa Wakil Ketua PDI-P Surabaya, Adi Sutarwijono, menilai bahwa wacana pencalonan Risma sebagai penantang Ahok itu sangat wajar, apalagi kinerja dan jejak Risma sudah diakui secara nasional maupun internasional dalam memimpin Kota Surabaya.
Kemenangan Risma bisa saja karena konsentrasi pemilih dari kubu PDIP yang berbeda jauh dengan kondisi Jakarta dengan partisipasi yang sangat heterogen. Pilkada DKI ketika Jokowi-Ahok dan nanti kalau Ahok maju akan menuai serangan SARA (suku, agama, ras dan antar golongan) yang sangat masif.
“Temah Ahok” yaitu relawan penduduk Ahok mengaku sudah mengumpulkan 500.000 lebih fotocopy KTP warga Jakarta yang mendukung Ahok (kompas.com, 19/12-2015). Jumlah ini sudah melewati perolehan suara 8 parpol peserta Pilgub 2012, terpaut dengan suarat PDIP 1.231.843 dan Gerindra 592.568. “Tema Ahok” akan terus bekerja dengan target 1.000.000 KTP sesuai dengan harapan Ahok.
Berbeda jauh dengan Pilkada Kota Bandung dan Kota Surabaya yang sama sekali tidak ada isu SARA. Begitu juga ketika Walikota Risma dan Walikota Emil (Ridwan Kamil) memerintah sama sekali tidak ada serangan dengan balutan isu SARA. Bandingkan dengan Ahok yang semua programnya disorot dari aspek SARA. Bahkan, ketika Pemprov DKI memberangkan penjaga masjid (marbot) umroh yang diterima Ahok bukan ucapan terima kasih, tapi cercaan dalam berbagai bentuk.
Maka, amatlah arif pernyataan Emil ini: "Saya sementara fokus di Bandung. Ya bagi-bagi saja, saya di Bandung, Pak Ahok di Jakarta.” (metrotvnews.com, 6/10-2015).