Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Senja Terakhir (Tamat)

25 Mei 2018   06:59 Diperbarui: 13 April 2021   15:40 1018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : http://aakdidik-puisi.blogspot.co.id

Hari itu gedung pendopo agung kampus di penuhi oleh kelebat warna biru.  Topi toga menyembul dari kursi kursi yang berjajar rapi.   Aroma parfum semerbak memenuhi ruangan.  Para wisudawan telah duduk rapi di tempatnya masing-masing termasuk Rein.

Beberapa puluh menit yang lalu, Rein melihat tali topi toga Nara dipindahkan dari kiri ke kanan. Menurut Pak Batara, dosen yang merangkap sebagai ketua Jurusannya, pemindahan tali toga itu mempunyai filosofi bahwa ada sebuah pengharapan kepada para mahasiswa yang telah lulus untuk mulai menggunakan otak kanannya agar lebih berfikir kreatif dan inovatif setelah sebelumnya mereka banyak menggunakan otak kirinya ketika berada di bangku kuliah. 

Kini Rein melihat barisan teman-teman mendiang Jed yang mulai dipindahkan tali topi toganya satu persatu diantaranya, Aris, Astri, Erik, Iwan,  Indra, Jimmy, Maya, Ratri, Shia dan Tantri.

Setelah 3 tahun melalui banyak peristiwa, bagai bayi yang baru saja mencium aroma dunia, Rein merasa dilahirkan kembali. Semua beban beratnya telah terurai satu persatu.  Terlalu banyak kenangan yang tak ingin ia tinggalkan.  Ia sadar apa yang di alaminya selama beberapa tahun kebelakang ini memberikan sebuah pelajaran hidup yang berharga baginya. 

Kebahagiaan dan kemuraman datang silih berganti menyapanya.  Ia sadar, tak akan sekuat ini menghadapi semuanya tanpa mereka, teman-teman yang telah mengisi hari-harinya dalam suka maupun duka.

Tidak hanya persoalan dirinya yang telah terurai, persoalan teman-temannya pun kini telah terurai dengan sendirinya. Dandy kini tengah menjalani terapi tusuk jarum untuk ketergantungannya akan daun kering penebar pesona itu dengan dukungan Nara. Hubungannya dengan Nara semakin dekat, mereka bagaikan amplop dan perangkonya. Nara seakan menenemukan adik laki-laki baru. 


Punkhas Rambut rencananya akan membuat mini album secara indie setelah Dandy bergabung kembali dengan Beni, Jangkrik dan Rendra.  Jimmy belum lama ini kembali berkendara walaupun ia lebih sering menyimpan kendaraannya di rumah. Selain tetap mengkoleksi baju hawaii kini hobinya bertambah satu yaitu pergi ke tempat-tempat barang bekas bersama Dandy.  

Karena tidak ingin di sebut lagi penjaga pos ronda, putus dengan Winda, jadian dengan Syasya, Shia kembali berkarir dengan memacari beberapa adik angkatannya. Indra sudah tidak terlalu telat dalam berpikir setelah rajin minum Ginko Biloba dan banyak mengisi teka teki silang.  Umam masih setia memainkan game Championship Manager dan Wining Eleven-nya dengan perangkat komputer yang telah di upgrade menjadi intel pentium 2 MMX.  

Jerawat Redi sudah lama tidak muncul lagi karena akhirnya ia pergi berkonsultasi ke dokter kulit dan kelamin yang kadang membuatnya tengsin karena ada kata kelamin setelah kata kulitnya. Senny dan Erik berteman baik kembali walau tidak berlandaskan undang-undang cinta. Mayang telah berhenti mengkoleksi jam tangan, ia kini rajin  mengumpulkan berbagai macam aksesoris dari bahan perak bakar. 

Lea dan Aksan mengikuti jejak Tantri dan Aldo, menikah sesaat setelah sidang TA usai. Yang Rein tidak pernah sangka adalah Mahendra dan Ratri yang akhirnya memenuhi takdir mereka menjadi sepasang kekasih. 

Setelah beberapa kali pindah tempat kerja, kini Jojo memantapkan dirinya bekerja di sebuah perusahan kontruksi di Surabaya.  Dan Yan telah membuka hatinya kembali untuk sebuah kendaraan bercat hitam yang mana bukan warna favoritnya setelah VW Kodok hijaunya mengalami kerusakan mesin yang lumayan ekstrim.

***

Nara berdiri mematung menatap gadis yang tengah tersenyum padanya.  Matanya seakan enggan berkedip.  Rein terlihat sangat menawan dalam balutan kebaya yang sesuai dengan warna toga yang masih ia kenakan.

"Kak, hallo." Sapa Rein sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Nara.

Nara terbangun dari lamunannya dan tersenyum kepada Rein.

"Hai, eh duduk di sana yuk." Nara menunjuk tempat yang ia maksud. Rein mengangguk dan mengikuti pemuda itu dengan langkah tertatih karena high heels yang ia gunakan terasa sangat menyiksa.

 "Rein, hari ini mungkin hari terakhir kita bertemu." ujar Nara.

Rein menganggukan kepalanya.  Rencananya Nara akan melanjutkan kuliahnya di salah satu perguruan tinggi negeri di Surabaya.

"Sudah lama aku ingin mengatakan ini."

Rein mengerutkan dahinya.

"Mengatakan apa?"

"Aku..." Belum sempat Nara melanjutkan kalimatnya, tiba-tiba datang serombongan teman satu jurusannya yang meminta untuk foto bersama. Sementara Rein sendiri telah di tunggu oleh kakak lelakinya yang terlihat tak sabar.

"Kak, maafkan aku, aku harus pulang." Rein berteriak kepada Nara sambil menunjuk kakak lelakinya yang telah berada di dalam kendaraannya.  Nara mengangguk dan melambai, raut wajahnya terlihat sedikit kecewa.

***

Rein berlari kecil memasuki stasiun kereta.  Tadi malam Nara menelponnya untuk memberi kabar bahwa jadwal keberangkatannya ke Surabaya di percepat karena suatu hal. Rencananya hari itu ia ingin bertandang ke rumah Rein untuk mengembalikan kamus Bahasa Inggris yang dulu ia pinjam namun apa daya waktu tidak mengizinkannya.

"Hai kak, maaf aku telat jalanan sedikit macet hari ini."

Nara melihat jam tangannya. "Gak pa pa, yang penting masih ada 15 menit waktu yang tersisa untuk mengatakan sesuatu kepada kamu yang kemarin belum sempat aku utarakan."

"Oh iya, memangnya kakak mau ngomong apa?"

Nara diam sejenak lalu menarik nafas panjang dan menghembuskannya. "Rein, aku telah menyimpan perasaan ini selama satu tahun, waktu yang cukup lama untuk meyakinkan diriku sendiri sampai akhirnya aku mencoba berani mengatakannya kepada kamu saat ini."

Deg, jantung Rein terasa berhenti berdetak.

"Selama ini aku selalu ada di samping kamu karena aku ingin. Aku menyukai kamu tapi aku terlalu takut untuk mengungkapkannya."

Rein membisu, lidahnya kelu.

"Rein, aku menyayangi kamu bukan sebagai adik."

Rein tak kuasa menatap mata Nara. "Kak, aku ... maafkan aku..."

"Aku tahu Rein." Nara tersenyum membelai kepala Rein lembut.

"Selamat tinggal Rein, mungkin kita akan bertemu kembali, tapi entah kapan, yang pasti kamu akan selalu ada dalam hati dan pikiranku karena aku sangat menyayangimu." Nara menyentuh pundak gadis itu lalu memasuki kereta yang tak lama lagi akan membawanya pergi

Rein tak kuasa menahan butiran air mata yang akan jatuh di pipinya. Ia menatap rangkaian kereta api yang semakin menjauh itu seiring dengan tibanya senja.  Senja terakhir yang tersisa bersamanya.

Sementara itu di dalam kereta yang tengah membawanya ke tempat baru, Nara membaca berkali-kali kalimat yang tertera diatas kertas HVS yang selama ini ia simpan dengan rapi.

"Senja menghilang seiring dengan kepergianmu. Warna jingganya yang indah telah berganti dengan gelapnya malam. Biarpun kau dan senja lenyap dari pandanganku namun aku akan tetap disini, menunggumu beserta sinar jingga keemasan yang aku tahu pasti akan selalu kembali".

 **TAMAT**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun