Mohon tunggu...
Ignatius Tri Endarto
Ignatius Tri Endarto Mohon Tunggu... Penghayat Kehidupan -

Penggemar Linguistik, Filsafat, dan Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sajak Burung Maleo

12 Juni 2018   10:12 Diperbarui: 12 Juni 2018   10:25 1082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: burungnya.com)

Kekasih...

Tak perlu kau tanyakan padaku

tentang betapa berharganya arti pengorbanan

Cukup dengarlah...

Ceritera pengorbanan ibuku

tentang bagaimana cangkangku menjejalnya hingga pingsan

tentang bagaimana ia mengikhlaskan kerinduan

tak sempat menatap mancung paruh anaknya dalam dekapan

yang kala itu masih cair dan gumpal dibungkus membran

ceritera tentang susah payah cakarnya mengais liang peraduan

tentang bagaimana ia rela melepas pamrih naluri keibuan dan pengeraman

demi menyapaku lewat hangatnya pertiwi sebagai tempat penetasan

mengajarkan bahwa untuk terbang tinggi perlu tenggelam dalam kerendahan

dan untuk menyayangi perlu keikhlasan dalam kerelaan

Kekasih...

Tak usah kau tanyakan padaku

tentang gigihnya perjuangan

Cukup cermatilah...

Hikayat perjuangan semasa kecilku

Ketika cangkang tinggalan ibuku tak lagi kuat menjadi tumpuan

Di mana kegelapan adalah satu-satunya fajar yang membangunkanku ke kehidupan

Tanah yang mengeramiku adalah guru sekaligus musuh pertama yang harus ku kalahkan

Nafas-nafas pertamaku bisa jadi nafas-nafas terakhir yang ku hembuskan

Dan hari-hari hidup pertamaku mungkin jadi hari terakhirku bersedu-sedan

Pernah saat itu juga aku iri dengan manusia dan segala kemapanan

Yang saat bayi boleh merengeki susu ibunya tanpa enggan

Yang tangisannya meluluhkan hati setiap tatapan

Beda denganku, yang harus merengek dan menangis dalam timbunan

Yang tak seorang pun dengar, selain mungkin doa ibu dan bapakku dari kejauhan

Ya, aku kadang dendam dengan kehidupan

Namun ibuku dan bapakku, juga alam dan tuhannya, seperti punya tujuan

Mungkin tanah benar, bahwa kaki, paruh, dan sayapku akan lebih kuat dari anak ayam

bahwa perjuangan yang dibungkus ketulusan tak akan berbuah bualan

bahwa nestapa yang tak membunuh justru lah yang menguatkan

bahwa kehidupan hanyalah sisi lain dari koin yang sama: kematian

Mungkin tanah benar,

bahwa seberapa pun tinggi engkau terbang,

pasti ujungnya jatuh ke tanah juga

Kekasih...

Tak usah kau tanyakan padaku

tentang arti cinta dan kesetiaan

Cukup selami lah...

Dan tanyakan ke tuhan saja dalamnya kodrat yang melekat padaku

Betapa aku ia ciptakan untuk setia pada pasangan

Dan begitu pula kaumku yang agaknya tertakdir berpasang-pasangan

Meski tulang rusukku tak sesempurna milik Adam

Namun seluruh tulang-belulangku sungguh untuk mu kupahatkan

Ya, di depan Adam dan kaumnya, memang itu lah yang kami banggakan

Tak bakal ku kawini betina lain pejantan

Dan ketahuilah bahwa janjiku tak putus sampai ajal menjelang

Ya kekasih,

Ini lah janji burung maleo

untuk menemanimu sampai tua dan renta

agar kelak kau tak kesepian saat kembali terbungkus tanah

bersamaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun