Sebagian orang menganggap menulis kritik sebagai bentuk bunuh diri karier. Namun, Rebecca Solnit dalam Hope in the Dark (2010, h. 102) menegaskan bahwa perubahan besar lahir dari keberanian kecil yang konsisten, bukan dari ketakutan abadi.
Menulis dan berbicara adalah bentuk tanggung jawab moral. Diam terhadap kesalahan berarti menjadi bagian dari kesalahan itu sendiri (Freire, 1970, h. 75), sebab dalam ketidakadilan, keheningan berarti persetujuan diam-diam.
Ketakutan dalam organisasi bagaikan kabut pekat yang melumpuhkan. Solnit (2010, h. 104) mengatakan bahwa di balik ketidakpastian itu selalu tersimpan peluang perubahan, menunggu keberanian untuk diwujudkan dalam tindakan nyata.
Banyak orang memilih diam bukan karena tidak tahu, melainkan karena merasa tak berdaya. Ini adalah bentuk kekalahan sistemik, seperti disebut Freire (1970, h. 77), hasil dari pendidikan ketakutan yang terstruktur.
Bahkan mengetahui ada kesalahan, banyak orang bertahan dalam ketidakadilan karena takut dihukum (Sennett, 1998, h. 92), melestarikan budaya bisu yang membuat perubahan menjadi sesuatu yang tampak mustahil.
Lebih parah lagi, untuk menutupi ketidakmampuannya memimpin, banyak atasan menebar ancaman pemecatan. Foucault (1977, h. 30) menjelaskan bahwa ancaman semacam ini berfungsi sebagai alat produksi rasa takut yang meluas.
Ancaman ini membunuh dialog dan mematikan kreativitas. Solnit (2010, h. 106) menunjukkan bahwa dalam ruang-ruang yang dipenuhi rasa takut, potensi individu terkubur jauh sebelum pernah benar-benar tumbuh menjadi nyata.
Kritik harus dipandang sebagai jalan menuju perbaikan, bukan sebagai ancaman. Freire (1970, h. 78) menegaskan bahwa pembebasan hanya mungkin terjadi bila keberanian untuk berbicara terus dirawat di dalam organisasi.
Dalam organisasi sehat, kritik adalah cermin untuk introspeksi. Foucault (1977, h. 31) menyatakan bahwa mekanisme kontrol perlu digantikan dengan partisipasi sadar, agar kekuasaan menjadi sarana produktivitas, bukan represi.
Ketika kebenaran menjadi sesuatu yang berbahaya untuk diungkapkan, maka sendi-sendi organisasi mulai rapuh. Solnit (2010, h. 108) memperingatkan bahwa hanya kejujuran yang mampu menyelamatkan masa depan institusi.
Ketakutan tidak boleh dibiarkan menguasai ruang kerja kita. Setiap individu berkewajiban menjaga integritasnya melalui suara dan tindakan (Freire, 1970, h. 80), bukan dengan berdiam diri dalam atmosfer intimidasi.