"Sudah, jangan terlalu dipikirkan," katanya pelan.
Malam itu, ia mencoba tidur. Namun, suara-suara aneh membuatnya terjaga. Seperti suara langkah kaki dari ruang tamu, suara kain yang bergesekan, dan bisikan lirih yang samar. Ia menutup telinganya dengan bantal, meyakinkan dirinya bahwa itu hanya imajinasinya.
Namun, saat ia menoleh ke arah jendela, ia melihat sesuatu yang membuat darahnya membeku.
Bayangan itu ada di luar.
Tidak, bukan hanya bayangan biasa. Bentuknya menyerupai dirinya, tapi tanpa tubuh. Bayangan itu berdiri di tengah halaman, diam, tak bergerak, seolah sedang mengawasinya.
Dinda meloncat dari tempat tidur, keringat dingin mengalir di pelipisnya. Ia menatap bayangan itu dengan ngeri. Kemudian, perlahan, bayangan itu mulai bergerak. Tidak berjalan, tetapi meluncur, mendekati jendela kamar.
Dinda mundur, tangannya bergetar. "Tidak mungkin... ini tidak nyata!"
Ia meraih ponselnya dan menyalakan senter. Namun, begitu cahaya senter menerangi halaman, bayangan itu menghilang, lenyap begitu saja.
Ia menghela napas, mencoba menenangkan dirinya. Mungkin ia terlalu lelah. Mungkin ini hanya efek sugesti karena ia tinggal sendirian di rumah tua.
Namun, saat ia berbalik untuk kembali ke tempat tidur, ia membeku di tempat.
Di cermin besar di sudut kamar, bayangannya tidak ada.