SAKIT HATINYA AMIR SJARIFUDIN DAN KEGAGALAN PKI 1948
Pendahuluan
Peristiwa Pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948 merupakan salah satu noda hitam dalam
sejarah awal kemerdekaan Indonesia. Peristiwa ini tidak hanya mengancam eksistensi
Republik yang baru berdiri, tetapi juga melibatkan salah satu tokoh sentral revolusi, Amir
Sjarifuddin. Keterlibatannya, yang berujung pada eksekusi mati, seringkali ditafsirkan sebagai
manifestasi dari 'sakit hati' politik pasca-jatuhnya kabinetnya.1 Esai ini akan menganalisis
bagaimana kekecewaan politik Amir Sjarifuddin pasca Perjanjian Renville dan jatuhnya
Kabinet Amir Sjarifuddin menjadi faktor kunci yang mendorongnya memimpin gerakan
oposisi keras, Front Demokrasi Rakyat (FDR), yang kemudian berujung pada kegagalan tragis
Pemberontakan PKI 1948 di Madiun.