Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pembelajaran Berdiferensiasi Pada Kurikulum Merdeka

29 April 2023   14:33 Diperbarui: 30 April 2023   08:05 4385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembelajaran kurikulum merdeka belajar di SDN 005 Tanjung Palas Timur Kabupaten Bulungan Kaltara. Sekolah ini telah menerapkan kurikulum merdeka sejak 2017(Kompas.com/Ahmad Dzulviqor)

Oleh: IDRIS APANDI

(Anggota Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Barat 2019-2024)

Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim sejak 2019 hingga saat ini telah mengeluarkan 24 paket kebijakan Merdeka Belajar. Tujuannya adalah memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan. 

Salah satu kebijakannya adalah diimplementasikannya Kurikulum Merdeka yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Pembelajaran diharapkan berpihak atau berpusat kepada murid (student centre), menghargai keunikan dan keragaman potensi, minat, dan bakat peserta didik sehingga proses pembelajaran diharapkan efektif dan bermakna bagi murid.

Untuk mewujudkan hal tersebut, maka para guru diarahkan untuk melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi, yaitu pembelajaran yang disesuaikan dengan karakter, kebutuhan, minat, dan gaya belajar murid. 

Prinsip dasarnya adalah tidak ada murid yang bodoh, tetapi yang ada adalah guru yang belum menerapkan strategi dan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan gaya belajar murid. 

Selain itu, tidak ada murid yang tertinggal menguasai materi pelajaran, tetapi yang ada adalah setiap murid memerlukan waktu yang berbeda untuk menguasai sebuah materi pelajaran.

Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang memerdekakan. Setiap guru tidak bisa memaksa murid untuk menguasai semua materi pelajaran yang diampunya karena mereka memiliki potensi, minat, dan kecerdasan yang beragam. 

Pola pikir lama bahwa murid yang cerdas, unggul, atau juara adalah murid yang menguasai semua materi pada setiap mata pelajaran harus diubah menjadi pola pikir bahwa murid berhak untuk memilih, belajar, atau mendalami materi tertentu yang diminati atau materi yang sesuai dengan kecenderungan potensi kecerdasannya, sehingga proses pembelajaran menjadi sebuah aktivitas yang menyenangkan, menantang, dan memberikan pengalaman belajar yang bermakna.

Dengan demikian, setiap murid bisa unggul atau juara pada bidang yang diminatinya masing-masing. Oleh karena itu, sistem rangking menjadi tidak relevan karena yang dinilai pada sistem rangking mengukur prestasi akademik secara akumulatif. Padahal bisa saja kompetensi seorang murid lemah pada mata pelajaran tertentu, tetapi potensial atau kuat mata pelajaran yang lain.

Pada pembelajaran berdiferensiasi, murid diposisikan sebagai subjek pembelajaran. Sebagai subjek pembelajaran, murid didorong menjadikan pembelajaran sebagai sebuah tujuan yang akan dicapai oleh mereka dengan sukarela dan penuh kegembiraan, bukan sebaliknya, yaitu proses belajar menjadi beban dan membuatnya menjadi tertekan.

Murid pun diberikan kemerdekaan untuk belajar dengan gaya belajarnya. Dia pun diberikan kemerdekaan beragam sumber belajar yang relevan. Peran guru menjembatani proses belajar murid hingga mereka mencapai tujuan pembelajaran.

Proses pembelajaran harus menjadi sebuah petualangan intelektual yang menggembirakan bagi mereka. Proses pembelajaran yang bermakna mengarahkan murid untuk memiliki kecakapan hidup (life skill) yang meliputi kecakapan individu (personal skill), kecakapan sosial (social skill), dan kecakapan vokasi (vocational skill).

Pada proses pembelajaran berdiferensiasi, guru sebaiknya lebih fokus untuk mengembangkan atau menguatkan hal yang potensial dari murid sekaligus memotivasi dan membimbing mereka untuk meningkatkan hal yang masih lemah melalui beragam strategi dan metode. 

Hal yang kuat pada diri mereka akan menjadi modal yang berharga untuk melanjutkan pendidikan dan karier di masa depan, sedangkan hal yang lemah tidak menjadikan mereka putus asa dan tetap optimis karena fitrah manusia pasti memiliki keunggulan dan kelemahan. 

Pada beberapa kasus yang muncul, ada orang yang menjadikan keterbatasannya justru sebagai motivasi dan energi untuk hidup sukses dan menggapai cita-cita sehingga dia bisa menjadi insprasi bagi orang lain.

Pembelajaran berdiferensiasi adalah gambaran sebuah pembelajaran inklusif karena setiap murid berhak mendapatkan layanan pembelajaran yang optimal. Tidak ada murid yang dianakemaskan dan tidak ada murid yang didiskriminasikan. 

Semuanya berhak mendapatkan layanan pembelajaran yang sama dalam keberagaman. Di sinilah asas keadilan dan keseteraan dilaksanakan dalam proses pembelajaran.

Adalah hal yang tidak adil jika setiap murid dipaksakan atau ditekan untuk menguasai semua materi pelajaran yang diajarkan oleh guru, baik guru kelas ataupun guru mata pelajaran. 

Hal yang perlu dilakukan oleh guru adalah memfasilitasi proses pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan gaya belajar mereka. Guru bukan satu-satunya sumber belajar karena selain dari guru, murid bisa belajar dari sumber lainnya seperti buku, diktat, modul, internet, narasumber, teman sebaya, dan lingkungan sekitar.

Sesuai dengan amanat Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, sekolah harus menjadi taman belajar bagi murid, baik dalam konteks fisik maupun psikis. 

Dalam konteks fisik, lingkungan sekolah harus aman dan nyaman untuk digunakan sebagai tempat belajar. Sarana-prasarana, kebersihan, dan kerapihan lingkungan sekolah harus dipelihara dan ditingkatkan.

Dalam konteks psikis, pendidik dan tenaga kependidikan harus menciptakan iklim yang kondusif untuk membangun suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi murid. Sekolah harus terbebas dari perundungan (bullying), kekerasan seksual, dan intoleransi. 

Pencegahan ketiga masalah tersebut saat ini menjadi program yang diprioritaskan oleh Kemendikbudristek karena tidak mungkin proses pembelajaran bisa berlangsung dengan optimal kalau murid ada yang merasa tertekan, terancam, dikucilkan, atau direndahkan harkat dan martabatnya baik oleh teman-temannya atau oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah tempatnya belajar.

Walaupun pembelajaran berdiferensiasi secara konsep bukan hal baru, tetapi tidak dapat dipungkiri, masih banyak guru yang belum memahaminya dengan baik. Kalau pun misalnya sudah memahaminya, belum tentu mau melaksanakannya. Mengapa demikian? Karena pembelajaran berdiferensiasi memerlukan guru tipe pekerja keras, kreatif, inovatif, dan mau keluar dari zona nyaman.

Mengelola belasan bahkan puluhan anak dengan beragam karakter dan kebutuhan belajar dalam satu kelas bukan hal yang mudah. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi guru.

Bagi guru yang belum memahami konsep dan implementasi pembelajaran berdiferensiasi, hal yang perlu dilakukan adalah menggerakkan diri untuk mau belajar baik secara mandiri maupun melalui komunitas belajar di satuan pendidikan, Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), atau organisasi profesi. Selain itu, guru dapat mengoptimalkan sumber belajar dari internet atau Platform Merdeka Mengajar (PMM) yang sudah disediakan oleh Kemendikbudristek.

Tindak lanjut dari pembelajaran berdiferensiasi, guru pun perlu melakukan asesmen hasil belajar murid secara berdiferensiasi melalui beragam instrumen yang relevan yang mampu menggali dan memunculkan kompetensi setiap murid. 

Jika pembelajarannya berdiferensasi tetapi asesmen hasil belajar hanya menggunakan satu instrumen atau satu tes terstandar saja, misalnya menggunakan paper and pencil test, maka pembelajaran berdiferensiasi akan menjadi ambyar. 

Kita tidak akan melihat murid yang unggul pada bidang masing-masing, tapi murid yang diberikan stigma atau label gagal dalam belajar. Dan hal tersebut tentunya tidak sesuai dengan filosofi merdeka belajar sebagaimana yang diamanatkan oleh Ki Hadjar Dewantara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun