Mohon tunggu...
Politik Pilihan

Menatap Kegagapan Maritim Indonesia

1 Agustus 2016   03:16 Diperbarui: 1 Agustus 2016   03:32 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sayangnya sampai hari ini, pemangku kebijakan intelijen negara tidak juga ‘berani’ secara terbuka membentuk intelijen maritim dalam bidang yang spesifik dan mandiri secara formal. Padahal, apabila kita menyadari arti penting intelijen maritim bagi program Tol Laut Presiden Jokowi yang muaranya adalah mewujudkan Visi Poros Maritim Dunia, maka tidak ada alasan bagi Kepala Badan Intelijen Negara menunda pembentukannya. Penundaan atau mungkin bahkan penolakan menjalankan intelijen maritim dalam sebuah bidang lembaga yang mandiri dan spesifik dalam strukur Badan Intelijen Negara atas alasan apapun memperlihatkan kebijakan intelijen yang tidak simetris dengan arah kebijakan nasional, tindakan yang tidak kongruen. Dan hal itu patut dipertanyakan.

JIka kita membaca seluruh tulisan diatas maka jelaslah bahwa kita telah terlalu terlambat untuk segera menjalankan program Tol Laut, dan dapat dipastikan kita juga terlalu terlambat mewujudkan visi Poros Maritim Dunia. Kegagapan kita tentang maritim membuat kita berjalan kearah yang keliru. Kekeliruan itu bukan hanya memperlambat program serta visi pemerintah, tapi juga semakin memberi ruang bagi para mafia dan para statusquo yang selama ini menguasai potensi ekonomi.

Kekeliruan tersebut membuat kita menjadi semakin tidak menyadari arti penting maritim bagi kemaslahatan nasional. Kita terkunci kepada pendapat bahwa maritim hanyalah semata laut saja. Padahal, apabila kita mempelajari konsep Sarwono Kusumaatmaja tentang “Sembilan Matra” bahwa yang disebut maritim adalah daratan termasuk pegunungan, permukaan air dari mata air di hulu sampai permukaan laut, kolom air di sungai dan danau maupun laut, pesisir, dasar laut, bawah dasar laut, atmosfir, stratosfir dan angkasa luar. Maka kita seharusnya segera menyadari bahwa maritim adalah seluruh potensi nasional bangsa.

Istilah kelautan dan maritim juga harus dibedakan. Kelautan merujuk kepada laut sebagai wilayah geopolitik maupun wilayah sumberdaya alam, sedangkan maritim merujuk kepada kegiatan ekonomi yang terkait dengan perkapalan, baik armada niaga maupun militer, serta kegiatan ekonomi yang berhubungan dengannya seperti industri maritim dan pelabuhan. Kebijakan maritim menjadi aspek aplikatif kebijakan kelautan nasional. Menalar maritim secara serampangan dan hanya bermuatan kepentingan jangka pendek jelas hanya akan memperlihatkan kegagapan kita terhadap maritim. Dan apabila kita gagap, bagaimana kita bisa melaksanakan program penting seperti Tol Laut, kalau kita gagap maka bagaimana visi besar Indonesia Poros Maritim Dunia dapat tercapai.

Pemerintahan Jokowi telah berjalan hampir dua tahun, paham maritim bukanlah hanya sekedar membentuk lembaga sekelas kementerian koordinator sekelas Kemenko Maritim. Dengan pengertian yang gagal paham macam pejabat intelijen negara diatas, maka bahkan Kemenko Maritim tak ubahnya hanyalah kabin kosong yang tidak akan pernah dapat maksimal memanggul tugas besar program dan visi pemerintah.

Pengertian kemaritiman yang keliru dan secara kolektif dibiarkan begitu saja seperti sekarang hanya akan memfungsikan lembaga maritim setingkat Kemenko Maritim hanya sekedar sebagai even organizer, penyelenggara acara seremonial. Jika lembaga sekelas Kemenko Maritim selama ini hanya menjadi EO, lalu bagaimana rakyat kita akan paham maritim? Bagaimana Visi Besar Indonesia Poros Maritim Dunia akan terwujud jika rakyat Indonesia ikut-ikutan gagal paham tentang maritim. Dan sekali lagi kita masih terus terancam gagap maritim. Tabik.

Oleh : Irwan Suhanto

Penulis adalah penggiat dan pemerhati maritim, tinggal di Jakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun