Mohon tunggu...
Indah Safitri
Indah Safitri Mohon Tunggu... Finance

menulis adalah suara hati

Selanjutnya

Tutup

Love

Ketika Perceraian Bagi Wanita Bukan Lagi Hal Yang Tabu

27 Agustus 2025   15:39 Diperbarui: 27 Agustus 2025   15:39 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuatnya Wanita dari KesendirianSumber : Facebook

Mengutip data dari BPS , angka perceraian di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun sejak 2015. Pada 2022 telah menembus 516.344 perceraian yang didominasi pasangan muda , dimana usia pernikahannya belum genap hingga lima tahun.

Melihat tingginya angka perceraian ini tentu disebabkan karena banyak faktor, diantara lain hubungan yang toxic, perselingkuhan, bahkan sulitnya kondisi secara finansial / ekonomi.

Di era modern ini, perceraian dianggap sebagai simbol kebebasan dari kondisi pernikahan yang buruk. Karena saat ini kesadaran akan hak-hak individu dan kebutuhan pribadi, membuat pasangan lebih berani mengambil keputusan untuk bercerai jika pernikahan tidak memenuhi kebutuhan mereka. Perubahan dalam komunikasi dan impian pernikahan, membuat pasangan memiliki ekspektasi yang lebih tinggi dan lebih berani mengungkapkan ketidakpuasan mereka.
Selain itu, meningkatnya kemampuan ekonomi wanita, membuat mereka tidak lagi tergantung pada suami dan lebih berani mengambil keputusan untuk bercerai jika pernikahan tidak berjalan dengan baik.

Dengan demikian, pasangan di zaman sekarang lebih mudah memilih bercerai karena mereka memiliki kebebasan dan keberanian untuk mengambil keputusan yang tepat bagi diri mereka sendiri.

Berbeda dengan generasi sebelumnya, pasangan di masa lalu cenderung memilih untuk bertahan dalam pernikahan meskipun menghadapi kesulitan.

Di zaman dulu, perceraian dianggap tabu dan wanita yang bercerai sering kali dianggap sebagai aib di masyarakat, bahkan dianggap sebagai ancaman bagi rumah tangga orang lain. Ketakutan para istri akan suaminya yang berpotensi tertarik pada janda membuat janda tersebut serba salah dan takut dianggap merayu suami orang.

Di zaman dulu, perceraian sering kali menyudutkan perempuan dengan stigma negatif. Jika perceraian disebabkan oleh masalah ekonomi, perempuan dianggap tidak sabar dan tidak mampu mengelola keuangan. Jika karena perselingkuhan, perempuan dianggap tidak bisa memenuhi kebutuhan suaminya. 

Bahkan jika perceraian disebabkan oleh perilaku suami yang toxic atau priarki, perempuan tetap dianggap tidak patuh dan membangkang. Stigma negatif ini membuat banyak istri di generasi sebelumnya memilih untuk bertahan dalam pernikahan yang tidak bahagia demi menjaga nama baik keluarga dan anak-anaknya, meskipun mereka harus menanggung penderitaan fisik dan mental yang berat.

Beda halnya dengan zaman sekarang, di mana begitu bangganya ketika seorang wanita telah memilih untuk menjanda. Dan fenomena ini tentu bukan lagi hal yang tabu karena banyaknya kasus perceraian yang terjadi. Di era modern ini, wanita yang bercerai tidak lagi dipandang sebelah mata. Bahkan banyak yang melihatnya sebagai simbol kekuatan dan kemandirian. Mereka tidak lagi merasa malu atau takut untuk memulai hidup baru, dan banyak yang berhasil membangun kehidupan yang lebih baik setelah perceraian.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun