Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

One in a Million: Saat Doa Itu Mengiringi Langkah Pertama

11 September 2025   07:00 Diperbarui: 9 September 2025   18:25 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Meta AI)

Pagi itu, rumah sederhana di kampung terasa berbeda. Tidak ada pesta perayaan, hanya kesibukan kecil yang sarat makna. Bekal seadanya dipersiapkan, seakan cukup menjadi pegangan di tanah rantau yang masih asing. Di sudut ruang, keheningan berbaur dengan harapan yang menahan napas.

Saat tas telah siap, tak ada banyak kata terucap. Bapak lebih memilih diam, sementara ibu berulang kali menata pakaian, seolah ingin menunda detik keberangkatan. Namun, dari tatapan mata mereka, terasa jelas: ada keyakinan yang mereka titipkan. Doa itu mengalir, sederhana tapi tak tergantikan.

Detik yang Membentuk Jejak

Hari itu bukan sekadar awal perjalanan akademik. Ia adalah hari ketika harapan keluarga sederhana diletakkan di pundak seorang anak. Anak ketiga, namun yang pertama berkesempatan kuliah. Ada getar kebanggaan, bercampur cemas, seolah mereka menyerahkan sebagian jiwa kepada masa depan.

Bapak tak banyak bicara, namun diamnya penuh makna. Di wajahnya tergambar perhitungan tentang biaya dan tanggung jawab, tapi juga keyakinan bahwa langkah ini harus ditempuh. Sementara ibu berulang kali menahan air mata, tangannya sibuk melipat pakaian agar terlihat rapi.

Bekal sederhana disiapkan dengan teliti. Sebotol abon ikan asin dan komak totok—kacang koro yang dipipihkan—ditaruh di dalam tas. “Biar bisa jadi lauk kalau sulit makan di sana,” kata ibu. Bekal itu bukan sekadar makanan, melainkan simbol cinta dan cara mereka menjaga dari jauh.

Suasana keberangkatan tidak meriah, tetapi justru di sanalah nilai terbesarnya. Kesahajaan melepas anak bukan berarti minim harapan, melainkan keyakinan penuh bahwa langkah ini akan membuka pintu-pintu baru. Itulah detik yang menorehkan jejak, jejak yang akan diingat selamanya.

Titipan yang Tak Tergantikan

Doa menjadi bahasa yang paling jernih. Tidak selalu diucapkan lantang, seringkali hanya lewat tatapan mata atau sentuhan singkat di pundak. Namun, justru dalam kesunyian itulah doa menjadi kuat—mengalir sebagai titipan yang tak tergantikan.

Sebelum melangkah ke bus yang akan membawa ke kota, ibu sempat berpesan lirih. “Jangan lupa shalat. Ingat rumah, inget gubok gempeng (kampung halaman).” Pesan itu sederhana, tetapi di baliknya tersimpan harapan besar: semoga anak ini tetap berpijak pada akar meski terbang jauh.

Bapak memilih diam, hanya menyalami erat dan mengusap kepala saat tangan itu dicium. Cengkeraman tangannya kaku, seperti ingin menyampaikan seluruh nasihat tanpa kata. Dalam genggaman itu, terasa beratnya melepas, tetapi juga ada keyakinan bahwa perpisahan ini bukan akhir, melainkan awal dari sebuah jalan panjang.

Bagi anak yang dilepas, doa-doa itu menjadi kompas. Di tanah rantau yang asing, ingatan akan tatapan dan genggaman tangan bapak, serta lipatan pakaian ibu, menjadi energi bertahan. One in a million moment itu benar-benar menjadi bekal yang lebih kuat dari sekadar makanan.

Perjalanan yang Tak Mudah

Langkah berikutnya adalah menghadapi kenyataan di kota besar. Hidup jauh dari rumah menuntut daya tahan yang berbeda. Bekal makanan sederhana memang cepat habis, tetapi doa yang dibawa dari rumah tak pernah berkurang. Ia hadir setiap kali rindu datang.

Hari-hari panjang di ruang kuliah kerap terasa berat. Ada momen ingin menyerah, ada pula saat iri melihat teman-teman yang lebih mapan. Namun, bayangan bapak yang diam penuh doa dan ibu yang setia menata pakaian kembali terlintas, seolah menyemangati untuk tetap bertahan.

Dalam perjalanan itu, doa terasa nyata. Ia menjadi teman dalam kesunyian, menjadi alasan untuk bangun saat jatuh, dan menjadi cahaya kecil yang tak pernah padam. Tanpa doa itu, barangkali langkah sudah berhenti sejak awal.

One in a million moment yang tercipta di pagi keberangkatan itu menjelma menjadi jangkar. Ia menahan agar perahu tidak karam, meski ombak kehidupan di rantau kadang begitu besar. Doa orang tua, meski sederhana, ternyata mampu menahan badai.

Makna yang Hidup Selamanya

Waktu berjalan. Perjalanan kuliah itu akhirnya diselesaikan, bahkan berlanjut ke jenjang yang lebih tinggi. Namun, momen paling berharga tetaplah saat awal: ketika doa itu pertama kali dititipkan. Karena dari sanalah semua energi untuk melangkah lahir.

Kini, kedua orang tua telah tiada. Mereka tak sempat melihat anaknya berdiri di panggung wisuda doktoral. Namun, doa yang dahulu mereka titipkan tetap hidup, menyertai, seakan menjadi warisan yang tak pernah habis meski sumbernya telah pergi.

Doa itu tak lagi hanya milik masa lalu. Ia menjadi bagian dari diri, menyala di setiap langkah baru, menguatkan setiap keputusan, dan menjadi pengingat bahwa cinta yang paling tulus tak pernah benar-benar hilang.

One in a million moment di pagi keberangkatan itu bukan sekadar kenangan. Ia adalah cahaya abadi—lentera yang terus menuntun arah, meski kedua pemilik doa telah berpulang. Dan mungkin, justru di situlah makna terbesar: doa sejati tak pernah mengenal akhir.

Ada yang berkata, cinta sejati meninggalkan jejak tak kasatmata. Begitu pula doa dari mereka yang telah pergi: tak terlihat, tapi tetap menuntun. Seperti bintang yang terus menyala di langit malam, doa itu akan selalu hadir—one in a million yang tak tergantikan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun