"Nisa Putriku. Dia darah dagingku. Aku tak akan malu memilikinya. Aku bangga menjadi ibunya." Kataku lirih sembari menahan laju air mata. Suamiku tersenyum. Ia mengecup keningku dengan lembut.
"Alkmdulilah, naiklah." Suruh suamiku. Dengan menggendong si kecil Fira, aku pun ikut bersama suamiku.
"Kita harus cepat-cepat sebab Nisa mendapat nomor undian 3." Kata suamiku sambil terus menyetir.
Syukur alkmdulilah sesampai disana Nisa baru naik panggung. Semua memberi semangat pada Nisa. Mulai dari teman-teman ngaji, gurunya dan semua penonton. Banyak sekali yang sayang pada Nisa, sementara aku justru menyiakanya.
"Nisa semangat." Teriak seorang anak kecil seusia Nisa.
"Nisa...Nisa..Nisa." Sambung yang lain.
"Nisa sayang, semangat." Teriak suamiku sambil membawa poster bertuliskan nama Nisa. Bidadariku tersenyum optimis. Aku melambaikan tanganku dan menahan tangis.
"Nisa....nisa...dia adalah seorang anak yang luar biasa. Terimakasih ya Allah, telah Engkau percayakan Nisa kepadaku," Ucapku lirih. Nisa dapat membaca Al-qur'an denagn sanagt indah hingga membuat semua juri dan para penonton terpukau. Air mataku terus menitih, baru kali ini aku sadar betapa indahnya suara Nisa. Selama ini aku tidak pernah peduli sampai mana ia belajar nganji dan dari siapa ia bisa pandai qiro'ah. Usai tampil, Nisa langsung turun dari panggung dengan langkah tertatih-tatih dan kemudian memeluk suamiku dengan manjanya.
"Ayah...terimakasih sudah datang",ucap si kecil dipelukan ayahnya.
"Nisa, bagus sekali suaramu. Ayah bangga pada nisa", ucap suamiku. Aku memandang putri sulungku dan ia balas memandangku namun tak segera memelukku karna saat itu ada Fira digendonganku. Aku segera memberikan Fira pada suamiku dan kupeluk Nisa bidadari hatiku. Subhanallah,kehangatan terasa merasuki tubuhku ketika Ia membalas pelukanku.
"Nisa sayang, maafkan bunda. Maafkan semua sikap bunda. Mulai sekarang bunda akan menyayngimu seperti bunda sayang pada dek Fira. Kamu boleh menghukum bunda asal bisa menebus semua kesalahan bunda. Nisa sekali lagi maafkan bunda, kamu banyak memberi pelajaran kepada bunda. Nisa...jangan benci pada bunda," ucapku lembut, entah dia mengerti atau tidak. Nisa terus memelukku. Tanpa berkata-kata ia mencium kedua pipiku.