Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tes Ulang Pendamping Desa: Jerat Kecemasan atau Jalan Ketangguhan?

20 September 2025   11:52 Diperbarui: 20 September 2025   11:52 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: Image by cookie_studio on Freepik)

Sejak diumumkannya Kepmendes 294/2025 dan telah disosialisasikan secara daring, suasana hati banyak tenaga pendamping desa berubah drastis. Kabar tentang kemungkinan tes ulang perpanjangan kontrak menimbulkan gelombang kecemasan. Bagi sebagian pendamping, informasi ini seperti kabar mendung yang menutup langit pengabdian.

Sebab, pengalaman di lapangan memperlihatkan betapa kompleks realitas diterimanya seseorang sebagai pendamping desa. Proses rekrutmen, promosi, hingga evaluasi kinerja kerap menimbulkan keluhan. Banyak yang merasa jalannya panjang, rumit, dan melelahkan. Tidak jarang, kerumitan itu melahirkan rasa jenuh dan kehilangan arah.

Jika benar "bahasa" tes ulang itu dilaksanakan, maka wajar bila banyak pendamping kehilangan fokus. Energi yang seharusnya diarahkan mendampingi desa malah terkuras membayangkan skenario terburuk. Setiap hari dijalani dalam kecemasan, seakan menunggu vonis yang tak bisa ditebak.

Tulisan ini lahir dari refleksi pribadi, ketika kegelisahan muncul akibat kontrak yang tak lagi otomatis diperpanjang. Situasi itu menimbulkan rasa galau, menghadirkan ketidakpastian yang membuat langkah terasa berat, seakan masa depan pendampingan desa kehilangan kepastian arah yang jelas.

Namun, pada saat yang sama, kabar tes ulang juga bisa dibaca dari sisi lain. Ia bisa dilihat sebagai pemicu menata ulang arah perhatian: apakah hanya larut dalam ketakutan, atau menjadikannya peluang memperkuat kapasitas diri.

Pada titik inilah Red Car Theory memberi perspektif baru. Ia menawarkan cara sederhana menggeser cara pandang, dari rasa takut menuju persiapan yang lebih matang.

Red Car Theory dan Pergeseran Fokus

Red Car Theory menjelaskan bahwa apa yang paling sering kita lihat bergantung pada arah perhatian. Ketika seseorang membeli mobil merah, tiba-tiba mobil serupa terasa ada di mana-mana. Padahal jumlahnya sama, hanya kesadaran kita yang berubah.

Teori ini sangat relevan bagi pendamping desa yang menunggu kejelasan kontrak. Jika benar terjadi tes ulang, lalu pikiran hanya terpusat pada risiko gagal, maka bayangan buruk itu akan terasa semakin nyata. Energi akan habis terkuras untuk rasa cemas yang tak berujung.

Sebaliknya, jika fokus dialihkan pada sisi positif, suasana batin bisa berubah. Tes ulang dapat diperlakukan sebagai peluang meneguhkan diri setelah ditempa pengalaman panjang di lapangan. Cemas yang tadinya menguasai justru bergeser menjadi energi persiapan.

Dengan demikian, Red Car Theory bukan sekadar teori populer, melainkan strategi praktis menghadapi ketidakpastian. Ia mengingatkan bahwa arah perhatian menentukan kualitas langkah. Apa yang dipilih untuk dilihat, itulah yang akan semakin menguat dalam keseharian.

Apabila tes ulang benar-benar digelar, pertanyaan mendasarnya adalah: akankah pendamping terus terjebak dalam bayangan kegagalan, atau justru mengarahkan fokus pada peluang tampil sebagai local leader—sebagaimana harapan Bapak Kaban BPSDM, Agustomi Masik?

Tes Ulang sebagai Ruang Pembuktian

Tes ulang, bila benar terjadi, bukan semata ujian administratif, tetapi bisa diperlakukan sebagai ruang pembuktian. Pendamping dapat menunjukkan kapasitas kepemimpinan yang sudah diasah dari kerja lapangan: membangun komunikasi dengan perangkat desa, menggerakkan partisipasi warga, hingga melahirkan inovasi kecil.

Kemampuan sebagai local leader tidak muncul dalam semalam. Ia lahir dari pengalaman panjang menemani musyawarah desa, mengawal dana pembangunan, hingga membantu masyarakat menghadapi masalah sehari-hari. Tes ulang dapat menjadi cermin sejauh mana kapasitas itu berkembang.

Lebih jauh, persiapan menghadapi tes justru bisa menjadi momentum memperdalam kompetensi. Membaca ulang regulasi, menajamkan pemahaman tentang perencanaan desa, dan melatih kemampuan menulis laporan adalah bagian penting. Setiap langkah persiapan menjadi modal, baik hasil tes sesuai harapan maupun belum.

Red Car Theory memberi dorongan agar pendamping memandang tes ini sebagai peluang meneguhkan ketangguhan. Dengan fokus pada apa yang bisa disiapkan, pendamping tidak sekadar menunggu keputusan, tetapi aktif membangun nilai tambah dalam dirinya.

Maka, jika benar terjadi tes ulang, ia bukanlah akhir, melainkan salah satu pintu dari banyak jalan yang bisa terbuka. Pertanyaannya: apakah kita mampu memanfaatkannya untuk melangkah lebih kokoh?

Dari Cemas Menjadi Energi Baru

Akhirnya, jika benar tes ulang menjadi syarat perpanjangan kontrak, kuncinya adalah mengubah cemas menjadi energi. Red Car Theory membantu mengingatkan bahwa fokus pada potensi lebih bermanfaat daripada terjebak pada ketakutan.

Pendamping dapat melatih diri dengan langkah sederhana: menuliskan tiga hal positif setiap hari, melatih berbicara di forum desa, atau membuat catatan refleksi pengalaman mendampingi. Langkah kecil ini menjaga kesadaran tetap terarah pada peluang, bukan bayangan buruk.

Selain itu, penting membangun dukungan kolektif. Komunitas pendamping dapat menjadi ruang saling menguatkan, berbagi strategi menghadapi tes, dan mencegah terjebak dalam lingkaran keluhan. Energi kolektif akan menjaga semangat tetap terpelihara.

Tentu, fokus positif tidak boleh berarti menutup mata dari realitas. Kritik konstruktif terhadap sistem tetap penting, tetapi harus diiringi dengan persiapan matang. Pendamping desa bukan hanya menunggu birokrasi, tetapi juga aktor yang membangun ketangguhan bersama masyarakat.

Dengan keseimbangan itu, ketidakpastian kontrak tidak lagi harus melemahkan. Jika benar terjadi tes ulang, ia bisa menjadi alarm pengingat bahwa kapasitas harus terus ditajamkan. Dari cemas, lahirlah energi baru. Dari ketidakpastian, tumbuhlah ketangguhan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun