Sekar semeringah. Dengan bantuan Lastri, liontin itu terpasang di lehernya. Mereka telah sepakat untuk mengenakan benda itu bergantian. Sesuai jadwal, tiga hari sekali kalung berpindah tangan.
"Kok ada yang aneh, ya." Sekar meraba leher.
"Apanya? Bagus kok," ucap Lastri seraya menatap liontin indah itu. "Ah, sudahlah. Ayo kita ke gua istana. Bukankah ada kunjungan Kajeng Ratu Kidul malam ini."
"Wah, gawat. Nyi Roro Kidul akan menghukum kita kalau sampai terlambat. Ayo!"
Kedua makhluk itu mengurai, lenyap terbawa angin hingga hadir kembali di depan gua istana. Ribuan jin dari penjuru tanah Jawa telah berkumpul. Kerumunan itu didominasi sosok bertubuh besar, hitam, dengan rambut awut-awutan. Manusia menyebutnya genderuwo. Ada pula sosok hasil perkawinan jin dan manusia, Garini.
Tak hanya mereka, banyak kaum Adam dan Hawa yang bersila di sekitar mulut gua. Di depan mereka, telah tersaji menu makan malam para lelembut. Kembang, dupa, dan buah-buahan tertata di tampah. Mulut mereka komat-kamit. Doa, permintaan, dan harapan diutarakan. Keyakinan yang membuat mereka lupa akan kuasa Tuhan.
Buruknya manusia akan terlihat bilamana dia gila terhadap harta. Tak jarang, mereka lupa mana teman dan saudara. Demi kekayaan fana, mereka rela mengorbankan sesama. Sering kali mereka berdalih, menganggap hinaan manusia atas ketidaksetaraan adalah alasan terbaik. Kaum jin tertawa. Kurangnya rasa bersyukur tak ubahnya ladang mencari bala.
"Lihatlah! Banyak makanan lezat," ucap Lastri. Dia menoleh ke kanan dan kiri, menatap haus sesaji. Begitu pula Sekar, gadis itu menghirup aroma dupa-makanan kesukaannya.
"Dari mana saja kalian?" Tetiba sesosok wanita hadir di belakang mereka. Safitri. Dia bersedekap, menatap tegas kedua makhluk di depan. Karena tak mendapat jawaban, dia kembali bertanya, "menyesatkan manusia?"
Keduanya tertunduk, saling membisikkan kekhawatiran. Safitri tidak menyukai sikap mereka. Sekar dan Lastri disebut-sebut sebagai Ratu Perusuh. Mereka menggoda siapa saja yang diinginkan tanpa mengindahkan aturan.
"Dia ... dia memiliki tujuan buruk, Safitri. Dia ingin mencari tahu keberadaan kaum kita," cetus Sekar. Wanita itu berbalik, meraih tangan Safitri. "Sungguh. Percayalah padaku! Kami tidak melakukan kesalahan lagi."