Mohon tunggu...
Indah Hartini
Indah Hartini Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga dan seorang guru SD

Indah hartini merupakan seorang ibu rumah tangga dan pendidik. Hobby menulis novel. Buku yg telah diterbitkan "tasbih cinta di langit Moskow" (nourabook), "serpihan cinta hollandia", "karena Allah tak mengizinkan", "sujud hati di ujung subuh", "fabel mimpi obit" (diva press), "bidadari Annisa" (gema insan), "senja di ujung roma", "selendang putih tugu anno" (Kekata publisher), th 2020 juara favorit "menulis surat nasional" (diselenggarakan Funbahasa).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bidadariku Anisa

30 Oktober 2017   11:21 Diperbarui: 30 Maret 2022   01:15 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

**

"Nisa, sudah bangun saying." Sapaku pada Nisa yang baru bangun dari tempat tidur.

"Iya, bunda. Mana ayah Nisa?" Tanya Nisa sambil celingukan melihat kanan kiri berharap ayahnya akan muncul. Kadang aku iri melihat rasa sayang nisa pada suamiku. Tapi ini memang salahku.

Tiap pagi pasti suamiku membangunkan Nisa dengan cara halus dan menggendongnya menuju kamar mandi. Sementara aku tak pernah melakukanya. Jika suamiku tak ada dan Nisa sulit dibangunkan maka kuguyur dia dengan segayung air atau kuseret kekamar mandi dengan kasar.

"Ayah berangkat sebelum subuh sebab ayah harus keluar kota." Jawabku sambil mengusap kepala Nisa. Nisa tertunduk. Raut wajahnya berubah. Ia nampak kecewa mendengar penjelasanku.

"Oh iya, apa yang Nisa bawa?" Tanyaku seraya memandang sebuah amplop yang ada ditangan kanan  Nisa.

"Undangan untuk ayah. Lusa Nisa akan lomba qiro'ah al qur'an di kabupaten," jawab Nisa.

"Ayahkan pulangnya minggu depan jadi biar bunda saja yang menghadiri." Jawabku dengan lembut.

"Semalam ayah sudah janji pada Nisa kalau mau pulang pas Nisa lomba. Lagi pula bunda- kan sibuk mengurus dek Fira", jawab Nisa sambil berlalu. Dadaku terasa sangat sesak. Nisa, benar-benar merasa tidak kupedulikan lagi. Ia merasa jika aku memang hanya memperhatiakn Fira hingga ia menjawab seperti itu.

"Nisa  sayang maafkan bunda, bunda juga menyayngimu seperti bunda sayang pada adikmu," ucapku dengan deraian air mata.

**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun