Mohon tunggu...
Rial Roja
Rial Roja Mohon Tunggu... Digital Marketing/Content Writer

Mari berbagi cerita dan inspirasi!

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Cermin yang Berbisik

25 Februari 2025   14:29 Diperbarui: 25 Februari 2025   14:29 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Cermin di kegelapan (Sumber: Pixabay/9nails)

Malam itu, hujan turun deras di desa tempat Rania tinggal. Petir menyambar, menerangi langit yang gelap. Ia baru saja pindah ke rumah peninggalan keluarganya---rumah tua yang sudah lama tak berpenghuni. Semuanya tampak biasa, sampai ia mulai mendengar bisikan.

Bisikan itu terdengar setiap kali ia melewati cermin di ruang tamu. Awalnya, ia pikir itu hanya imajinasinya. Namun, semakin malam, suara itu semakin jelas.

"Rania..."

Ia terdiam. Suara itu begitu dekat, seakan seseorang berdiri di belakangnya. Dengan napas tertahan, ia menoleh. Tak ada siapa-siapa. Namun, ketika ia melihat ke dalam cermin, ada sesuatu yang membuat darahnya membeku.

Refleksinya tersenyum, meski wajahnya tetap datar.

Rania terhuyung mundur. Jantungnya berdebar kencang. "Aku pasti terlalu lelah," gumamnya, mencoba menenangkan diri. Ia memutuskan untuk tidur, berharap semua akan kembali normal esok hari.

Namun, malam itu, tidurnya terganggu.

Di antara suara hujan, ia kembali mendengar bisikan. Kali ini lebih jelas, lebih dekat.

"Tolong aku..."

Matanya terbuka lebar. Ia tidak sedang bermimpi. Suara itu nyata. Rania menoleh ke sekeliling kamar. Sepi. Tapi perasaannya mengatakan ada sesuatu di dalam kamar bersamanya.

Dengan tangan gemetar, ia meraih ponselnya dan menyalakan senter. Ia mengarahkan cahaya ke sekeliling ruangan---lemari, meja rias, jendela. Tak ada yang aneh.

Tapi saat cahaya senter mengenai cermin di sudut kamar, sesuatu membuatnya menjerit.

Sosoknya dalam cermin tidak bergerak seperti seharusnya. Ia melihat dirinya sendiri, berdiri di sana dengan mata kosong dan mulut bergerak, berbisik tanpa suara.

"Tolong aku..."

Rania meloncat dari tempat tidur. Ia ingin lari, tapi kakinya terasa lemas. Cermin itu tetap memantulkan dirinya---tetapi ada yang berbeda. Mulut di dalam pantulan terus bergerak, meski ia sendiri tidak berbicara.

Dengan napas terengah, ia meraih kain dan menutupi cermin itu. Ia tidak peduli lagi. Ia hanya ingin tidur dan melupakan semuanya.

Namun, kejadian itu tidak berakhir di sana.

Keesokan paginya, Rania berusaha meyakinkan dirinya bahwa semua hanya halusinasi. Tapi pikirannya terus dihantui pertanyaan: siapa yang berbicara dalam cermin?

Ia mencoba mencari tahu tentang rumah itu. Ia menemukan buku harian tua di laci kamar, milik seorang perempuan bernama Aulia.

"Aku mendengar suara itu lagi. Ia terus memanggilku dari dalam cermin. Aku takut. Aku tidak bisa tidur. Aku merasa... seakan dia ingin keluar."

Rania merinding membaca tulisan itu. Ia membalik halaman demi halaman, menemukan lebih banyak catatan tentang bisikan dari cermin.

Di halaman terakhir, ada kalimat yang membuatnya menggigil.

"Aku tidak bisa lagi menahannya. Jika seseorang menemukan ini, jangan menatap cermin terlalu lama. Jika kau melihat mulut itu berbisik... lari."

Rania menutup buku itu dengan cepat. Ia tahu ini bukan kebetulan.

Malam harinya, Rania memastikan semua cermin di rumah tertutup. Tapi suara itu tetap datang. Kali ini lebih banyak. Lebih keras.

"Rania... tolong... buka..."

Jantungnya berdetak cepat. Suara-suara itu berasal dari kamar. Dari balik kain yang menutupi cermin.

Dengan tangan gemetar, ia mendekat. Ia tidak ingin melihatnya, tapi suara itu semakin memanggilnya.

Ia menarik napas dalam dan perlahan menarik kain itu.

Refleksinya masih di sana. Namun, ada yang salah. Mulutnya bergerak cepat, berbisik sesuatu yang tak bisa ia dengar.

Kemudian, refleksi itu menoleh---meskipun Rania tidak bergerak.

Ketakutan melumpuhkannya. Perlahan, mulut dalam cermin itu semakin terbuka, lebih lebar dari yang seharusnya. Sesuatu merayap keluar dari dalam kegelapan pantulan itu---sepasang tangan pucat yang mencengkeram pinggiran kaca.

Rania menjerit dan mundur.

Tiba-tiba, cermin itu bergetar. Retakan kecil muncul di permukaannya. Sosok di dalamnya tersenyum mengerikan.

"Akhirnya..."

Sebuah tangan keluar, berusaha meraih Rania. Dengan panik, ia meraih kursi dan melemparkannya ke cermin. Suara kaca pecah menggema di ruangan.

Teriakan nyaring terdengar, memenuhi udara. Rania terjatuh, menutup telinganya. Hawa dingin menyelimuti ruangan. Lalu, semuanya sunyi.

Saat Rania membuka matanya, cermin itu telah hancur berkeping-keping. Potongan kaca berserakan di lantai, memantulkan cahaya lampu yang redup.

Tapi ada yang aneh.

Di pecahan kaca itu, ia masih bisa melihat pantulannya. Namun, pantulan itu... tersenyum.

Dan mulutnya masih berbisik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun