"Juara pertama lomba qiro'ah al-Qur'an diraih oleh....Anisa Azakarya." Suara juri menyadarkanku dan Nisa.
"Nisa...kamu menang Nak, kamu menang." Ucapku sambil mengguncang-guncang tubuh Nisa. Rasa malu mempunyai anak cacat telah kubuang jauh jauh, Nisa bukan anak yang cacat tapi Nisa mempunyai kelebihan yang tak dimilki anak lain. Nisa adalah anak yang luar biasa. Nisa adalah kebanggaanku dan pelita hidupku.
"Piala ini kupersembahkan untuk ayah yang jauh-jauh datang dari luar kota, untuk bundaku tersayang yang tidak pernah lelah mencurahkan kasih sayangnya untuk Nisa dan untuk adik kecilku Afira." Ucap Nisa yang sedang menerima hadiah diatas panggung. Aku tak kuat menahan rasa haru sehingga tangispun pecah. Beribu perasaan bercampur aduk menjadi satu, anatara senang, bangga dan penyesalan yang mendalam karna sering menyiksa Nisa. Aku benar-benar malu pada Nisa, meski bertubi-tubi kemarahan sering kutumpahkan kepadanya namun dengan tulus ia membalasnya dengan cinta. Dan meski aku begitu membedakan Nisa dengan Fira namun Nisa tak pernah membenci Fira.
"Nisa bidadariku, maafkan bunda atas semua kekurangan bunda, dan jangan lupa doakan agar bunda bisa jadi bunda yg terbaik untukmu."
"Ya Allah, melalui putriku Anisa, Engkau didik hambamu ini untuk menjadi ibu yang baik, penuh kasih dan dapat bersikap adil. Aku bermohon ampunan kepada-Mu atas apa yang telah kulakukan pada bidadariku Anisa Azakarya. Beri hamba kesempatan memperbaiki kesalahan dan ingatkan hamba untuk tidak mengulanginya lagi."