Namun itu terjadi dalam senja yang sudah berlalu setahun lebih.
 "Apakah aku akan mati?" Berkecamuklah fikiran Winarti, ia rasa saat ini hidupnya tak penting lagi. Samar-samar dilihatnya sang suami yang masih menikmati buku bacaan. Suami yang menikahinya karena harta yang dimilikinya.
 Saat mobil melaju pelan; dalam pelukan Mbok Sarmi, mata Winarti berusaha memandang pohon pinus kuntet di atas bukit. Ia rasa senja ini adalah senja terakhir untuknya melihat perbukitan sleker.
 Tetapi...
 Untuk kemudian Winarti tercengang, tubuhnya menggigil hebat, ia melihat siluet laki-laki  yang sangat tak asing baginya; berdiri terpaku di samping pohon pinus kuntet yang beberapa menit lalu ia singgahi.
 Ya, siluet Anggoro, bukan tidak.
 Mata Winarti basah, ia ingin berteriak memanggil lelaki yang selalu di hatinya itu, namun tak bisa.
 "Inikah sakaratul maut?" Pertanyaan itu menancap pada benaknya.
 Jika ada kesempatan dari Tuhan, Winarti ingin melompat dari mobil dan menemui lelaki penyayang itu.
Tetapi...Â
Hidup di dunia ini penuh dengan tetapi dan tetapi.