Tak seperti masa lalu, saat senantiasa hadirmu membawa selaksa doa, menyertai hitungan usiaku, memercik tawa dan canda anak-anakmu, dalam perayaan akan hari lalu untuk esok.
Tak ada tiupan lilin dalam perenungan tahun ini mamah, tapi laksana tiba doa-doa darimu, memadamkan kegelisahanku seketika, meski sebuah lara menepi diujung garis senyuman, usahlah muncul dalam pandangan.
Serasa sulit mensyukuri waktu, selalu tayangan sendu mengisi benakku, yang menyadarkan aku adalah piatu.
Aku masih mengingat jelas, bijak tuturnya memberi bekas, sebuah kasih sayang tanpa mengenal balas.
Kala aku tak bisa menyerap ajaran guru dan menghabiskan masa berhura hura, mamah membasuhku dengan semangat menderu, menuntun pada cahaya dan memberi makna, selalu.. berkali kali.
Kala tubuhku roboh dipukuli saat membela togar dan tjia, yang dihina karena agama dan asalnya, mamah memberi senyuman haru, memelukku dengan kebanggaan memaku kalbu.
Seluruh doa terbaik ditiap malam, untukmu mamah .. karena aku bingung meminta apa untukmu disana.. bolehkah memintamu bersama sekejap saja, menikmati kue ulangtahunku.
Batam, 29 September 2020.
*Seperti curhat perdana di kompasiana.