Mohon tunggu...
iin nuraeni
iin nuraeni Mohon Tunggu... Guru - seorang ibu yang menyukai anak-anak, suka menulis, dan ingin terus belajar.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Memeluk Kenangan

5 Juni 2022   21:07 Diperbarui: 9 Juni 2022   21:45 1087
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi merindukan seseorang. (Sumber gambar: Pixabay)

Kupejamkan mata ini, Aku mencoba untuk melupakanmu, melupakan semua kenangan indah tentang kita, tentang mimpi kita, semakin Aku mencoba melupakanmu, bayangmu semakin nyata merasuk hingga ke jiwa, Tuhan, tolonglah diriku yang merindukannya. 

Aku tak tahu kini kau ada dimana, apakah kau rindu kepadaku, atau bahkan telah melupakanku.

Malam semakin larut, ketika aku rebahkan raga ini diatas ranjang sambil aku pandang ponsel yang selalu menemani keseharianku, pekerjaan yang menuntut aku untuk menyentuh benda ajaib ini, dan pastinya aku akan melihat gambar seseorang yang pernah dan sedang mengisi satu sisi dalam hatiku, ingin rasanya aku melupakannnya, namun pesonanya membuatku terkapar oleh asmara.

Ya dia, yang pesonanya menumbangkan keangkuhanku, yang tatapan matanya menghujam bagai anak panah melesat tepat ke jantungku, suaranya yang berat membawaku melayang menggapai mimpi-mimpi, ah...sosok itu yang terus membayangi perjalanan hidupku, dan akhirnya aku terlelap bersama bayang-bayang cintanya, hemmm.

***

Sayup-sayup terdengar suara kokok ayam kate milik Ayah, membangunkanku dari lelapnya tidur, Aku geliatkan badan dan aku rentangkan kedua tanganku, segarnya....Aku bersyukur Allah masih memberikan kesempatan kepadaku untuk menikmati indahnya dunia yang penuh cinta.

Aku beranjak turun dari ranjangku untuk mengambil air wudhu dan menyapa Ayah Bunda, aku bertemu Ayah yang akan menuju musala dekat rumah.

Aku lemparkan senyum, dan Aku menemui Ibu yang sudah menungguku di musala rumah, aktifitas inilah yang membuatku bangga pada Ayah dan Bundaku, kehidupan beragama, yang membuatku menjadi kuat dan Aku sangt mencintai mereka, mereka adalah inspirasiku.

Pagi ini aku ada agenda pertemuan di kantor cabang tempatku bekerja, semua materi dan berkas sudah Aku persiapkan dengan cermat, Aku tak ingin mengecewakan atasanku, Bu Diana.

Perjalanan ke kantor cabang yang tidak begitu jauh dan pastinya tidak merusak penampilanku, masih tetap segar, tidak berapa lama kamipun sampai, dan Aku jatuh cinta pada pandangan pertama, ya dia Pak azka yang telah mebuatku menjadi terpana dengan penampilan dan cara Beliau menyampaikan materi, dan bahagianya Aku bisa berkenalan dengan Beliau.

"Assalamualaikum Mbak Anisa" sapanya di sela waktu istirahat.

"Waalaikumsalam Pak Azka" jawabku dengan suara bergetar (semoga Pak Azka tidak tahu kalau aku kaget plus bahagia).

"Jangan panggil Pak ya, setua itukah saya, panggil saya mas saja" kelakarnya

"Baik Pak, eh Mas" jawabku dengan suara terbata.

Sejak pertemuan itu, ada pertemuan-pertemuan berikutnya, mulailah tumbuh benih-benih cinta, walaupun Mas Azka belum pernah mengucapkan kata cinta.

Aku bisa merasakan bagaimana Beliau memperlakukanku, bagaimana Beliau menatapku, yang semuanya membuat hatiku tersentuh dengan birunya rindu dan merahnya cinta...hemmm.

Kini ketika benih-benih cinta telah tumbuh menjadi pohon cinta yang berdahan kasih sayang dan berantingkan rindu, tumbuh sempurna dalam jiwaku, memapahku manapaki terjalnya kehidupan.

***

Siang ini, ketika jam istirahat tiba, Aku mendengar dari bu diana,kalau Pak Azka di pindah tugaskan ke kantor cabang yang lain, walau demikian Aku masih memiliki harapan bagaimanapun juga Beliau telah mengisi sebagiaan lorong hatiku yang sudah lama sepi.

Aku masih berharap bisa menghubunginya lewat aplikasi whastapp atau bertelepon langsung, namun harapan itu seakan tak akan nyata, berapa kali Aku menghubungi Beliau melalui chat, hanya centang satu yang berwarna hitam, dan ketika aku menghubungi lewat telpon.

Hanya terdenagr suara seorang operator yang suaranya sudah tak asing lagi dengan kata-katanya, nomor yang ada tuju sedang tidak aktif atau berada diluar jangkauan, aaah...

Kegelisahan ini membuatku semakin resah, kehadiranmu yang Aku rindukan, suara mesramu yang Aku tunggu, ponsel dalam genggaman tak lepas Aku pandang menunggu kabar darimu.

***

Sesampainya di rumah, Aku langsung menuju kamar tanpa menemui Bunda terlebih dahulu, Aku begitu sedih, dan rasanya Aku ingin menjerit dan menangis untuk mencurahkan kesedihan ini, sampai akhirnya Aku tertidur dalam balutan kerinduan yang mendalam.

"Anisa, kamu baik-baik saja kan?" terdengar suara Bunda dari depan pintu kamar.

"Anisa baik-baik saja Bun!, hanya terlalu capek saja" jawabku, Aku tak ingin Bunda mengetahui semuanya.

"Alhamdulillah, segera mandi terus salat maghrib, Bunda tunggu ya di musala" perintah Bunda.

"Baik Bun" aku segera beranjak turun dan mandi, aku tak mau Bunda menunggu lama, karena waktu salat mahgrib yang pendek.

Bunda selalu mengajari Aku sejak kecil untuk salat berjamaah, dengan siapapun yang ada di rumah, karena salat berjamaah begitu banyak sekali manfaatnya, diantaranya menambah kerukunan antar anggota keluarga.

Seusai salat, Kami akan mengobrol banyak, atau bahkan Bunda selalu mengajakku bergurau, kata Bunda kapan lagi bisa bergurau denganku, nanti kalau Aku sudah berkeluarga Bunda akan kesulitan bergurau, karena Aku akan sibuk dengan keluarga kecilku, heemm.

"Anisa, cerita dong sama Bunda, ada apa? Bunda lihat kamu lagi sedih ya?" tegur Bunda dengan suara lembut.

"Tidak ada apa-apa Bun" jawabku menutup kesedihanku, Aku tak mau Bunda ikut sedih.

"Bunda tahu Kamu lagi sedih, matamu tak bisa membohongi Bunda" telisik Bunda mulai memancingku.

"Bener Bun, gak ada apa-apa" jawabku dengan pasti, agar Bunda menerima alasanku.

"Ya sudah, kalau sudah tenang dan siap, cerita ya sama Bunda, Bunda siap mendengarkan" sahut Bunda sambil memelukku. (Maafkan Anisa ya Bun, Anisa belum mau cerita dulu).

***

Sepekan sudah Pak Azka, tak menghubungiku, Aku menunggumu Mas, dengan sejuta rindu yang terus membelenggu kalbu, mengikat jiwa yang hampir sekarat, Aku sibukkan diri dengan pekerjaan untuk menutupi kegelisahanku, Aku tak mau rekan kerjaku mengetahui, bisa-bisa aku akan di olok-olok terus.

Hari-hari yang kini sepi tanpa gurau dan senyum sahdumu, rasanya Aku ingin terbang walau gak punya sayap, rasanya ingin pergi jauh melupakan semuanya.

Namun Aku hanya bisa menangis dan menjerit, Aku tumpahkan semua rasa ini pada diary teman keseharianku, Aku menarik nafas, dan Aku sakit karena cintamu yang membakar nafsu birahiku.

"Mas, dimanakah kamu kini berada?" desahku

"Apakah arti cintamu untukku?"

"Apakah Kau masih rindukan Aku?"

Seperti diriku yang selalu merindukanmu.

Sebulan sudah kau menghilang dari pandanganku, namun tak bisa menghilang dari hatiku...

Aku mencoba mencari informasi tentang keberadaanmu, dengan beragam alasan Aku untuk menghubungimu, bahkan Aku mencarimu sampai ke kantor cabang, namun kau menghilang bagai di telan bumi, lelah sudah jiwa ini mencarimu Mas.

"Anisa..." sahut Bunda sambil mengelus lembut rambutku

"Ya Bun..."jawabku di sela isak tangis

"Kalau Nak Azka itu jodohmu, maka kalian akan bertemu dengan cara yang terindah menurut Allah, dan seandainya kalian tidak bertemu, berarti Nak Azka bukan jodohmu, bersabar, dan bertawakallah, serahkan semuanya pada Sang Pemilik kehidupan ini," nasehat Bunda yang membuat hati ini semakin tenang.

***

Senja ini, aku pergi ke toko buku di dekat alun-alun, sekalian Aku mau mengambil uang ke ATM, hujan gerimis menyambutku di tempat parkir toko buku, segera Aku parkir dan berlari untuk berteduh di depan toko.

Dengan kacamata yang berembun terkena air hujan, Aku melihat sepasang kekasih yang sedang asik mengobrol di sudut kafe di seberang jalan, Aku berjalan di bawah rintik hujan, seakan Aku pernah mengenal sosok tegap itu.

Semakin Aku mendekat, dan mendekat, Aku mencoba berjalan di depan mereka ...ah wajah yang pernah Aku kenal kini tak mengenalku lagi, tak ada lagi tatapan lembut, dia seolah tak peduli dengan kehadiranku, dan memang benar dia tak mengenalku.

Dengan sejuta rasa penasaran, mengapa dia tak menyapaku, Aku ikuti mereka sampai di depan rumahnya, dan Aku memberanikan diri menyapanya, dan ternyata dia bukan Mas Azka, yang selama ini aku kenal.

Namun saudara kembarnya, sedangkan Mas Azka meninggal karena kecelakaan sebulan yang lalu, bagai suara petir yang menggelegar, melemahkan jiwaku, air mata yang sontak mengalir dengan deras membuatku hanya bisa duduk terhenyak tak berdaya.

Tuhan begitu cepat Kau ambil dia, yang Engkau kirimkan untuk Kau percayakan mendiami bilik-bilik hatiku, maafkan aku Mas, yang sudah berfikir yang bukan-bukan tentangmu, Aku bahagia pernah mengenal, dan menjadi bagian dari hidupmu.

Aku kembali dengan langkah gontai, bergegas berlari ke pangkuan Bunda, dan Aku tumpahkan semua rasa yang telah lama Aku rasakan.

***

Pagi ini aku menemuimu Mas, namun bukan dalam kebahagian untuk melepas rindu, namun Aku menemuimu dalam diam, kini Aku hanya bisa memeluk batu nisanmu, maafkan Aku Mas, yang telah berburuk sangka kepadamu.

Rinduku ini akan aku terbangkan bersama angin pagi ini, biarlah cinta ini menjadi kenangan buatku, doaku semoga di surga nanti kita akan bertemu dengan cinta yang sejati, dan abadi, amiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun