Mohon tunggu...
Cerpen

Tangisan Ibu di Negeri Cahaya

1 Januari 2019   22:41 Diperbarui: 1 Januari 2019   23:08 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

                "Ayah, ibu tidak bisa berbuat banyak untuk Andi. Ibu merasa bersalah tidak bisa membuat Andi sadar betapa penting nya kehidupan dia. Cibiran dari tetangga selalu menghampiri ibu tentang Andi, tetapi ibu selalu bilang bahwa Andi adalah calon orang sukses dunia akhirat kedepan. Meskipun tentangga tidak percaya dengan kata itu, tapi...ibu percaya, sangat percaya...." Lanjut ibuku sambil menangis sejadi-jadi nya mengeluh tentang cibiran tetangga yang membuat dia cukup tersiksa.

Tubuhku entah kenapa bergetar, air mata bercucuran dari mataku. Ya Allah, apa yang telah kuperbuat. Untuk pertama kali nya, aku melihat ibu menangis. Kenapa beliau tidak langsung bilang terus terang kepadaku? Kenapa beliau tidak mengutarakan cibiran tetangga terhadapku? Kenapa..kenapa. Sebejat-bejat nya aku, aku paling pantang untuk membuat orang tua menangis, terlebih ibuku. Aku pun ikut menangis dan menyesalkan apa yang telah kuperbuat. Akhirnya aku pun membulatkan tekad bahwa aku harus memenuhi ekspektasi ibuku, yaitu naik haji dan belajar agama. Itu semua kulakukan demi menghapuskan air mata ibuku.

                Mulai hari itu sampai umurku 17 Tahun, setiap hari nya aku hanya menggunakan uang sekitar 10 ribu rupiah dari uang jajan yang berjumlah 50 ribu rupiah sehari. Tidak hanya itu, demi menabung aku pun rela belajar bahasa Arab secara otodidak agar gratis. Akun Instagram yang berisi pembelajaran bahasa Arab aku manfaatkan untuk belajar. Pada akhirnya, ketika aku lulus SMA, aku menjadi mahir dalam berbahasa Arab. Tetapi yang membuatku bingung adalah uangku hanya terkumpul sebesar 50 juta rupiah. 

Agar uang sebesar itu aman, maka aku tabung di Bank Danamon Syariah di paket Tabungan Haji. Berharap uang ini kelak bisa aku gunakan untuk naik haji, meskipun aku tidak tau bagaimana caranya. Saat di masjid, aku bersujud memohon ampunan serta solusi kepada Allah Yang Maha Tau. Tidak lama setelah aku shalat, ada salah satu ustadz lulusan Arab Saudi menghampiriku dan bertanya kenapa aku terlihat bersujud lama sambil menangis, bernama ustadz Faris. Merasa nyaman, aku pun menceritakan semua kisahku dari awal sampai masa aku tidak memiliki tabungan yang cukup untuk naik haji sekaligus menghapus air mata ibuku secepatnya. Aku berharap bisa menyelamatkan ibu dan bapakku dari siksa api neraka dengan berubah menjadi lebih baik dan naik haji sebelum ibuku meninggal. Bagai durian runtuh, ustadz Faris merekomendasikanku agar segera mendaftar Muqobalah di Jogja dengan bantuan temannya di Jogja. Langkah itupun aku ambil dan terbang menuju Jogja. Sebelum berangkat, untuk pertama kali nya aku melihat ibu tersenyum begitu lebar. Raut wajahnya yang seram berubah menjadi manis seperti bunga mawar.

                Selama tes Muqobalah, tentu aku mengalami cukup kesulitan dengan keterbatasanku berbahasa Arab dan ilmu agama yang belum cukup. Maklum, karena sainganku adalah anak-anak pesantren. Selama di Jogja, tidak lupa aku shalat Tahajud untuk kelulusan. 1 bulan setelah masa ujian, aku akhirnya membuka hape yang berdering. SMS kulihat, dan pengumuman itu menyatakan "Dari Universitas Islam Madinah, bahwa Andi Triguna dinyatakan LULUS". Alhamdulillah, perjuanganku belajar dan menahan semua hawa nafsuku sampai memutuskan hubungan dengan pacarku pun terbayarkan. Setelah kukabarkan kepada ibuku, tidak kubayangkan ibu akan berkata "Ibu merasa bahwa tabungan semata tidak akan cukup membuat naik haji, tapi niat usaha dan ikhtiar lah yang membuat cukup". Kata-kata sehalus salju itu pun terbukti. Kata-kata salju yang membuatku tidak hanya belajar disana, bahkan naik Haji pun akan jauh lebih mudah karena biaya transportasi dan penginapan akan berkurang drastis.

                Setelah fokus belajar sampai bergelar S2 dan umroh yang sudah kujalankan berkali-kali, akhirnya aku pulang ke kampung untuk menikah dengan wanita solehah pilihan mamaku. Kehidupanku sangat berubah, dan aku sadar betapa penting nya tabungan yang ibuku persiapkan untukku. Tidak dari segi material semata, tapi tabungan itu adalah bentuk dari perjuanganku dari kecil untuk menginjak tanah air serta menghapus air mata ibuku dan ayahku. Terima kasih Ya Allah, Engkau telah memberikanku hidayah melalui tabungan naik haji yang tidak hanya membawaku untuk naik haji, tetapi membawaku untuk semangat dalam belajar agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun