Mohon tunggu...
Ikhsan Madjido
Ikhsan Madjido Mohon Tunggu... Menulis, traveling, fotografi

Mengabadikan momen dengan kalimat, dan merangkai emosi dalam paragraf

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tambang Sengsarakan Rakyat

8 Februari 2025   11:39 Diperbarui: 8 Februari 2025   11:39 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Langkah itu, menurutnya, tak hanya bertujuan untuk menyelesaikan masalah perizinan pertambangan, tetapi juga untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada aparat pemerintahan.

"DPRD Provinsi Sulteng akan meminta agar Gubernur Sulawesi Tengah dan pihak-pihak terkait seperti Polda Sulteng segera merespon dan mengambil langkah-langkah kongkrit," tambahnya.

Anggota DPRD Sulteng berdialog dengan pengunjuk rasa, LS ADI (dok. pribadi)
Anggota DPRD Sulteng berdialog dengan pengunjuk rasa, LS ADI (dok. pribadi)

Tak dapat dipungkiri, unjuk rasa yang diadakan LS ADI ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Forum reses yang digelar di berbagai titik seperti Balaroa, Petobo, Watusampu, dan Boyaoge telah menjadi wadah bagi warga untuk menyuarakan berbagai persoalan yang selama ini terpendam.

Di tengah obrolan hangat dan tumpang tindih keluhan, dua wilayah mencuat dengan persoalan yang sangat spesifik: Petobo dan Watusampu. Di wilayah Petobo, bekas bencana gempa bumi 2018 masih meninggalkan luka mendalam. Lahan likuifaksi seluas lebih dari 180 hektar masih belum mendapatkan kejelasan status hukumnya, sehingga menimbulkan kekhawatiran serius mengenai pengelolaan lahan di masa depan.

Warga di sana, yang masih berjuang mempertahankan hak perdata mereka, semakin mendesak agar pemerintah segera menyelesaikan persoalan tersebut sebelum menjadi masalah yang lebih besar.

Sementara itu, di kelurahan Watusampu, permasalahan datang dari aktivitas pertambangan pasir batu dan kerikil yang telah berlangsung puluhan tahun. Tak sedikit warga yang menderita akibat debu yang menyengat dan merusak kesehatan, terutama karena penyakit ISPA yang kini menyebar luas.

Debu yang dihasilkan dari pengerukan, pemuatan, hingga penggilingan material tidak hanya mengancam kesehatan, tetapi juga menghancurkan tanaman pertanian seperti sarikaya dan mangga, yang selama ini menjadi tumpuan ekonomi masyarakat. Kerusakan infrastruktur jalan umum akibat pengerukan serta aktivitas pemuatan material pun kerap memicu kecelakaan fatal, menambah deretan tragedi yang harus ditangani oleh pemerintah setempat.

Melihat gambaran situasi yang kompleks ini, Aristan pun menyampaikan harapannya agar DPRD Provinsi Sulteng segera membentuk Pansus (Panitia Khusus) guna menyelesaikan permasalahan lahan eks likuifaksi di Petobo serta permasalahan tambang sirtukil di Watusampu dan Buluri.

"Insya Allah setelah masa reses selesai, pada masa persidangan kedua di tahun ini bisa dibentuk Pansus agar masalah tersebut dapat diselesaikan dengan tetap menghormati hak keperdataan warga," tegasnya. Pernyataan ini menunjukkan bahwa langkah yang akan diambil bukan semata-mata retorika, melainkan langkah konkrit yang berlandaskan analisis mendalam terhadap persoalan yang telah mencuat selama ini.

Namun, tantangan tidak berhenti di situ. Sebelum aksi LS ADI, arus unjuk rasa mengalir melalui demonstrasi dari Aliansi Mahasiswa Peduli Rakyat (AMPERA). Demonstrasi ini menggambarkan keresahan yang sama namun dengan fokus yang berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun