Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Perpustakaan yang Terabaikan

10 September 2022   09:10 Diperbarui: 10 September 2022   09:21 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perpustakaan yang Terabaikan (Sumber: Pexels/Min An)

Pelan namun pasti suasana kerja di masa transisi ini semakin kondusif. Seperti pernah saya ceritakan di artikel terdahulu, kantor saya berubah tusi, dari sebuah kantor litbang menjadi sebuah kantor penerapan standar. 

Setelah berjalan setahunan ini, walau masih sedikit meraba dan tertatih, kegiatan kantor berjalan dengan baik. Jika ada sedikit kekurangan, tentu itu dapat dimaklumi.

Seiring dengan perpindahan tusi kantor, kepala balai saya juga melakukan perubahan secara fisik pada gedung dan ruangan kantor. Kantor kami terdiri dari dua gedung yang berseberangan, sebut saja gedung merah dan gedung hijau.

Saat masih menjadi balai penelitian, para tenaga fungsional teknis yang terdiri dari peneliti dan teknisi, menempati gedung hijau. Pada gedung hijau juga terdapat laboratorium dan perpustakaan serta  kebun di sisi gedung. 

Adapun gedung merah ditempati tenaga manajemen yang tusinya adalah pengelolaan administratif kantor. Kepala balai, kepala sub tata usaha, dan dua kepala seksi dulu juga berkantor di gedung merah. Ruang rapat juga ada di gedung merah waktu itu.

Sejak Januari 2022, kondisi tersebut dibalik oleh bos. Kami tenaga fungsional yang beralih menjadi penyuluh, pengendali ekosistem, dan pengendali dampak lingkungan menempati gedung merah. Tim manajemen pindah ke gedung hijau. Ruang perpustakaan dan ruang rapat pindah dan saling bertukar fungsi. Di sinilah semua bermula.

Saya masih ingat benar, ketika ruang perpustakaan hendak dipindahkan. Ribuan buku diikat dalam ikatan-ikatan kecil, lalu dinaikkan ke pick-up, lalu dikirim untuk menempati ruangannya yang baru di gedung merah.

Di ruang perpustakaan lama yang hendak berubah fungsi menjadi ruang rapat itulah saya mendengar cuitan bahwa perpustakaan sekarang sudah tidak terlalu diperlukan lagi, karena sudah tidak ada fungsional peneliti di kantor. Batin saya teriris mendengarnya. Memangnya hanya peneliti yang butuh literatur untuk dibaca?

Kini perpustakaan sudah menempati gedung merah dengan letak paling ujung barat. Posisi letak pun sudah membuatnya berbeda dengan dulu. 

Dulu setiap orang masuk kantor melewati pintu depan pasti akan melewati perpustakaan. Biasanya orang singgah untuk saling sapa, membaca koran, atau sekadar mengobrolkan pertandingan bola tadi malam.

Kini kantor kami masih berlangganan koran, tapi pembaca setianya hanya tinggal pak Acok, yang sejak dulu gemar mojok membaca koran berlama-lama. Pak Acok adalah salah satu staf kepegawaian. 

Ya, mungkin semua orang sudah membaca berita online dan merasa tidak perlu membaca koran, tapi menurut saya, teman-teman tidak membaca koran lagi karena letak perpustakaan yang kurang strategis. Ia ada di ujung di mana semua pegawai mungkin merasa malas melangkah lagi ke sana setelah masuk ke ruangan masing-masing.

Kadang-kadang orang datang ke perpustakaan untuk berdiskusi, mengerjakan tugas, atau rapat zoom terbatas karena ruangan perpustakaan sepi. Tapi itupun sekarang tidak dapat dilakukan dengan nyaman karena AC di ruang perpustakaan sering mati. Dua AC dinding yang sebelumnya terpasang, juga sudah dipindah entah kemana sejak tukar menukar ruangan.

Baru-baru ini saya sengaja membawa laptop dan berkas kerja saya, dan bermaksud bekerja dalam waktu yang cukup lama di perpustakaan. Lebih dari tiga jam saya di dalam perpustakaan, bersama dua orang petugasnya yang duduk di depan laptop masing-masing. AC sedang rusak dan salah satu petugas perpus, Mbak Darma, membukakan pintu samping di dekat tempat saya duduk agar angin masuk dan mengurangi hawa panas di dalam ruangan. 

Tidak ada satu pun orang yang masuk. Tidak ada aktivitas pinjam atau mengembalikan buku seperti layaknya sebuah perpustakaan. Ini seolah hanya ruangan dengan banyak rak tinggi penuh buku-buku yang harus dijaga.

Setelah duhur, salah seorang staf kepegawaian datang mengantarkan dua orang pekerja yang akan memperbaiki AC. Lalu saya pamit kembali ke ruangan saya yang ada di ujung timur gedung.

Dengan perpustakaan, saya telah dipisahkan sejauh barat-timur. Saya tak bisa lagi sering-sering mengunjunginya. Meski ia tak dingin dan tenang seperti dulu, sebenarnya berada di dekat buku-buku sumber miliaran kalimat membuat hati saya senang.

Perpustakaan terabaikan bukan karena kantor sudah berubah tusi, atau karena sudah tidak ada peneliti lagi. Ternyata di akhir tulisan ini saya baru menyadari bahwa perpustakaan terabaikan karena memang tak ada lagi orang-orang yang mencintai buku dan literasi di kantor kami. Tidak ada yang menganggap itu penting. Tidak ada yang peduli. Maka, sayonara -- dengan patah hati.**

               

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun