Mohon tunggu...
Nanang A.H
Nanang A.H Mohon Tunggu... Penulis, Pewarta, Pemerhati Sosial

Penyuka Kopi Penikmat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

DPR, Etika Komunikasi Publik, dan Sentilan Agnez Mo

2 September 2025   14:00 Diperbarui: 2 September 2025   14:03 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Rapat paripurna DPR RI (Antara Foto/Dhemas Reviyanto) 

Gelombang demonstrasi yang melanda berbagai daerah akhir-akhir ini merupakan cerminan semakin renggangnya hubungan antara wakil rakyat dan masyarakat. Akar persoalannya bukan hanya kebijakan yang dianggap tidak berpihak, tetapi juga cara para politisi menyampaikan pesan di ruang publik. 

Pernyataan politisi NasDem, Syahroni, yang viral karena menyebut masyarakat "tolol" saat menanggapi wacana pembubaran DPR, memperlihatkan betapa rendahnya kesadaran etika komunikasi sebagian anggota dewan. Tidak heran, pernyataan tersebut memicu gelombang kritik luas, termasuk dari kalangan selebritas.

Salah satunya adalah Agnez Mo, penyanyi muda yang go internasional asal Indonesia yang turut menyoroti rendahnya empati para wakil rakyat. Melalui akun media sosialnya, Agnez Mo menilai akar masalah komunikasi politik di Indonesia bukan sekadar pada gaya bicara, melainkan pada rendahnya kecerdasan emosional (EQ). "Semua berawal dari EQ rendah dan tanpa empati," ujarnya (Detik, 2025). Kalimat ini seolah menjadi refleksi kolektif masyarakat yang merasa suara dan penderitaannya tidak dipahami.

Krisis Empati dalam Komunikasi DPR

Dalam ilmu komunikasi politik, publik tidak hanya menilai isi kebijakan, tetapi juga bagaimana pesan itu dikemas dan disampaikan. Sayangnya, sebagian anggota DPR kerap menunjukkan sikap defensif, arogan, atau bahkan merendahkan masyarakat. Pernyataan kasar Syahroni bukan kasus tunggal. 

Sebelumnya, beberapa legislator juga pernah melontarkan komentar yang dianggap menyakitkan, seperti pernyataan yang mengabaikan kondisi ekonomi rakyat kecil atau yang membela diri secara berlebihan di tengah kritik publik.

Kondisi ini menimbulkan krisis kepercayaan. Lembaga Survei Indonesia (LSI) dalam hasil risetnya (2024) menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap DPR hanya sekitar 39%, jauh di bawah lembaga TNI dan Presiden. Rendahnya tingkat kepercayaan ini diperparah oleh komunikasi politik yang tidak empatik. Dalam situasi ekonomi yang penuh tekanan---dengan data BPS mencatat kenaikan angka pengangguran terbuka hingga 7,86 juta jiwa pada 2024---komentar wakil rakyat yang tidak sensitif terasa seperti "menabur garam di luka".

Pentingnya Public Speaking dengan Empati

Public speaking bukan sekadar retorika indah. Bagi seorang pejabat publik, ini adalah keterampilan strategis untuk membangun legitimasi moral dan kepercayaan masyarakat. Retorika politik yang baik harus memenuhi tiga unsur: logos (logika), ethos (etika), dan pathos (emosi/empati). Ketika pathos diabaikan, komunikasi akan kehilangan daya ikat emosionalnya dengan rakyat.

Anggota DPR perlu belajar bahwa memilih kata, intonasi suara, dan bahasa tubuh yang tepat dapat menentukan bagaimana publik menilai niat mereka. Misalnya, alih-alih menyebut rakyat "tolol", seorang politisi bisa mengatakan: "Kami mendengar aspirasi rakyat, mari kita cari solusi bersama agar DPR bisa bekerja lebih baik." Perbedaan diksi ini bukan hal sepele; ia dapat mengubah kemarahan publik menjadi ruang dialog.

Etika Komunikasi Publik: Pilar Demokrasi Sehat

Etika komunikasi publik menuntut pejabat negara untuk menjaga martabat jabatan sekaligus menghormati rakyat yang diwakilinya. Ada beberapa prinsip utama yang seharusnya dipegang:

  • Kejelasan dan Keterbukaan -- informasi harus disampaikan transparan agar publik tidak merasa dibohongi.
  • Empati -- menyelami kondisi masyarakat sebelum berbicara, terutama dalam isu sensitif seperti ekonomi dan kesejahteraan.
  • Kesantunan Bahasa -- memilih diksi yang tidak merendahkan, bahkan saat menghadapi kritik keras.
  • Akuntabilitas -- menyampaikan pesan yang sesuai dengan tanggung jawab politik, bukan sekadar membela diri atau partai.

Jika prinsip-prinsip ini dijalankan, DPR bisa kembali meraih kepercayaan rakyat. Komunikasi publik yang baik tidak akan memadamkan kritik, tetapi mampu mengarahkan kritik menjadi dialog konstruktif.

Pesan Agnez Mo: EQ sebagai Kunci

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun