Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mi Ayam Mas Narto

20 November 2022   21:20 Diperbarui: 23 November 2022   16:19 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mi Ayam Mas Narto (dokpri)

Kantin kantor kehutanan dan mi ayam Mas Narto kemudian menjadi salah satu kebiasaan kami. Tempat itu dan semangkuk mi ayam menjadi saksi bagaimana kami berproses hingga hari ini. Kadang-kadang jika Doni sedang tak bisa menemani, aku akan mengajak Dahlia, adikku, untuk makan mi ayam Mas Narto. Dahlia dengan segera juga termehek-mehek dengan mi ayam lezat itu.

"Jadi minggu depan aku akan pergi. Jika aku sudah settle di tempat yang baru, aku akan mulai mencari rumah. Lalu kamu bisa mulai mengurus kepindahanmu, ikut suami," tutur Doni pada makan siang kami yang ke sekian.

Aku mengangguk sedih. Doni akan pindah ke Jawa. Walaupun aku akan segera menyusulnya, namun tetap saja selama paling cepat enam bulan, kami tidak akan saling berjumpa.

Enam bulan kemudian...

Aku benar-benar merasa lemas dan tidak enak badan. Dahlia terus nyerocos tentang mi ayam Mas Narto. Ia berusaha membangkitkan seleraku yang tidak pernah makan banyak dalam enam bulan ini sejak Doni pergi.

Ibu mendorongku untuk segera pergi, siapa tahu mi ayam Mas Narto dapat mengembalikan selera makanku. Aku mengikuti Dahlia dengan setengah hati.

Duduk di bangku yang sama seperti enam bulan sebelumnya membuatku de javu. Bedanya kini tak ada Doni lagi di sampingku.

"Baru kelihatan, Mbak?" sapa mas Narto ramah. Dahlia memesan dua porsi mi ayam. Aku mengamati ritual mas Narto meracik mi, tanpa gairah. Jika dulu air liurku yang menetes, sekarang air mataku menetes tanpa bisa kucegah, namun sikutan Dahlia di pinggangku membuatku cepat-cepat mengusap mata.

"Jangan jadikan dirimu pusat perhatian," bisik Dahlia sambil memberi kode padaku merujuk ke sekumpulan bapak-bapak yang sedang ngopi di meja sebelah.

Dua porsi mi ayam segera hadir di hadapan kami. Tanpa ba-bi-bu, Dahlia langsung makan dengan gembira dan penuh selera. Aku mengaduk mi pelan, lalu menyuap sesendok. 

Entah ini karena apa, rasa mi ayam mas Narto tak pernah sama lagi di lidahku, sejak Doni menghilang - tak mengabariku sejak enam bulan lalu.**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun